SMPN 16 Kupang Mulai Hijau di Tangan Kepsek Baru, Tapi Sampah, Vandalisme, dan Fasilitas Masih Jadi PR Besar

KOTA KUPANG — Kepala Sekolah SMP Negeri 16 Kupang, John Suni, mengklaim sekolah yang ia pimpin sejak tahun 2021 kini mulai menunjukkan wajah baru yang lebih hijau dan terkelola. Namun di balik klaim itu, masih tersisa banyak pekerjaan rumah — mulai dari minimnya kesadaran warga sekolah terhadap kebersihan, tindakan vandalisme, hingga fasilitas sekolah yang belum layak.

Dia mengatakan, bahwa meskipun telah terjadi perubahan, kondisi fisik sekolah secara keseluruhan masih jauh dari kategori "layak". Beberapa ruang kelas tidak memiliki kaca jendela, pagar sekolah belum dibangun, dan rumah penjaga sekolah bahkan belum tersedia secara permanen. Tembok gedung kotor, lapangan gersang dan berdebu, dan di sisi timur sekolah tumbuh semak liar menyerupai hutan kecil yang tidak terurus.

Menurut Kepala Sekolah John Suni, perubahan pertama yang ia lakukan setelah menjabat adalah membangun rumah penjaga sekolah secara swadaya dan memastikan ketersediaan air bersih, sesuatu yang sebelumnya menjadi masalah utama. Bahkan, ada masa di mana siswa harus pergi ke rumah warga sekitar hanya untuk menggunakan toilet karena sekolah tidak memiliki air.

“Saya datang, lihat dulu sekolah ini sangat kotor dan tidak punya air bersih. Jadi prioritas saya adalah air. Toilet dibangun, tapi air tidak ada. Maka kami cari solusi pasang pipa PDAM,” ungkapnya.

John juga mulai menanam pohon-pohon dan bunga, sebagian besar dari bibit yang ia bawa langsung dari rumah. "Pohon pisang, mangga, hingga pinang — saya bawa sendiri. Bahkan pohon pinang besar di depan itu sudah 4 tahun usianya, saya tanam sendiri," ujar Kepsek John sambil menunjuk beberapa area di sekitar sekolah.

Uniknya, sebagai bentuk pendekatan non-kekerasan, pihak sekolah memberlakukan sanksi edukatif bagi siswa pelanggar tata tertib. “Kalau ada siswa lompat pagar, berkelahi, atau buang sampah sembarangan, saya tidak marahi atau hukum fisik. Saya suruh mereka tanam pohon dan rawat. Kami sebut itu ‘pohon dosa’,” jelasnya sambil tersenyum.

Beberapa kali sekolah juga memanen pisang dari kebun yang dirawat siswa-siswa tersebut. Strategi ini diharapkan membentuk rasa tanggung jawab sekaligus kepedulian terhadap lingkungan.

Namun, di balik berbagai upaya tersebut, Kepala Sekolah John Sumi tidak menutupi fakta bahwa budaya bersih dan peduli lingkungan masih menjadi tantangan berat. “Sampah jadi masalah besar. Tempat sampah ada, tapi tidak digunakan dengan benar. Bahkan saya pernah tangkap guru yang buang tisu ke pot bunga,” ungkapnya.

Ia menuturkan bahwa program “Sampahku Tanggung Jawabku” yang sempat dijalankan selama satu tahun, di mana siswa diwajibkan membawa kantong kresek untuk sampah pribadi, tidak bertahan lama. “Karena kebiasaan dari rumah itu sulit diubah. Anak-anak buang sampah sembarang, bahkan guru pun ada yang begitu,” tambahnya.

Vandalisme juga sempat menjadi masalah kronis. Coretan di meja, tembok, dan fasilitas sekolah sangat meresahkan. Namun, dengan pendekatan tegas, kini kasusnya mulai menurun. “Saya tidak main-main. Kalau ketahuan mencoret atau merusak, saya panggil orang tuanya. Saya beri dua pilihan: pindah sekolah atau patuhi aturan,” katanya.

Kondisi bangunan sekolah juga belum sepenuhnya pulih pasca-bencana badai Seroja. Banyak gedung merupakan bangunan lama yang belum direnovasi. Total ada 11 ruang kelas utama dan 8 ruang tambahan, termasuk aula dan laboratorium IPA yang disekat untuk menampung 18 rombongan belajar (rombel) yang aktif.

Dengan jumlah siswa sebanyak 592 orang dan guru serta pegawai berjumlah 45 orang, ditambah 16 guru P3K, sekolah masih harus melakukan efisiensi ruang dan tenaga. Pembelajaran berlangsung lima hari dalam seminggu, sementara hari Sabtu digunakan untuk pengembangan bakat dan minat siswa serta rapat guru.

John Suni menyadari bahwa label "sekolah hijau" bukan hanya tentang menanam tanaman atau memasang tempat sampah. “Ini soal budaya. Budaya menjaga kebersihan, merawat tanaman, dan menghormati fasilitas umum. Dan itu tidak bisa instan,” tegasnya.

Ia berharap seluruh warga sekolah, termasuk guru dan orang tua, bisa menjadi bagian dari gerakan perubahan ini. “Kalau guru masih buang sampah sembarangan, bagaimana anak-anak bisa belajar disiplin? Semua harus jadi contoh,” pungkasnya

Kesadaran akan kebersihan pada sekolah ini sesuai yang disampaikan oleh Kepala Sekolah dapat terlihat juga berdasarkan hasil pantauan media ini pada tanggal 2 Juni dan 3 Juni 2025. Faktanya bahwa masih ada kertas, plastik botol minuman dedaunan yang kurang mendapat perhatian untuk dibersihkan. Bahkan ada tempat sampah kecil dan tisu yang dibuang begitu saja di sekitar taman bunga dan juga terlihat ada air yang tergenang menjadi becek di lantai dan sekitarnya. Mungkinkah warga dari komunitas SMP Negeri 16 ini perlu mendapat edukasi lebih lanjut? *(go)


Iklan

Iklan