ADA RUANG GELAP DI BAWASLU (Ujian Integritas Ketua Bawaslu RI dan Tim Seleksi)

Oleh

Germanus Attawuwur

Pengantar

Tanggal 11 Juli 2023, Ketua Bawaslu RI, mengeluarkan surat, dengan perihal:”Perpanjangan Pengumuman Hasil Tes Tertulis dan Tes Psikologi dn Perubahan Waktu Pelaksanaan Tes Kesehatan.”Pada alinea pertama surat itu, ketua Bawaslu RI menulis:” Sehubungan dengan adanya beberapa kendala teknis dalam proses memastikan data NIK peserta tes Calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota masa jabatan 2023-2028…” 

Menanggapi berita itu, penulis memberikan komentar yang kemudian mendorong wartawan media online Selatan Indonesia untuk mewawancarai penulis. Hasil wawancara dipublish dengan judul:”Yang tidak rasional dari Penundaan Pengumuman Seleksi Anggota Bawaslu Kota dan Kabupaten.” Di dalam wawancara itu penulis mengatakan bahwa dalam sejarah rekriutmen calon bawaslu, baru pertama kali terjadi penundaan seperti ini. Alasan penundaan karena masih cek keabsahan NIK   peserta. Ini adalah alasan yang tidak rasional dan dibuat-buat. Jika alasan penundaan itu untuk mengecek NIK peserta, kenapa tidak dilakukan sejak pemeriksaan berkas administrasi calon? Dan, mengecek NIK peserta bukan kewenangan Bawaslu karena kewenangan itu pada tim seleksi.. Maka patut diduga kuat ada apa dengan Bawaslu dan ada apa dengan tim seleksi?” 

Setelah hasil wawancara itu dipublish, link berita itu dikirim kembali kepada penulis oleh seorang peserta tes. Di bawah link berita itu beliau menulis:” Ada ruang gelap di Bawaslu, dalam istilah di pedoman seleksi, ada review di Bawaslu RI sebelum diumumkan. Ini ruang di Bawaslu untuk utak atik calon yang sudah disiapkan tapi tidak masuk bisa diganti, sebaliknya calon yang tidak dikehendaki dengan mudah dieleminir. Ada calon yang tidak diloloskan tim seleksi tetapi diubah oleh Bawaslu dan direview untuk masuk. Selain itu untuk pemeriksaan esay tes yang jadi kewenangan timsel, disalahgunakan tim seleksi untuk mendongkrak nilai calon yang diunggulkan tim seleksi, meskipun ada peserta tes yang memiliki pengalaan pemilu panjang  dan juga berintegritas, dipatok nilai esay rendah. Sebaliknya yang tidak punya pengalaman pemilu (nol kilometer) nilai esay tinggi semua, padahal sejatinya nilai rendah karena 10 esay tes adalah soal study kasus pengawasan pemilu dan tata kelola kelembagaan Bawaslu. Terakhir soal mahar bagi yang dijanjikan lolos dengan sejumlah uang.”

Ruang Gelap dan Informasi Publik Yang Dirahasiakan

Ruang gelap adalah potensi yang patut diduga, dengan sengaja dirumuskan di dalam pedoman rekruitmen calon bawaslu, agar Bawaslu dengan sewenang-wenang dapat mengubah/mengganti hasil kerja tim seleksi dengan orang yang sudah dititipkan oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan. Ruang gelap itu, saya pinjam istilah pengawasan Bawaslu sendiri, berlaku secara sistematis, terstruktur dan massif. Ruang gelap ini berpotensi melahirkan pengawas pemilu yang tidak berintegritas dan tidak professional. Pengawas pemilu yang lahir karena titipan akan bekerja mengikuti irama sang penitip dan bekerja dengan prinsip asal bapa senang, biar ibu susah. 

Ruang gelap itu berbanding lurus dengan keputusan Bawaslu RI yang mengatakan bahwa hasil seleksi calon anggota Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah informasi public yang dikecualikan. Informasi public yang dikecualikan adalah bahasa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Pasal 17  tentang Keterbukaan Informasi Publik. Bahasa sederhananya, hasil seleksi adalah dokumen rahasia. Dirahasiakan kepada public. Masyarakat  (atau bahkan peserta tes) tidak boleh mendapatkan hasil tes. Publik tidak dapat mengaksesnya. Publik baru dapat mengaksesnya apabila masa pengecualiannya sudah kadaluwarsa. Atau, masyarakat baru mendapatkan informasi itu melalui proses sidang sengketa informasi public, melalui jalur ajudikasi non litigasi. Dalam sidang itu, majelis komisioner akan melakukan uji konsekwensi. Apakah menutup hasil seleksi itu demi kepentingan hajat hidup orang yang lebih banyak atau sebaiknya, apakah hasil seleksi itu bila dibuka akan menimbulkan gejolak social di tengah masyarakat yang mengganggu stabilitas dan keamanan bangsa? Bila akhirnya atas pertimbangan dan putusan majelis komisioner bahwa hasil seleksi itu adalah informasi public yang terbuka untuk umum, maka informasi itu baru dapat diakses oleh masyarakat.

Untuk mensengketakan tim seleksi dan Bawaslu ke Komisi Informasi, belum dapat dilaksanakan karena dokumen hasil seleksi itu belum dikuasai oleh Bawaslu RI. Maka ada peserta seleksi yang sudah berniat untuk menggugat hasil pengumuman itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (P-TUN) Kupang. Rencana gugatan ini setelah ditemukan bukti bahwa ada dua orang peserta seleksi yang tidak memenuhi syarat administrasi, yakni KTP mereka tidak sesuai dengan tempat mereka mengikuti seleksi. Kedua peserta itu yang memiliki KTP di kabupaten/kota tertentu tetapi sama-sama mengikuti seleksi calon anggota bawaslu di kabupaten lain. Dalam pengumuman hasil seleksi kedua orang itu masuk dua belas belas.  Dua orang itu (ANM dan BMNL), menurut seorang peserta seleksi adalah titipan dari (AOR), seorang tim seleksi Bawaslu Provinsi. Dua orang itu adalah keponakan dan saudari kandung dari orang tersebut. Jadi, unsur nepotismenya terungkap di ruang gelap, sebagai isyarat bahwa kebenaran itu akan menemukan jalannya sendiri. Kejahatan itu tidak pernah sempurna. Ia akan meninggalkan jejaknya. 

 Terhadap rencana peserta untuk menggugat hasil seleksi tertulis dan  psikotes, seorang anggota tim seleksi memberikan komentar:”Selama ini tim seleksi merasa aman-aman saja karena tidak ada yang menggugat proses atau hasil. Dengan upaya hukum untuk menggugat hasil seleksi, semua tim seleksi pasti ketar ketir dan tidak berani aneh-aneh, karena dalam tahapan seleksi ada proses tahapan akan terhenti apabila ada yang gugat hasil.”Malah beliau menyarankan agar segera didaftarkan gugatannya ke TUN dengan obyeknya adalah syarat domisili.

Ruang Gelap vs Integritas

Ruang gelap yang dirumuskan di dalam pedoman itu, patut diduga adalah sesuatu yang sudah direncanakan oleh Bawaslu. Ruang gelap itu berbanding lurus dengan hasil seleksi yang dikategorikan sebagai informasi public yang dikecualikan, karena itu informasi hasil seleksi  harus dirahasikan dari masyarakat, termasuk oeserta seleksi sendiri. Tentu pertanyaan besarnya adalah, mengapa harus menjadi dokumen yang dirahasikan? Ada apa?  Ternyata ruang gelap itu benar-benar gelap oleh masyarakat dan peserta seleksi, tetapi begitu terang benderang oleh Bawaslu untuk bertindak sewenang-wenang, untuk berbuat melampaui kewenangannya, atau dalam bahasa orang di kampong penulis, mau tunjuk jago. Justru ruang gelap itu menjadi ujian terberat atau bahkan menjadi boomerang bagi integritas Bawaslu dan Tim Seleksi.

Akhirnya sampailah kita pada kata integritas. Kata itu sering diartikan sebagai kejujuran, ketulusan, keikhlasan. Kata itu begitu popular. Ia dapat dijumpai di berbagai Badan Publik Pemerintah dengan tulisan Zona Integritas. Bahkan secara tekstual sudah menjadi bahasa hukum pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Pada Pasal 117 huruf d diatur bahwa syarat untuk menjadi anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa serta Pengawas TPS adalah berintegirtas berkepribadian yang kuat, jujur dan adil. Dengan syarat yang explicit itu seharusnya Komisioner Bawaslu, teristimewa Ketua Bawaslu RI harus lebih berintegritas, lebih jujur dan lebih adil. Syarat itu seharusmya sudah menjadi karakternya sendiri, apalagi dia adalah symbol lembaga pengawas pemilu di republik ini. 

Jadi, ruang gelap itu adalah cermin krisis integritas. Oleh Bung Kanis Pari menyebutnya dengan krisis kepribadian integral, krisis keseimbangan otak kali watak, krisis tidak seimbangnya tajam daya nalar dan luhur budi pekerti (Jannes Eudes Wawa: 2004, p.33). 

Dua contoh kasus di atas, sudah menjadi bukti kuat, bahwa alasan penundaan karena mengecek validasi NIK peserta adalah sebuah pembohongan public.  Maka pertanyaan besar, kepada ketua Bawaslu RI adalah do he has integrity? Punyakah dia integritas? Jawabannya harus diuji dalam Sidang Etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), bila ada peserta/masyarakat melaporkan kasus ini ke DKPP.  

Mengakhiri tulisan ini, penulis hendak mengutip pesan sang bijak: ”When wealth is lost, nothing is lost; when health is lost, something is lost; but when character is lost, everthing is lost.”(Ketika harta hilang, sebenarnya tidak ada yang hilang; ketika kesehatan hilang, ada sesuatu yang hilang;tetapi ketika karakter hilang, hilang segala-galanya).        

.  

Iklan

Iklan