Di Kota Kupang Guru Honorer Lama Protes, MK Diduga Lolos PPPK Hanya dengan 4 Bulan Masa Kerja/Mengajar

Kota Kupang, NTT — Polemik seleksi PPPK Guru 2024 di Kota Kupang kembali mencuat usai muncul dugaan pelanggaran serius dalam proses administrasi. Salah satu peserta bernama MK dipertanyakan keabsahannya setelah lolos seleksi meski diduga tidak memenuhi syarat masa kerja minimal dua tahun.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, MK diketahui baru mengajar sejak 21 Agustus 2024 di SDI Bakunase 1 sebagai guru kelas. Namun, pada 27 Desember 2024, namanya secara mengejutkan tercantum dalam Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) bernomor: P-125/DIDIKBUD.800.1.13.2/XII/2024 yang ditandatangani oleh Penjabat Wali Kota Kupang, Linus Lusi, S.Pd, M.Pd.

Padahal, sesuai data Dapodik, MK baru mengajar selama 4 bulan, jauh dari syarat minimal 2 tahun masa kerja atau 4 semester yang menjadi acuan dalam penyusunan SPTJM, sebagaimana diatur oleh Kementerian PAN-RB dan BKN.

SPTJM merupakan dokumen hukum penting yang diatur dalam Permendagri No. 9 Tahun 2016. Dalam konteks seleksi PPPK, SPTJM digunakan sebagai bukti validasi data guru honorer yang diajukan oleh pemerintah daerah. Dokumen ini harus dilampiri SK Pengangkatan, daftar hadir, serta pernyataan masa kerja yang sah.

Apabila isi dari SPTJM terbukti tidak sesuai kenyataan, maka pejabat yang menandatanganinya dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana, sesuai peraturan yang berlaku.

Lebih jauh, MK disebut-sebut memiliki hubungan keluarga dengan kepala sekolah SDI Bakunase 1, yang memperkuat dugaan praktik nepotisme. Padahal, masih banyak guru honorer di Kota Kupang yang telah mengabdi lebih dari 2 tahun, namun justru tidak diikutsertakan dalam SPTJM, sehingga gagal ikut seleksi PPPK.

Hal ini menimbulkan kecemburuan dan gelombang protes dari kalangan guru honorer. Pada 10 Maret 2025, sekelompok honorer yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) mengajukan surat keberatan resmi kepada Wali Kota Kupang, yang kemudian diteruskan ke BKPPD dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang.

Namun hingga Agustus 2025, belum ada tindak lanjut terhadap MK maupun kepala sekolah yang diduga terlibat.

Kasus ini menjadi pukulan telak terhadap integritas dan transparansi seleksi PPPK Guru 2024. Jika dugaan ini benar, maka selain mencederai kepercayaan publik, hal ini juga bisa menjadi pintu masuk bagi investigasi hukum lebih lanjut, termasuk kemungkinan pemeriksaan oleh Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum (APH).

Banyak pihak mendesak Pemkot Kupang dan Dinas Pendidikan segera memberikan klarifikasi resmi agar keadilan ditegakkan dan seleksi PPPK tidak menjadi ajang manipulasi. *(go)



---



Iklan

Iklan