Kupang — Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) atau Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di SMK Negeri 2 Kupang tahun ajaran 2025/2026 menghadapi tantangan besar. Tak hanya jumlah pendaftar yang mengalami penurunan, tetapi juga sorotan tajam terhadap pungutan biaya registrasi yang dianggap membebani orang tua murid di tengah tekanan ekonomi.
Ketua Panitia Penerimaan Murid Baru SMK Negeri 2 Kupang, Yohanes Lomi, S.Pd., dalam keterangannya kepada media, Senin (30/6/2025), menjelaskan bahwa sejak dibuka pada 26 Juni 2025, tren pendaftaran menunjukkan penurunan dari hari ke hari.
“Pada hari pertama sesi pagi dan siang, total kami menerima 250 calon murid baru. Namun pada hari kedua dan ketiga, jumlahnya turun drastis. Hari kedua hanya 9 orang per sesi, dan hari ketiga bahkan hanya 9 dan 8 orang,” jelas Anis sapan akrabnya.
Ia mengakui, dari 22 rombongan belajar (rombel) yang disiapkan pihak sekolah, total pendaftar hanya mencapai 568 orang. Setelah dikurangi empat calon murid yang mengundurkan diri, jumlah murid yang diterima menjadi 564 orang. Beberapa jurusan yang peminatnya rendah bahkan masih kekurangan siswa.
Yohanes juga membeberkan bahwa selain tantangan jumlah pendaftar, persoalan biaya juga menjadi bagian dari sistem penerimaan. Walau pendaftaran ulang dinyatakan gratis, pihak sekolah memberlakukan pungutan biaya registrasi bagi siswa baru sebesar Rp2.500.000.
“Pungutan ini bukan biaya pendaftaran, melainkan biaya registrasi siswa baru yang telah diterima. Ini sudah diberlakukan sejak 2014 dan tetap berlaku hingga 2024 berdasarkan hasil rapat bersama dengan orang tua, komite sekolah, dan pimpinan sekolah. Untuk tahun 2025, besarannya akan disepakati dalam pertemuan bersama orang tua siswa pada 3 Juli nanti,” ujarnya.
Ketua Panitia juga membeberkan soal biaya registrasi terdiri atas dua paket: Paket A untuk kebutuhan langsung siswa dan Paket B sebagai sumbangan pengembangan sekolah. Berikut rinciannya:
Paket A:
Baju praktik: Rp175.000
Baju jurusan (kombinasi): Rp150.000
Baju olahraga: Rp150.000
Topi, dasi, dan atribut sekolah: Rp100.000
Biaya Praktek Kerja Lapangan (PKL): Rp450.000 (dipungut di awal meski digunakan saat kelas 3)
Iuran sekolah per bulan selama 3 bulan: Rp450.000 (Rp150.000/bulan)
Asuransi kecelakaan siswa untuk 3 tahun: Rp100.000
Paket B:
Sumbangan pengembangan sekolah: Rp725.000 (dibayar satu kali selama tiga tahun)
Total pungutan untuk satu siswa baru mencapai Rp2.500.000.
Anis Lomi menegaskan, dana tersebut dibutuhkan untuk menutupi kekurangan biaya operasional yang tidak dapat ditanggung oleh Dana BOS.
Sementara Plt. Kepala SMK Negeri 2 Kupang, Ir. Lazarus Dara Nguru, mengatakan bahwa dana iuran bulanan Rp150.000 digunakan untuk membayar honor guru dan pegawai non-PNS.
“Saat ini kami memiliki 65 guru honor dan 28 pegawai honor. Total lebih dari 90 orang yang belum diangkat menjadi ASN atau PPPK. Dari pengangkatan PPPK tahun ini, hanya satu guru yang lolos. Selebihnya masih mengabdi dengan dana komite,” kata Lazarus.
Ia juga menyebut bahwa aturan terbaru membuat Dana BOS hanya dapat digunakan maksimal 20% untuk pembayaran honor, turun dari 50% pada regulasi sebelumnya. “Itu sebabnya kami masih mengandalkan dana dari iuran siswa agar proses belajar-mengajar tetap berjalan.”
Kepala Sekolah menuturkan terhadap pungutan biaya dan berkaitan dengan tuntutan transparansi, serta pemintaan penyampaian secara terbuka alokasi dana yang diperoleh, baik dari BOS maupun pungutan lainnya pihaknya selaku pengembang pendidikan di sekolah tersebut bersedia mempertanggungjawabkan.
“Kami berkomitmen untuk transparan. Mulai tahun ini kami akan menyiapkan papan informasi penerimaan dan pemanfaatan Dana BOS serta pungutan dari orang tua. Ini bagian dari implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,” jelas Kepala Sekolah.
Namun, langkah tersebut diakui Lazarus tak mudah, karena masih ada resistensi dari lingkungan sekolah terkait keterbukaan informasi ke publik. “Ini tantangan yang harus kami jawab. Masyarakat punya hak untuk tahu bagaimana uang mereka digunakan,” tambahnya.
Menurunnya jumlah pendaftar di tengah pungutan tinggi di SMK Negeri 2 Kupang menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan di NTT. Pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan diharapkan segera melakukan evaluasi terhadap sistem PPDB dan mekanisme pungutan agar tidak menjadi penghalang akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Sementara sekolah mencoba bertahan dengan sistem yang sudah berjalan selama bertahun-tahun, perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat menuntut adanya kebijakan yang lebih adaptif, transparan, dan berkeadilan. *(go)