MERETAS KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA DALAM BINGKAI MODERASI BERAGAMA (Sebuah refleksi atas Dokumen Abu Dhabi)

Oleh : Rm.Emanuel S.B. HurInt, Pr.S.Fil
(Kepala SMAK Santo Mikhael Solor)


Pendahuluan

Majalah Hidup tertanggal 24 Oktober Tahun 2021 halaman 15 menyajikan wawacara antara wartawan Majalah Hidup dengan Pater Markus Solo Kewuta, SVD selaku Dewan Kepausan bidang Dialog Antarumat Beragama di tempat kediamannya di Italia. Pokok persoalan yang mau diwawancarai berkenaan dengan Dokumen Abu Dhabi yang ditanda tangani oleh Sri Paus Fransiskus I dan Imam besar al-Azhar, Ahmed al-Tayyed tahun 2019 serta pandangan Pater tentang Terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal Jakarta dengan Gereja Katedral Jakarta Keuskupan Agung Jakarta.

Dokumen Abu Dhabi ini berbicara tentang relasi persaudaraan dan kerjasama untuk memerangi segala bentuk kejahatan, baik menyangkut instrumentalisasi agama dan iman, ⁶maupun ekplotasi alam dan kaum lemah demi kepentingan dan kekayaan pribadi. Implementasi dari dokumen ini, menurut Pater Markus, salah satunya telah dimaknai dan dimenangkan oleh Pemerintah Indonesia dengan dibangunnya Terowongan yang menghubungkan antara Masjid Ustiqlal dengan Gereja Katolik Katedral Jakarta. Menariknya, Wakil Presiden Republik Indonesia, Bapak Ma’ruf Amin sudah melewatinya saat berkunjung ke Gereja Katolik Katedral Jakarta. 

Terowongan ini boleh dilihat sebaga Terowongan silaturahmi yang bertujuan untuk mengokokohkan dialog antarumat beragama di Tanah Air Indonesia. Berkenaan dengan Terowongan Silaturahmi ini, Pater Markus Solo memberikan beberapa penekanan sebagai makna dari Terowongan Silaturahmi sambil diterangi oleh Dokumen Abu Dhabi sebagai berikut :

Pertama, Terowongan silaturahmi merupakan jalan yangmenumbuhkan kesempatan untuk melaksanakan pertemuan timbal balik demi membangun dialog antarumat beragama (saling berjumpa)

Kedua, Terowongan silaturahmi dapat mengokokohkan adanya dialog antarumat beragama. Dialog, yang bukan terbatas pada metodemetode klasik yang statis melainkan lebih pada sebuah aktivitas dinamis yang dapat menembusi batas-batas ketakmungkinan.

Ketiga, Terowongan silaturahmi merupakan ekspresi relasi persaudaraan antar umat Islam dan Katolik di Indonesia dalam derajat kedekatan persaudaraan. 

Keempat, Terowongan silaturahmi merupakan jembatan yang menghubungkan dua titik yang selama ini berjauhan dan berbeda menjadi lebih dekat dan tersambung (Masjid dan Gereja Katedral simbol agama Islam dan Katolik).

Kelima, Terowongan silaturahmi merupak simbol kesuksesan dialog kerjasama, yang merupakan salah satu dari tiga Tripologi dialog dalam gereja Katolik (Kehidupan, Kerjasama, Teologis dan Spritualitas).

Inilah makna terdalam dari Terowongan silaturahmi yang telah dimenangkan oleh Pemerintah Indonesia.

Pendidikan Agama dan Keagamaan pada Lembaga Pendidikan 

Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) Sejak tahun 2007, Pemerintah Indonesia telah membuka ruang dan memberikan tempat bagi Agama Katolik untuk boleh membangun sebuah Lembaga Pendidikan yang berciri khas Katolik sebagai bentuk manifestasi keberagaman kehidupan beragama di Indonesia.

Ruang dan tempat ini dilegitimasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan dan Peraturan Menteri Agama, Nomor 54 Tahun 2014 tentang 

Sekolah Menengah Agama Katolik. Kedua dasar hukum ini, berpijak pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, alinea keempat yakni Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Dengan landasan hukum ini maka Menteri Agama melalui Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia, mulai menggelorakannya dihadapan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) seraya mengajak para uskup untuk dapat menanggapi Peraturan Pemerintah dengan membangun Sekolah Menengah umum yang berciri khas katolik dalam wilayah keuskupannya. 

Patutlah diakui bahwa keberdirian sebuah Lembaga Pendidikan yang berciri khas Katolik di wilayah keuskupan masing-masing, hanya bisa dilaksanakan apabila telah memenuhi tiga (3) tuntutan mendasar yakni : Adanya ruang regulasi yang memungkinkan, Kemendesakan kebutuhan umat setempat dan Rekomedasi dari Yang Mulia Bapak uskup sebagai Ordinary Locci. Sebab sesungguhnya, Lembaga Pendidikan Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) merupakan milik Uskup setempat Sekolah Menegah Agama Katolik (SMAK) merupakan Sekolah umum berciri khas katolik. Ciri khas kekatolikkannya terintegrasi dalam lima (5) Mata Pelajaran yang dibelajarkan pada Peserta didik yakni Mata Pelajaran Kitab Suci, Liturgi, Dogma/Moral Kristiani, Sejarah Gereja dan Pastoral Katekese. Kelima Mata Pelajaran ini merupakan Pendidikan Keagamaan dan bukannya Pendidikan Agama sesuai dengan Muatan Kurikulum pada Lembaga Pendidikan Sekolah Menengah Agama Katolik dalam wilayah binaan Kementerian Agama Republik Indonesia.

Keseluruhan proses pembelajaran yang dilaksanakan pada Lembaga Pendidikan Sekolah Menengah Agama Katolik, lebih menekankan Pendidikan Karakter tanpa mengabaikan nilai pengetahuan dan ketrampilan. Tujuan yang mau dicapai dalam Lembaga Pendidikan ini adalah menyiapkan peserta didik menjadi agen pastoral yang handal, profesional dan militant demi masa depan Bangsa dan Gereja (Pro Ecclesiae et Patriae).

Meretas Kerukunan Hidup Umat Beragama dalam Terang Dokumen Abu Dhabi

Berpijak pada Terowongan silaturahmi sebagai salah satu bentuk pemaknaan akan dokumen Abu dhabi yang telah dimenangkan oleh Pemerintah Indonesia pada satu sisi dan pada sisi yang lainnya telah dibelajarkan Pendidikan Keagamaan pada Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK), maka kita sebagai warga Negara Indonesia dapat terinspirir untuk tetap menggalang persatuan dan kesatuan di bumi pertiwi ini dengan selalu membangun dialog antarumat beragama dalam suasana persaudaraan. Persaudaraan dimaksudkan bukan karena relasi hubungan darah melainkankan lebih pada persamaan nasib, persamaan sejarah bangsa Indonesia dan pada nilai kemanusian yang bermuatkan semangat cinta kasih. “Cinta kepada Tuhan dan cinta kepada sesamamanusia seperti dirimu sendiri” (Luk. 10 :27) Itulah sebabnya, kita hendaknya disadarkan bahwa agama dan iman tak bisa dipolitisir dengan kepentingan politik, sistim pemerintah dan keragaman budaya. 

Pendidikan Keagamaan yang mengakomodir lima (5) Mapel dimaksud, selalu saja bersumber pada hukum cinta kasih yang diajarkan oleh Yesus Sang imam Agung,guru dan gembala. Dengan dasar pemikiran ini maka dokumen Abu dhabi merupakan pengejahwantaan dari hukum cinta kasih, yang telah didaratkan dalam kehidupan bersama (Islam-Katolik) dipersada Indonesia. Demikian pula, dalam proses pembelajaran di sekolah yang mengintegrasikan lima Mapel Keagamaan dapat membentuk watak dan kepribadian anak untuk dapat saling menghormati dan menghargai antar sesama agama, tanpa harus memuthlakan kebenaran agama yang satu. Hal ini hanya mungkin terjadi karena peserta didik telah dibekali dengan ilmu pengetahuan tentang keagamaan, sambil peserta didik pun diteguhkan bahwa sesungguhnya semua kita diciptakan menurut gambar dan citra Allah sendiri.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan sebuah Negara yang memiliki keberagaman suku, bahasa, adat-istiadat dan agama. Berhadapan dengan keberagaman ini, bukan tidak mungkin muncullah pelbagai isu tentang intoleransi dalam kehidupan beragama. Ada juga kelompok-kelompok ekstrim yang kian hari semakin merebak dengan memberikan pengajaran tentang pemuthlakan kebenaran agama yang dianutinya, sembari meremehkan agama dan kepercayaan orang lain. Hal ini dipengaruhi oleh sensifitas kehidupan agama dan politisasi politik. Politik devide et impera digelindingkan dalam sosial kemasyarakatan untuk mendapatkan pengakuan publik, sekaligus mempengaruhi massa. Seiringan dengan itu, ada juga pemuthlakan kebenaran pribadi dan agama tertentuh terhadap agama dan kepercayaan yang dianutinya,”begitu mudah melihat setitik selumbar di mata orang, padahal balok yang ada di matamu sendiri tidak kamu lihat” (Mat/7 :4)

Demikianlah tamparan keras dari Yesus kepada orang munafik dalam mempraktekkan kehidupan agamanya. Hal ini tidak sejalan dengan dogma dari masing-masing agama. Ajaran agama mana pun pasti mengajarkan tentang hal yang baik yang harus ditaati dan dijalan oleh semua pemeluknya dan hal yang buruk harus dihindari dalam kehidupan bersama. Undang-Undang Dasar Tahun 1945, pasal 29 ayat 2 secara jelas memberikan tempat dan ruang bagi setiap warga Negara agar memeluk agamanya sesuai dengan iman dan kepercayaannya. Kebebasan memeluk agama sesuai dengan iman dan kepercayaannya ini, justru dilindungi oleh negera. Oleh karena itu, tak ada alasan yang mendasar untuk saling melecehkan di antara setiap pemeluk agama dan membenarkan agama yang dianutinya sebagai kebenaran muthlak lalu melecehkan agama yang lain. Tindakan seperti ini justru mengkerdilkan semangat solidaritas yang bermuatkan toleransi kerukunan hidup beragama yang dibangun di atas dasar Pancasila sebagai Ideologi bangsa dan Bhineka Tunggal Ika sebagai “Rumah Kerahiman dan Taman Hati” dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Nilai Pendidikan Keagamaan dan Kearifan Lokal 

Terowong silaturahmi menjadi dasar pembalajaran bersama bagi kita warga Negara Indonesia untuk ditradisikan kepada generasi penerus yang akan datang. Diakui bahwa setiap agama memiliki keunikan doktrin dan ritual tetapi juga memiliki kesamaan etika sosial dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. Nilai-nilai kemanusian, memungkinkansetiap orang dan setiap agama untuk saling menghormati dan menghargai satu terhadap yang lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Lima (5) Mata Pelajaran Keagamaan yang dibelajarkan pada Unit Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) menmgajarkan tentang rasa memiliki agama yang dianuti dalam kehidupan bersama sebagai warga Negara Indonesia. Dalam Lima (5) Mapel Keagaman ini, telah menyadarkan peserta didik untuk dapat saling menghormati satu terhadap yang lain, pun pula menghormati agama lain sebagai ‘saudara’ dalam social kemasyarakatan.

Kearifan lokal budaya setempat pun telah mewariskan nilai-nilai kebenaran keaagaman, nilai-nilai social kemasyarakatan yang harus dihidupi bersama dalam spirit persatuan dan persaudaraan. Bangsa Indonesia kaya akan nilai-nilai budaya. Nilai-nilai kearifan lokal budaya ini, turut pula membentuk karakter hidup seseorang yang terpola dalam lingkup budaya setempat, sambil tetap memurnikan nilai-nilai keaagaaman yang dianuti dan dihayati oleh setiap warga Indonesia. Patutlah diakui bahwa nilai-nilai kearifan lokal budaya justru menjadi sangat penting dan berharga dalam meretas kerukunan hidup umat beragama dalam bingkai moderasi beragama. Kearifan lokal budaya dapat membentuk karakter hidup seseorang, sebab sesungguhnya setiap pribadi dilahirkan dalam budaya dan dibesarkan dalam budaya. 

Kearifan lokal budaya dapat berjalan seiringan dengan perjalanan dan perkembangan zaman, yang pada gilirannya akan mempengaruhi karakter hidup sesorang. Berkenaan dengan waktu ini, kita bisa melihat tiga (3) babakan waktu yang mempengaruhi karakter hidup sesorang sekaligus sebagai pengafirmasian akan moderasi beragama dalam kehidupan bersama dalam keterberian waktu yakni :

Pertama, Waktu Kronos.Waktu kronos senantiasa mendeteksi perkembangan hidup setiap pribadi manusia sebagai pribadi yang bermartabat, berbudaya, beragama dan berbangsa. Setiap pribadi yang beragama dan berbudaya tak bisa mengelakkan diri dari waktu kronos ini. 

Waktu kronos senantiasa melekat dalam kehidupan manusia untuk menentuhkan keberadaan dan kesejatian dirinya. Dengan demikian, waktu kronos turut membentuk karakter hidup seseorang sebagai pribadi yang bermartabat dan berbudaya. Waktu kronos juga dapat memberikan penilaian akan sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupan bersama.

Kedua, Waktu Kairos. Waktu kairos adalah waktunya Tuhanwaktu berahmat. Allah senantiasa menganugerahkan rahmat kehidupan dan keselamatan semua orang. Hal ini telah diajarkan secara jelas dalam masing-masing ajaran agamanya. Waktu kairos justru memberikan penilaian dan putusan atas seluruh tindakan manusia (Benar-salah, Baikburuk) dalam membangun relasi dengan Tuhan dan sesama.

Ketiaga,Waktu Agon. Waktu yang menuntut sebuah pertanggung jawaban atas seluruh tindakan manusia ketika ada bersama dengan yang lain. Dalam waktu Agon ini, setiap manusia yang beragama dan berbudaya justru berhadapan langsung dengan Tuhan sebagai sumber kehidupan sejati. Tuhan sendiri sebagai hakim Agung yang memberikan putusan yang seadil-adilnya berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh manusia dalam penziarahan hidupnya.

Dalam babakan waktu ini, kita terpanggil untuk sebagai warga untuk bersikap rendah hati dan saling menghormati satu terhadap yang lain. Kita musti sadar diri bahwa justru dalam kemajemukan inilah, kita semakin matang dan dewasa dalam beragama, berbudaya dan berbangsa sehingga kita boleh dilahirkan sebagai pribadi yang beriman, bermoral, berbudaya dan bermartabat di dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.

Langkah Pemerintah Meretas Kerukunan Umat Beragama 

Pemerintah (Menteri Agama) telah memfokus perhatian dalam program kerjanya tentang Moderasi beragama. Pelbagai usaha dan perjuangan telah dimenangkannya berupa Pendidikan dan Latihan (Diklat) moderasi beragama yang diberikan kepada pegawai, pejabat dan dosen. Pemerintah juga terus berusaha dengan melakukan Training of Trainers (ToT), deteksi dini konflik keagamaan dan diolog lintas agama. 

Semuanya ini demi menciptakan kerukunan hidup umat beragama dalam bingkai moderasi beragama. Pemerintah telah mengelontorkan begitu banyak dana untuk mengadakan pelatihan demi terwujudnya moderasi beragama. Pemerintah juga telah menciptakan program-program unggulan sebagai langkah alternatip untuk mengempang segala bentuk konflik dalam kehidupan beragama.

Pemerintah juga telah membuka ruang dan memberikan tempat untuk dibangunkan Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) sekaligus mengintegrasikan Lima (5)Mapel Keagamaan dalam sturuktur muatan Kurikulum untuk SMAK. Ini pertanda bahwa sudah terpatrinya kebersamaan dalam kemajemukan untuk saling menghormati dalam perbagai aspelk kehidupan, terkhusu dalam aspek pendidikan. 

Begitu juga dengan terowong silaturami menjadi bukti sekaligus tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia dalam membangun kerukunan umat beragama di Indonesia. Terowong silaturahmi juga menjadi sejarah baru dalam kehidupan beragama di Indonesia. Segala usaha dan perjuangan dari pemerintah ini, hendaknya juga menjadi mandat imperatif bagi seluruh warga masyarakat dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bidang tugas kita masing-masing di mana saja kita berada. Kita musti membangun komitmen dan keasadaran diri akan penting dan berharganya nilai kerukunan hidup umat beragama di Indonesia. 

Sikap Gereja Katolik dalam membangun moderasi beragama

Sikap gereja katolik terhadap komunitas agama-agama yang lain sudah dimulai sejak adanya Konsili Vatikan II yang berlangsung dari tahun 1962-1965. Ada dua (2) dokumen yang melukiskan tentang sikap gereja katolik terhadap komunitas-komunitas agama lain yakni :

Pertama, Dokumen Nostra Aetate (Pada zaman ini). Dalam dokumen ini dilukiskan secara detail tentang sikap gereja katolik terhadap agama-agama yang lain. Pada point kedua ditegaskan tentang sikap gereja katolik terhadap agama Hindu dan Budha. Dan pada point yang ketiga, secara khusus mengambarkan sikap gereja katolik terhadap agama Islam. 

Dan pada point yang ketiga, melukiskan tentang sikap gereja katolik terhadap agama Yahudi. Gereja katolik sungguh menghoramti semua yang baik yang terdapat di dalam agama apapun. Inilah sikap revolusioner di dalam gereja katolik. Dan sesuadah dokumen ini, pihak takhta suci mendirikan sebuah lembaga untuk merefleksikan hal-hal berkenaan dewngan isi dokumen dimaksudkan. Lembaga itu diberi nama Dewan Kepausan untuk dialog antar agama.

Kedua, Dokumen Digitatis Humani (Martabat Manusia). Manusia sesungguhnya manusia diciptakan menurut gambar dan citra Allah sendiri (Kej.1 :26). Manusia sebagai “Imago Dei” nya Allah, memiliki harkat dan martabat yang sama. Martabata manusia sungguhsungguh mulia. Oleh karena martabat manusia sungguh mulia maka Suara hati menjadi sangat penting, yang memungkinkan munculnya kebebasan beragama. Hal ini tertuang dalam Undang-undang dasar tahun 1945, pasal 29 ayat 1 dan 2. Inilah dasar dari sikap gereja terhadap kopmunitas agama lain di dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai moderasi beragama. 

Catatan Kritis tentang Moderasi Beragama

Bebrapa catatan kritis berkenaan dengan moderasi beragama yang perlu dimaknai dan dihidupi secara bersama dalam berbangsa dan bernegara.

Pertama, Manusia diciptakan menurut gambar dan citra Allah sendiri. Manusia diserahi tugas untuk menghadirkan keselamatan bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. Manusia juga memiliki agama dan kepercayaan sebagai jalan menuju kepada keselamatan. “Alah menciptakan manusia menurut gambar dan citra-Nya sendiri. Menurut gambar Allah, diciptakannya dia laki-laki dan perempuan, diciptakan mereka” (Kej. 1 :27).

Kedua, Allah sungguh mencintai manusia dan meberkatinya. Abraham sebagai bapa para bangsa, diperintahkan oleh Allah untuk melahirkan keturunan seperti bintang di langit dan pasir di laut. Abraham melahirkan seoran anak bernama Ishak (Katolik) dan Ismail (Islam). 

Keduanya ini menjadi yang terberkati. Ishak dan Ismail menjadi yang terberkati maka seluruh keturunan mereka pun sungguh diucintai Allah dan menjadi yang terberkati.

Ketiga, Kelahiran baru. Agama Katolik dan Islam sungguhsungguh percaya kepada Bunda Maria (Katolik) dan Mariam (Islam) sebagai penyalur rahmat kasih Allah yang menghadirkan kehidupan baru di dalam kelahiran. Bunda Maria diyakini sebagai seorang Hamba Allah yang menunjukan kesetian dan kebesaran iman untuk menjadi rekan kerja Allah dalam mnenghadirkan karya keselamatan Allah. Dan karya keselamatan itu berpuncak pada Yesus Kristus sang Almasih (Katolik) dan Isa Almasih (Islam). Dengan pendasaran yang sama ini maka baik katolik maupun Islam, sungguh-sungguh bersaudara dan saling mencintai. 

Oleh karena itu, tidaklah bermoral jika terjadi perseteruan, tindakan narkis dan Fanatisme yang berlebihan ddalam membangun kebersamaan hidup dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Penutup

Meretas Kerukunan Hidup Umat Beragama merupakan impian kita bersama dalam membangun dialog beragama. Nilai-nilai dalam hidup agama justru memberikan jaminan kebahagian dan keselamatan bagi setiap penganutnya. Untuk itu kita musti saling menghormati satu terhadap yang lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bapak Paus Fransiskus I menegaskan bahwa, “Barangsiapa membangun tembok maka ia sendiri akan terkurung dalam tembok itu. Barangsiapa membangun jembatan, akan membuka jalan untuk sebuah perjalanan yang panjang”. Dan jalan panjang itu adalah membangun kerukunan umat beragama di tanah Air Indonesia menuju Tahun Toleransi Indonesia di tahun 2022. 

Marilah kita terus meretas kerukunan hidup umat beragama di Tanah Air Indonesia ini. “Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Kalau bukankita, siapa lagi”. 

* Daftar Pustaka :

1. Majalah Hidup, Penerbit Obor, tanggal 15 Oktober 20212. 

2. Dokumen tentang Persaudaraan Manusia (Perjalanan Apostolik Bapak Suci Paus Fransiskus ke Uni Emirat Arab, tanggal 3-5 Pebruari 2019), hal.9-11

3. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

4. Dokumen Konsili Vatikan II

5. Kleden Leo, Bahan Kuliah Filsafat Ketuhanan (Manuskrip), Ledalero, 1996

6. Wawancara dengan RD. Venus Daton (Islamolog), Imam Praja Keuskupan Denpasar, 01 November 2021

7. Yuyus Kardiman, Bahan Ajar : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Penerbit Airlangga tahun 2018

8. Kung Hans “Prefee” dalam Wiliam G. Oxtoby, The Meaning of ather faith philodelphia, wesminter press, 1983


Iklan

Iklan