Kupang, Mutiara-Timur.com – SETELAH lima tahun beroperasi tanpa menghasilkan keuntungan, Perusahaan Daerah Kawasan Industri Bolok (KI Bolok) akhirnya menyatakan komitmennya untuk menyetorkan dividen sebesar Rp250 juta kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2025.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi baru di bawah kepemimpinan Direktur Utama KI Bolok, Tonny Dima, yang mulai menjabat sejak 19 Desember 2024.
“Target kami tahun ini adalah memberikan dividen minimal Rp250 juta kepada pemerintah. Jumlahnya nanti disesuaikan dengan keputusan pemegang saham tunggal, yaitu Gubernur NTT,” ungkap Tonny Dima kepada media, Selasa (8/7).
KI Bolok selama ini dikenal sebagai kawasan industri yang stagnan. Sejak dibentuk tahun 2019, perusahaan ini belum pernah menyumbangkan deviden satu rupiah pun ke kas daerah. Bahkan pada tahun anggaran 2024, KI Bolok mencatat kerugian hingga Rp700 juta. Kondisi ini menjadi sorotan sejumlah pihak, termasuk pengacara yang mengkritik kurangnya perhatian terhadap kinerja badan usaha milik daerah ini.
Tonny Dima mengakui bahwa salah satu kendala utama yang membuat pengembangan kawasan ini berjalan lamban adalah masalah lahan. Dari total luas kawasan sekitar 900 hektare, baru sekitar 200 hektare yang telah tersertifikasi secara resmi.
“Masalah utama adalah kejelasan batas tanah. Masyarakat yang ingin mengurus sertifikat juga kesulitan karena harus melalui rekomendasi yang bukan kewenangan kami. Status tanah masih milik Pemerintah Provinsi, sehingga kami arahkan ke Badan Aset,” jelasnya.
Polemik batas lahan ini bahkan sempat ramai di media sosial beberapa waktu lalu. Namun Tonny memastikan bahwa persoalan tersebut kini dalam proses penyelesaian administratif, dan ke depan tidak akan lagi menjadi hambatan besar.
Sejak diluncurkan pada masa Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat, kawasan industri yang digadang-gadang akan menjadi motor pertumbuhan ekonomi NTT ini baru berhasil menarik minat lima investor. Salah satu yang paling konkret adalah investor pengolah porang asal Cina.
Investor tersebut telah menandatangani MoU dengan KI Bolok untuk memanfaatkan lahan seluas 4 hektare guna membangun pabrik pengolahan porang. Pabrik ini bukan untuk sektor pertanian, melainkan untuk mengolah hasil porang menjadi produk siap ekspor.
“Mereka sudah punya pabrik di Jawa Timur dan sekarang mau buka lagi di sini. Kami sangat terbuka untuk investasi semacam ini karena bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lokal,” kata Tonny.
Namun Tonny menekankan bahwa pengembangan kawasan industri tak bisa hanya mengandalkan niat baik investor. Dibutuhkan strategi pemasaran yang aktif, ketersediaan infrastruktur dasar, serta kemudahan akses dan layanan kawasan.
Untuk menarik lebih banyak tenant industri, KI Bolok telah meluncurkan berbagai strategi pemasaran sejak April 2025. Salah satunya adalah pemasangan roll banner di 14 titik strategis di Kota Kupang, termasuk di 10 hotel dan 4 restoran. Langkah ini akan dilanjutkan dengan pemasangan TV interaktif di Bandara El Tari pada bulan Juli.
“Kami ingin menyasar titik lalu-lalang para investor. Bahkan kami pertimbangkan promosi ke Labuan Bajo, meski harus kami hitung lagi karena keterbatasan anggaran,” ujarnya.
Selain itu, KI Bolok juga menjalin komunikasi aktif dengan organisasi pengusaha seperti KADIN dan APINDO, serta mengikuti pameran industri. Dalam kegiatan itu, mereka membagikan brosur, kartu nama, dan mengumpulkan database kontak calon investor.
“Kita terus kirimkan update lewat newsletter ke perusahaan-perusahaan yang kita jaring dari pameran. Harapannya mereka tertarik datang dan berinvestasi,” terang Tonny.
Selain pemasaran, penataan kawasan industri juga menjadi fokus utama KI Bolok. Beberapa fasilitas dasar seperti air bersih dan pengolahan air limbah (IPAL) masih belum tersedia secara memadai.
Namun harapan muncul setelah Sinar Mas Group melakukan survei lokasi. Mereka mempertimbangkan kemungkinan pembangunan IPAL di kawasan KI Bolok, yang nantinya bisa digunakan oleh para tenant.
“Kalau mereka bersedia bangun, kita tinggal konversi lahannya. Kita hitung berapa luas yang mereka butuhkan dan kita beri ruang agar mereka juga dapat manfaat,” ujar Tonny.
KI Bolok juga membuka peluang kerja sama untuk pembangunan gudang siap pakai dan pabrik skala kecil, yang nantinya bisa disewakan ke pelaku usaha dan industri. Model bisnis ini disebut sebagai salah satu cara agar perusahaan mulai menghasilkan pendapatan tetap.
“Kami ini seperti mall. Kalau tidak ada tenant masuk, ya tidak ada penghasilan. Maka fokus utama kami sekarang adalah mengisi kawasan ini dengan aktivitas nyata,” tegas Tonny.
Tahun 2025 dipandang sebagai momentum kebangkitan KI Bolok. Setelah bertahun-tahun dicap sebagai proyek mati suri, manajemen baru di bawah Tonny Dima bertekad menjadikan kawasan industri ini lebih hidup, menarik investor, dan memberi kontribusi nyata kepada Pemprov NTT.
“Kami ingin buktikan bahwa kawasan industri ini bisa tumbuh dan memberi dampak. Tahun ini harus jadi titik balik: dari rugi menuju untung, dari stagnan menuju bergerak,” pungkas Tonny. *(go)