Fraksi Demokrat Kritik Ketidaksinkronan Regulasi Pajak Daerah NTT

KUPANG — Pembahasan perubahan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memasuki babak penting. Dalam sidang paripurna, Rabu, 10 Desember 2025, Fraksi Partai Demokrat DPRD NTT menyampaikan pandangan umum yang bernada kritis terhadap rancangan perubahan Perda tersebut.

Meski membuka pernyataan dengan apresiasi atas penjelasan Gubernur, Fraksi Demokrat menilai perubahan yang diajukan Pemerintah Provinsi tidak cukup hanya bersifat administratif. Mereka menekankan perlunya pembenahan menyeluruh agar Perda yang dihasilkan betul-betul adil, tidak menambah beban ekonomi masyarakat, serta tidak mengganggu iklim usaha yang sudah rapuh.

Sorotan Utama: Ketidaksinkronan Regulasi dan Minimnya Partisipasi Publik

Pandangan Fraksi dalam Paripurna itu masing masing tidak dibacakan. Hanya diserahkan ke pimpinan sidang.  

Juru bicara Fraksi Demokrat DPRD ntt , Astria Blandina Gaidaka,  mengidentifikasi tiga persoalan besar yang melekat pada Perda 1/2024.

Pertama, hasil evaluasi Kementerian Keuangan menunjukkan adanya pasal-pasal yang tidak selaras dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023. “Ini bukti bahwa harmonisasi regulasi sejak awal penyusunan Perda tidak berjalan optimal,” tegas juru bicara fraksi.

Kedua, pemerintah pusat menilai masih ada materi Perda yang berpotensi menambah beban masyarakat dan memengaruhi iklim usaha. Demokrat menyebut perlunya peninjauan ulang logika kebijakan agar tidak terjadi overregulasi di sektor yang sensitif.

Ketiga, Demokrat menyoroti minimnya keterlibatan publik dalam proses penyusunan Perda. Kelompok usaha, akademisi, pelaku UMKM, serta masyarakat sipil dinilai tidak dilibatkan secara memadai, sehingga beberapa objek dan tarif retribusi dianggap tidak proporsional dengan kondisi lapangan.

Selain itu, Fraksi Demokrat mengingatkan adanya potensi penambahan objek retribusi baru yang dinilai belum melalui kajian akademik yang memadai. Tanpa analisis dampak ekonomi, penambahan objek baru justru dikhawatirkan memperberat biaya ekonomi NTT dan menurunkan daya saing investasi.

Desakan Kuat: Revisi Menyeluruh, Bukan Tambal Sulam

Menanggapi persoalan tersebut, Fraksi Demokrat menegaskan perlunya harmonisasi regulasi secara total, bukan sekadar memperbaiki ketentuan yang bermasalah.

“Sinkronisasi menyeluruh harus menjadi prioritas. Jika tidak, pemerintah pusat akan terus melakukan evaluasi ulang dan ini menghambat kepastian kebijakan fiskal daerah,” ujar juru bicara fraksi, Astria Blandina Gaidaka.

Demokrat secara tegas menolak kenaikan tarif pajak dan retribusi yang berpotensi menambah beban kelompok rentan seperti UMKM, nelayan, petani, dan pekerja sektor informal. Regulasi fiskal, kata mereka, harus berpihak pada rakyat dan realistis secara ekonomi.

Fraksi ini juga mendorong kewajiban kajian akademik komprehensif untuk setiap rencana penambahan objek retribusi. Simulasi dampak terhadap harga komoditas, inflasi, logistik, dan struktur biaya ekonomi NTT yang relatif tinggi disebut mutlak perlu.

“Regulasi yang baik tidak hanya patuh hukum, tetapi juga sehat secara ekonomi dan sosial,” tegas Astria Gaidaka.

Digitalisasi Pajak Jadi Jalan Tengah Tanpa Membebani Masyarakat

Alih-alih meningkatkan tarif, Demokrat menawarkan strategi alternatif: optimalisasi pendapatan daerah melalui digitalisasi pajak dan retribusi, penertiban wajib pajak, penguatan administrasi, dan pengawasan kebocoran penerimaan.

Dengan pendekatan ini, peningkatan pendapatan daerah dapat dicapai tanpa memungut lebih banyak dari masyarakat.

Rekomendasi Kunci: Tunda Objek Baru, Perkuat Konsultasi Pusat

Dalam rekomendasinya, Fraksi Partai Demokrat meminta Pemerintah Provinsi untuk:

1. Menyusun ulang Ranperda dengan menjamin sinkronisasi penuh dengan ketentuan nasional.

2. Menunda penetapan objek retribusi baru yang belum memiliki kajian sosial-ekonomi memadai.

3. Melakukan konsultasi intensif dengan Kementerian Keuangan dan Kemendagri agar tidak terjadi evaluasi berulang.

4. Mempercepat digitalisasi penerimaan daerah untuk menutup kebocoran pendapatan tanpa menaikkan tarif.

Fraksi Demokrat juga menegaskan bahwa seluruh proses harus dijalankan secara transparan dan akuntabel, dengan orientasi pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan warga.

Menutup pandangan umumnya, Demokrat menyatakan kesiapan mengikuti pembahasan Ranperda ke tahap berikutnya, dengan komitmen bahwa setiap perubahan aturan harus mengedepankan kepentingan rakyat dan kesehatan fiskal daerah.

“Perubahan regulasi harus berjalan searah dengan pembangunan yang berkelanjutan dan pengelolaan keuangan daerah yang bertanggung jawab,”  tandas Astria Blandina Gaidaka 

“Bersama Rakyat, Perjuangan Demokrat Menuju Perubahan dan Perbaikan.” *hj

Iklan

Iklan