Jangan Hanya Omong Sampai Mulut Bengkak,” Ketua Kelompok Tani Benbantuan Fatubena Suarakan Kebutuhan Nyata Petani


Kupang, mutiara-timur.com - KETUA Kelompok Tani Benbantuan Fatubena, Kelurahan Kolhua Kota Kupang, Marten Bois, mengisahkan pengalaman nyata tentang sentuhan bantuan yang diterima kelompoknya. Ia didampingi oleh anggota kelompok: Yumaris Hedmina, Maria Paijo, Frencina Ibunenokatu (Desa Tunfeu), Denci Timo (Desa Tunfeu), Yunita Ola (Desa Tunfeu), dan Gisela Takain (Desa Tunfeu), Rabu (10/12/2025).

Sang Ketua menjelaskan asal-usul nama kelompok. “Benbantuan itu bahasa sini, bahasa Helong. Artinya lebih kepada marga Bois. Itu dia punya, silakan bilang dia punya. Kalau di sini bilang suku, Benbantuan berkaitan suku Bois,” ungkapnya.

Ia kemudian menceritakan kondisi air di wilayah tersebut. Menurutnya, air sebenarnya cukup, namun seluruh proses penyiraman masih dilakukan secara manual. “Kalau di sini air itu cukup. Hari itu ya mau dibilang cukup, cukup. Hanya itu yang dari petani untuk bertani pakai manual, ya pikul saja,” jelasnya.

Di sekitar wilayah itu terdapat dua sumur bor bantuan pemerintah: satu dari pemerintah Kota Kupang yang terletak di depan Gereja Nazaret, dan satu dari pemerintah Provinsi NTT yang terletak di area kebun. Kedalaman dua sumur bor tersebut masing-masing sekitar 153 meter (kebun) dan 105 meter (depan gereja). Air dipakai untuk pertanian sepanjang musim serta kebutuhan minum dan ternak seperti sapi, kerbau, kuda, dan babi.

Soal lahan, ia mengakui tidak mengetahui pasti total luas wilayah yang digarap. Setiap keluarga mengerjakan lahan sendiri-sendiri, sebagian merupakan lahan garapan milik tuan tanah. “Kalau hasil, kita ambil sendiri. Pemilik tanah datang ambil tanah, tapi kalau hasil tidak dibagi,” jelasnya.

Tanaman yang dibudidayakan antara lain jagung, pakcoy, sayur manis, tomat, terung, dan lombok. Jagung ditanam baik dari bibit bantuan pemerintah maupun benih lokal hasil seleksi. Bantuan bibit umumnya turun pada November. Satu kelompok berisi 16 orang, masing-masing mendapat satu kilogram bibit. Pupuk mereka beli sendiri karena pupuk bantuan provinsi tidak turun ke kelompok.

Peralatan kelompok masih sangat sederhana. “Belum pernah dapat bantuan alat pertanian,” ungkapnya. Aktivitas buka lahan, tanam, hingga panen dikerjakan bersama. Mereka memiliki struktur kelompok lengkap dan didampingi petugas PPL yang memberi arahan umum. Pelatihan dari pemerintah baru satu kali, yaitu terkait pembibitan di Balai Pertanian Provinsi.

Yayasan Cirma, yang mulai hadir sekitar satu tahun terakhir, telah memberikan pelatihan pembuatan pupuk, cara menghitung curah hujan dengan peralatan sederhana, serta penguatan kelompok. Namun kegiatan masih dalam tahap awal karena wilayah ini baru menjadi dampingan.

Dalam kesempatan itu, Marten memberi penegasan yang cukup keras. Ia berharap pemerintah tidak sekadar datang membawa janji.

“Jangan omong-omong saja sampai mulut bengkak, tapi bukti tidak ada,” tegasnya.

Ia kembali mengingatkan bahwa kebutuhan petani sangat jelas dan sederhana. “Yang kami butuh itu untuk siram, karena sekarang manual. Kalau boleh dapat selang agar bisa olah tanah lebih ringan,” ujarnya penuh harap.*go

Iklan

Iklan