Hardiknas 2025 di NTT Pecahkan Rekor Dunia: 30.000 Penari Serentak, 12.000 Pembaca Puisi, dan Semangat Ayo Bangun Jadi Gerakan Massal

Foto: Kadis P dan K Ambrosius Kodo, S.Pd., (Kiri) dan Ketua Panitia Hardiknas 2025 Zet Adoe ( Kanan)

Kupang  – Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun ini dirayakan secara luar biasa di Nusa Tenggara Timur (NTT). Di bawah semangat besar "Ayo Bangun NTT" dan gerakan "Ayo Bangun Pendidikan", perayaan Hardiknas 2025 bukan hanya menjadi momen simbolik, tetapi berubah menjadi gelombang nyata partisipasi pendidikan dan kebudayaan dari seluruh penjuru daerah.

Demikian disampaikan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Ambrosius Kodo, S.Pd., MM, kepada media, Jumat (2/5).

 “Hardiknas tahun ini bukan sekadar seremoni. Kita ingin membuktikan bahwa semangat dan tenaga untuk membangun NTT itu juga ada di sektor pendidikan. Melalui gerakan Ayo Bangun NTT dan Ayo Bangun Pendidikan, kita dorong anak-anak mencintai potensi lokal dan menumbuhkan kesadaran bahwa pembangunan harus dimulai dari budaya dan kearifan sendiri,” ujar Ambrosius Kodo.

Rangkaian kegiatan Road to Hardiknas telah dimulai jauh sebelum 2 Mei. Salah satu kegiatan yang paling menyentuh adalah sayembara menulis surat untuk Gubernur NTT, yang diikuti oleh 1.700 siswa SMA dan SMK se-NTT. Surat-surat pilihan terbaik telah dikurasi oleh tim juri independen dan dibukukan menjadi “Surat untuk Gubernur”, sebuah testimoni nyata dari suara hati generasi muda NTT.

Tidak berhenti di situ, Dinas Pendidikan NTT juga menggelar Festival Literasi dan Sastra Daerah, yang menjadi bagian dari proyek perubahan bertajuk Genta Belis: Gerakan Nusa Tenggara Timur Membaca dan Menulis. Kegiatan ini bertujuan menumbuhkan kecintaan anak-anak terhadap potensi lokal melalui literasi dan bahasa ibu.

Puncak festival ini ditandai dengan pembacaan puisi massal oleh lebih dari 12.000 siswa dari jenjang SD hingga SMA/SMK di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Puisi dibacakan dalam tiga bahasa: Bahasa Dawan, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Selain menumbuhkan apresiasi sastra, kegiatan ini juga menjadi sarana penguatan kecerdasan kinestetik dan kolaboratif anak-anak lewat ekspresi lisan.

Tak hanya seni dan sastra, inovasi pendidikan juga dipamerkan dalam Gebyar SMK dan Pameran Produk SMA, yang menampilkan 41 stan SMK dan 32 stan SMA dari seluruh NTT. Anak-anak menampilkan berbagai hasil karya inovatif yang bertujuan menjawab tantangan teknologi tepat guna dan kebutuhan lokal. SMA pun tak kalah menunjukkan kreasi mereka, dari produk olahan pangan lokal hingga teknologi sederhana buatan siswa.

Namun momen paling monumental terjadi saat lebih dari 30.000 siswa dan peserta dari seluruh kabupaten/kota di NTT menari secara serentak dalam kegiatan NTT Menari. Tarian yang dipertunjukkan adalah tarian-tarian tradisional NTT yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda. Karena dilakukan secara serempak dan terhubung virtual lintas wilayah, Museum Rekor Indonesia bahkan mencatatkan peristiwa ini sebagai bagian dari rekor dunia.

Tarian ini bukan sekadar atraksi, melainkan juga sarana pendidikan. Dalam tarian, anak-anak belajar berkolaborasi, mengatur ritme tubuh, hingga menumbuhkan kecerdasan kinestetik. Dengan ini, tarian tradisional menjadi metode pendidikan yang holistik: mengajarkan nilai, kerja sama, identitas budaya, dan kecerdasan motorik secara bersamaan.

Kolaborasi luar biasa antara Pemerintah Provinsi NTT, bupati/wali kota, kepala sekolah, guru, serta seluruh elemen masyarakat pendidikan menjadi sorotan utama Hardiknas tahun ini. Gubernur bahkan menyapa langsung para bupati dan wakil bupati yang hadir dalam NTT Menari, menunjukkan bagaimana sinergi antarpemerintah dapat menjadi motor penggerak pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan.

“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Kami sangat mengapresiasi semua mitra yang sudah ikut menopang sektor pendidikan di NTT. Hardiknas ini hari besar kita semua. Mari terus bergandengan tangan dengan semangat kolaborasi,” tutup Ambrosius Kodo. 

Perayaan ini menunjukkan bahwa sejatinya pembangunan daerah harus dimulai dari potensi lokal, dan pendidikan adalah pintu gerbangnya. Dengan semangat Ayo Bangun NTT dan Ayo Bangun Pendidikan, masyarakat NTT kini makin yakin bahwa masa depan daerah mereka ada di tangan anak-anak yang dibina hari ini. *(go)







Iklan

Iklan