NTT Gelar Konsultasi Publik Tingkat Provinsi untuk Pembentukan Kawasan Konservasi Daerah Belu


Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT gelar konsultasi publik tingkat provinsi usulan pembentukan Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Belu, langkah strategis menuju penetapan kawasan konservasi perairan di wilayah perbatasan dengan Timor Leste.

Kupang — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT menggelar Konsultasi Publik Tingkat Provinsi terkait Usulan Pembentukan Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Kabupaten Belu yang berlangsung di Kupang, Kamis (24/10/2025).

Kegiatan ini merupakan bagian dari tahapan menuju penetapan Calon Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Belu, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi.

Sekretaris DKP Provinsi NTT, Stefania T. Boro, yang hadir mewakili Kepala Dinas KP Provinsi NTT, menjelaskan bahwa konsultasi publik ini menjadi momentum penting untuk menyamakan persepsi berbagai pihak di tingkat provinsi sebelum pengajuan resmi penetapan kawasan konservasi ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

 “Kegiatan ini sangat penting karena menjawab amanat dari Perda Nomor 4 Tahun 2024 tentang RTRW Provinsi NTT, yang di dalamnya sudah mengalokasikan ruang laut untuk kawasan konservasi perairan di Belu,” jelas Stefania.

Ia menambahkan bahwa pembahasan dalam konsultasi publik tidak hanya bersifat administratif, namun merupakan hasil dari proses panjang yang telah dilakukan sejak 2022, mulai dari survei ekologi dan sosial ekonomi, pemetaan partisipatif, hingga konsultasi publik di tingkat desa dan kabupaten.

 “Kami telah melalui seluruh tahapan sesuai ketentuan, termasuk survei oleh Konservasi Indonesia dan dukungan teknis dari BPSPL Denpasar Wilker Kupang serta akademisi. Hari ini kami menyajikan dokumen lengkap di hadapan berbagai pihak di level provinsi,” ujar Stefania.

Menurutnya, kawasan konservasi perairan Belu memiliki nilai strategis tidak hanya dari sisi ekologi, tetapi juga sosial-ekonomi dan geopolitik.

Selain berfungsi melindungi keanekaragaman hayati laut dan menjamin keberlanjutan perikanan, kawasan ini juga menjadi wilayah perbatasan langsung dengan Timor Leste, sehingga memiliki makna penting dalam menjaga kedaulatan negara.

 “Kawasan ini adalah kawasan perbatasan. Selain menjaga ekosistem laut, pengelolaan KKD Belu juga berarti menjaga keamanan wilayah laut Indonesia di garis depan,” tegasnya.

Stefania menuturkan, melalui konsultasi publik ini DKP Provinsi NTT bersama seluruh pemangku kepentingan ingin memastikan bahwa pembentukan KKD Belu benar-benar memberi manfaat luas — baik bagi masyarakat pesisir, pemerintah kabupaten, maupun pemerintah provinsi.

 “Kami ingin agar kawasan konservasi ini menjadi multi-pihak, artinya pengelolaannya nanti melibatkan pemerintah, masyarakat, dan mitra seperti Konservasi Indonesia, akademisi, serta lembaga konservasi lainnya. Semua pihak punya peran,” pungkasnya.

Sebelumnya, pengalokasian ruang untuk Kawasan Konservasi Daerah Belu dan Perairan Sekitarnya telah tercantum dalam Perda Nomor 4 Tahun 2024 tentang RTRW Provinsi NTT 2024–2043, dengan luas perairan sekitar 12.448,82 hektare mencakup lima desa pesisir yakni Fatuketi, Dualaus, Jenilu, Kenebibi, dan Silawan.

Proses berikutnya, Pemerintah Provinsi NTT akan mengajukan permohonan penetapan KKD Belu kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, untuk selanjutnya ditetapkan secara resmi sebagai bagian dari Kawasan Konservasi Perairan NTT yang berkelanjutan dan adaptif. *(go)











Iklan

Iklan