Kupang — Di tengah geliat seni budaya di Kota Kupang, Musik Kampung Siowora tampil sebagai nafas baru yang memukau. Hadir dari rahim Kerukunan Keluarga Besar Maumere (KKBM) Kabupaten Sikka, kelompok musik ini bukan sekadar pengisi panggung hiburan, tetapi aset budaya otentik yang patut diperhitungkan sejajar dengan gong waning dan hegong yang telah lebih dulu dikenal publik.
Nama Siowora mungkin belum sepopuler kelompok gong tradisional lainnya, tetapi semangat dan karya mereka telah menembus berbagai panggung bergengsi. Moat Sabinus, pimpinan kelompok ini, bersama para anggota yang berdedikasi, membuktikan bahwa musik kampung bukan sekadar nostalgia, tapi juga bentuk nyata kontribusi terhadap pelestarian budaya Maumere di tanah rantau.
Menurut Hendrikus Laka, Ketua Bidang Seni Budaya KKBM Kota Kupang, kehadiran Siowora menjadi bagian penting dari program kerja seni budaya yang sedang berjalan. Dalam acara ramah tamah sambutan baru Keluarga Conterius di bilangan Naikoten 1 pada Minggu (22/6), Hendrikus menjelaskan bahwa dirinya sudah hampir dua tahun mendampingi grup ini.
“Saya bergabung karena hobi, dan saya menyaksikan langsung bagaimana mereka tumbuh, bukan karena sponsor besar, tapi karena komitmen,” tutur Hendrikus.
Tak tanggung-tanggung, Siowora telah tampil empat kali di Lasiana atas permintaan Dinas Pariwisata Provinsi NTT untuk menyambut wisatawan asing sepanjang tahun 2024. Selain itu, mereka juga tampil di Taman Budaya Gerson Poyk, serta atas undangan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT. Semua panggung ini mereka jalani dengan semangat, walaupun fasilitas yang digunakan masih hasil swadaya mandiri.
Program Seni Budaya KKBM sendiri juga mencakup berbagai bentuk kesenian lain seperti gong waning, feko genda, dan pembentukan paduan suara, tetapi Siowora memiliki tempat tersendiri karena keunikannya: memadukan instrumen kampung dengan semangat modernitas yang inklusif. *(go)