NGOPIKO BBKSDA, DINAS LHK, BPKH dan Pers Dalam Konteks Indonesia's FOLU Net Sink 2030

Kupang mutiara- timur.com // NGOPIKO adalah sebuah forum pencerahan dengan settingan lokasi nampak santai tapi syarat makna seputar kisaran alam lingkungan hidup. Oleh Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT,  Arief Mahmud, NGOPIKO adalah Ngobrol Pintar Konservasi antara BBKSDA, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara Timur (LHK NTT), Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XIV Kupang dan insan Pers.

NGOPIKO itu dilaksanakan pada Jumat, (27/1/2023) di halaman kantor BBKSDA yang terasa segar karena udaranya yang sejuk di bawah pepohonan dan taman bunga nan indah dipandang mata.

NGOPIKO dalam konteks KLH Kick Off Sosialisasi  Sub Nasional Indonesia FOLU  Net Sink 2030 Provinsi NTT antara penyampaian materi dan tanya jawab berjalan mengalir dan lancar yang  tereduksi santun, sederhana dan bersahaja.

Arief Mahmud, Kepala BBKSDA NTT dalam kesempatan pertama menyampaikan, "pertemuan kita pada hari ini terkait upaya menyebarkan informasi dalam rangka konteks Indonesia's Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030. Ini istilah yang baru sehingga kita perlu ada desiminasi kepada publik supaya dipahaminya. Karena ini menyangkut kehidupan kita bersama, baik pemerintah maupun masyarakat," ungkap Kepala BBKSDA.

FOLU Net Sink 2030 dijelaskannya, sebagai upaya pemerintah karena kondisi yang ingin dicapai melalui tingkat serapan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan pada tahun 2030 akan lebih seimbang atau lebih tinggi dari tingkat emisi.

" Sosialisasi Sub Nasional Indonesia's FOLU Net Sink 2030 di Provinsi NTT adalah bentuk komitmen kita semua untuk menjaga atmosfer Global. Indonesia merupakan negara pertama yang menyatakan bahwa sektor FOLU menargetkan penyerapan karbon secara bersih (Net Sink) pada tahun 2030 sebesar 29 % dari emisi karbon dunia," ulas Arief.



Arief Mahmud lebih konkritnya menggambarkan upaya pemerintah di tahun 2030 dalam hal menyeimbangkan pelepasan atau penyerapan karbon. Ia mengatakan,  bahwa keseimbangan pelepasan atau penyerapan karbon, Net Sink itu adalah serapan bersih.

“Kalau dalam kehidupan kita sehari-hari itu semua menghasilkan karbon. Kendaraan bermotor, kegiatan pabrik dan pembukaan lahan itu bagian pelepasan karbon. Karbon ini dampaknya terhadap lingkungan sangat berbahaya, ini yang harus diseimbangkan antara yang dilepas dan diserap terutama tanaman,"ujarnya.

Dalam rangka implementasi kebijakan FOLU net sink tersebut, diteruskan penjelasannya, bahwa Pemerintah Pusat mendorong Pemerintah Daerah berperan aktif sebagai pemangku kebijakan di daerah untuk menyusun Rencana Kerja di daerah masing-masing, serta dapat mendorong percepatan Indonesia's FOLU Net Sink 2030 di tingkat daerah. Agar kebijakan dan rencana operasional Indonesia's FOLU Net Sink 2030 dapat diterapkan. Karena Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar serangkaian kegiatan sosialisasi dan workshop di tingkat regional dan sub nasional di seluruh provinsi.

“Komitmen Indonesia menahan laju peningkatan suhu global dan perubahan iklim dituangkan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) atau Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional, sebagai tindaklanjut dari Perjanjian Paris (Paris Agreement). Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris sebagaimana dinyatakan pada UU No. 16/2016. Persetujuan Paris mengharuskan Indonesia untuk menguraikan dan mengkomunikasikan aksi ketahanan iklim pasca 2020 dalam dokumen NDC dan telah menetapkan peta jalan mitigasi sebagai acuan pelaksanaan NDC,” Kepala BBKSDA NTT.

Disampaikannya juga tentang Dokumen Peta Jalan (Road Map) yang merupakan pedoman bagi para pemangku kepentingan baik pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha maupun masyarakat dalam upaya pencapaian target NDC melalui penyediaan informasi tentang perencanaan, tata waktu dan penetapan target penurunan emisi gas rumah kaca secara rinci per subsektor serta identifikasi seluruh aspek yang mendukung pencapaian target.

“NDC Indonesia menetapkan target pengurangan emisi GRK nasional, yakni sebesar 29% atau setara 834 juta ton CO2 dengan usaha sendiri atau sampai dengan 41% atau setara dengan 1.185 juta ton CO₂ dengan dukungan internasional yang memadai pada tahun 2030. Target NDC Indonesia sebesar 29% secara nasional dapat tercapai melalui penurunan emisi GRK sebesar 17,2% pada sektor kehutanan, 11% pada sektor energi, 0,32% pada sektor pertanian, 0.10% pada sektor industri, dan 0.38% pada sektor limbah. Dalam upaya pengurangan emisi karbon Pemerintah Indonesia telah punya rencana dan  rencana itu akan diturunkan  kepada Pemerintah Provinsi  sebagai sub Nasional.  Di Provinsi  Guberur akan mengeluarkan surat keputusan dan  kita akan menyusun tim renja (rencana Kerja) FOLU Net Sink 2030 untuk Sub Nasional Provinsi NTT dengan ketuanya adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Timur,” jelas Kepala BBKSDA NTT.


Sementara itu Ondy Siagian, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTT mengatakan, Indonesia merupakan negara yang pertama mempunyai inisiatif program yang bersifat pelestarian dengan kegiatan-kegiatan yang mengakomodir kearifan terhadap lingkungan.

Kegiatan Sosialisasi dan Workshop Penyusunan Rencana Kerja FOLU net sink menurut Kadis  sejak tahun 2022 lalu yang diinisiatif oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan sudah dilaksanakan pada 12 provinsi. Di tahun 2023 akan dilaksanakan untuk 22 provinsi yang telah disepakati bertempat di Labuan Bajo Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tanggal 1-2 Februari 2023 yang diikuti oleh seluruh perwakilan 34 pemerintah provinsi, bupati/walikota se-NTT, organisasi perangkat daerah terkait, UPT BPDAS dan BPKHTL se-Indonesia. Terhadap agenda tersebut Kadis KLHK NTT telah menyampaikan ke Gubernur NTT.

“Saya sebagai Kepala Dinas Kehutanan dan lingkungan hidup provinsi Nusa Tenggara Timur dengan teman-teman tim telah menyampaikan kepada Gubernur tentang kegiatan pelaksanaan tersebut yang akan dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Februari 2023. Bapak Gubernur menyambut baik rencana kegiatan tersebut dan menyanggupi akan hadir untuk membuka secara resmi,” ungkap Ondy Siagian.

Diuraikannya pula ada beberapa rangkaian kegiatan yang akan dilakukan di Labuan Bajo yaitu, di tanggal 1 berupa sosialisasi Sub Nasional Indonesia FOLU Net Sink dan pada tanggal 2 Februari 2023 dilanjutkan dengan kegiatan workshop yang akan dibahas langkah-langkah yang akan dilakukan untuk  Provinsi Nusa Tenggara Timur.

“Di sini kami tim Renja Provinsi NTT bersama Pemerintah Provinsi, dan Dinas KLHK Kabupaten Kota, tenaga ahli, akademisi perguruan tinggi dan ketua-ketua komunitas sama-sama menyusun Renja Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dari workshop tanggal 2 Februari 2023 itu kami akan melanjutkannya lagi pada tanggal 23 Februari 2023 dengan harapan kami mengundang dan melibatkan pihak-pihak terkait agar rencana kerja yang kami susun itu bisa menjadi lebih baik mengakomodir masukan-masukan dan semua kepentingan terhadap program FOLU net sink, “ ujar Kadis.

Sebagai informasi digambarkannya pula, bahwa Sosialiasi Sub Nasional Rencana Operasional Indonesia's FOLU Net Sink 2030 dimaksudkan untuk menyampaikan kebijakan, strategi, dan rencana untuk implementasi rencana aksi mitigasi yang mengacu pada target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sampai dengan tahun 2030 kepada seluruh masyarakat secara langsung maupun melalui para pemangku kepentingan.

“Di dalam workshop nantinya akan dipaparkan lima bidang rencana kerja nasional, yakni (1) Pengelolaan Hutan Lestari, (2) Peningkatan Cadangan Karbon, (3) Konservasi, (4) Pengelolaan Ekosistem Gambut, (5) serta Instrumen dan Informasi dari Rencana Operasional Indonesia's FOLU Net Sink 2030,” sebutnya.

Lebih lanjut dikatannya, rencana kerja tersebut memberikan penjelasan atas (1) capaian, target, dan strategi: (2) implementasi dan operasional; serta (3) monitoring dan evaluasi atas Rencana Operasional Indonesia's FOLU Net Sink 2030. Rencana Operasional ini memuat 11 (sebelas) Rencana Operasional dan 1 (satu) rencana operasional operasional pengelolaan mangrove, sebagai berikut: (1) Pengurangan laju deforestasi lahan mineral; (2) Pengurangan laju deforestasi lahan gambut; (3) Pengurangan laju degradasi lahan mineral; (4) Pengurangan laju degradasi lahan gambut: (5) Pembangunan hutan tanaman; (6) Pengelolaan hutan lestari: (7) Rehabilitasi dengan rotasi; (8) Rehabilitasi non rotasi; (9) Restorasi gambut, (10) Perbaikan tata air gambut: (11) Konservasi keanekaragaman hayati, serta (12) Pengelolaan mangrove.

 Rencana kerja tersebut Kadis KLHK NTT menyampaikan akan dikuti dengan kegiatan berupa pembentukan semacam organisasi teknis  pelaksanaan yang menjabarkan keliama bidang itu.

 “Rencana kerja ini akan dimonitoring dan dievaluasi kemudian dibentuklah Pokja yang akan mengimplementasikan kelima bidang tersebut. Kami berharap Pokja ini mencakup pemerintahan kabupaten kota beserta stakeholder lainnya sebagai mitra kerja. Dari sinilah kita akan mempunyai target-target untuk melakukan pemulihan lingkungan alam. Target=target tersebut didasarkan kepada kebijakan-kebijakan nasional terakhir terkait perubahan iklim diantaranya FOLU Net-sink 2030, percepatan penggunaan kendaraan listrik, kebijakan Bahan Bakar Nabati dengan campuran 40% (B40), peningkatan aksi di sektor limbah seperti pemanfaatan sludge (limbah lumpur/endapan yang berasal dari instalasi pembuangan air limbah/ IPAL), serta peningkatan target pada sektor pertanian dan industri,” ujarnya.

Anwar, Kepala Balai BPKH Wilayah XIV Kupang, menambahkan ada tiga aksi yang diupayakan oleh pemerintah untuk menyukseskan Indonesia Hijau di dalam FOLU Net Sink. Pertama mengurangi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), kedua mempertahankan hutan-hutan yang masih ada, ketiga menambah tutupan hutan untuk meningkatkan serapan Karbon. Ia mengemukanan,  KLHK selaku National Focal Point UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change), telah menyampaikan peningkatan ambisi penurunan emisi gas rumah kaca melalui dokumen Enhanced NDC (ENDC) Indonesia.

“Aksi mitigasi  kita harapkan  dapat berkontribusi  terbesar dalam pencapaian penurunan emisi sektor FOLU ialah penurunan emisi dari kebakaran gambut, deforestasi, dan dekomposisi gambut, yang disertai peningkatan serapan karbon dari kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan pengelolaan hutan produksi lestari,”ungkapnya.

Dalam workshop pertama ini urai  Anwar, “kita akan menyampaikan seperti apa kondisi hutan kita, seperti apa pengelolaan selama ini. Kita akan ajak juga teman-teman dari pertanian tanaman pangan, peternakan. Di tempat lain peternakan tidak musti, tapi kita perlu karena perternakan punya kontribusi besar dalam mensukseskan program ini. Kemudian dari pertanahan dan PUPR. Kita akan sama-sama merumuskan di sana isu-isu penting. Di sini misalnya masalah lahan kritis kita akan merehabilitasinya. Karena hutan lindung dan konservasi kita  luas sekitar 1 juta lebih, sehingga pengelolaannya kita intensifkan. Dalam workshop satu ini kita juga berdiskusi dan menerima input-input, setelah itu kita membagi peran siapa berbuat apa.  Kita lakukan pemetaan terhadap kawasan-kawasan hutan, bagaimana dalam kawasan hutan ini apa yang harus dilakukan. Semua ini dalam rangka persiapan kita untuk penyusunan rencana kerja program yang akan d dalami kembali pada workshop kedua, di tanggal 23 Februari 2023." *(go)

Iklan

Iklan