Diduga Menipu Puluhan Calon Konsumen Miliaran Rupiah, Pemilik MTC Tanah Abang Diadukan ke BPSK Jakarta

Puluhan calon konsumen saat mengadukan Go Cahyadi, pemilik Moiz Trade Center (MTC) Tanah Abang di kantor Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi DKI Jakarta, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (6/6). Foto: Istimewa

Jakarta, mutiara-timur com // PULUHAN calon konsumen, Selasa (6/6) mengadukan Go Cahyadi, pemilik Moiz Trade Center (MTC) Tanah Abang ke pihak Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi DKI Jakarta di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Cahyadi diduga melakukan penipuan hingga merugikan para konsumen tersebut miliaran rupiah.

Puluhan konsumen itu mengadukan Cahyadi ke Ketua BPSK DKI Jakarta karena merasa dirugikan setelah masing-masing calon konsumen sepakat membeli dan mencicil property berupa unit kios di Moiz Trade Center dari PT Sentra Bisnis Ciledug (SBC) selaku developer, penjual ternyata belakangan proses jual beli yang disepakati kedua belah pihak diubah sepihak pemilik MTC dengan sewa-menyewa.

“Klien-klien kami membeli unit kios tersebut secara indent atau membeli sebelum unit-unit kios di MTC tersebut dibangun. Klien kami berniat membeli karena iklan dan informasi jual beli kios, baik melalui media sosial, spanduk maupun marketing sales PT SBC. Para marketing/sales menyampaikan kepada klien kami bahwa kios-kios itu akan jadi milik dan akan dibuatkan akta jual beli (AJB),” ujar Kamillus Elu, SH, kuasa hukum konsumen dari Law Firm KAMILLUS ELU & PARTENRS, Jakarta.

Hal tersebut, lanjut Kamillus, ditegaskan dalam ketentuan Pasal 17 tentang Syarat-syarat dan Ketentuan Surat Pesanan yang menyatakan, apabila pemesan tidak melangsungkan dan menandatangani Akta Jual Beli (AJB) dan semua akta, dokumen maupun surat lainnya yang diperlukan, untuk kelengkapan pembuatan atau penandatanganan AJB dimaksud setelah dua kali pemberitahuan secara tertulis dari penerima pesanan mengenai jadual pelaksanaan penandatanganan AJB, maka segala akibat dan resiko karena tertundanya penandatanagan AJB tersebut menjadi beban dan tanggung jawab pemesan dan pemesan wajib membayar kepada penerima pesanan sejumlah biaya yang ditentukan oleh penerima pesanan karena tertundanya penandatanganan AJB tersebut termasuk tapi tidak terbatas pada denda penundaan penandatanganan AJB sebesar lima persen dari harga pengikatan yang harus dibayar oleh pemesan sebelum AJB ditandatangani.

Menurut Kamillus, kliennya adalah pedagang kecil di Tanah Abang. Ada juga  pedagang kaki lima (PKL), yang berdagang di Blok A dan Blok B PD Pasar Jaya Tanah Abang. Ada juga yang berdagang di Pusat Grosir Metro Tanah Abang. Mereka berniat membeli unit kios di MTC Tanah Abang karena ingin memiliki tempat usaha sendiri tanpa harus menyewa lagi.

“Klien kami selalu berusaha membayar angsuran tepat waktu walaupun usaha mereka sepi karena dampak wabah Covid-19 tahun 2020-2022. Apabila klien kami terlambat, didenda satu permil per hari dari jumlah angsuran,” ujar Kamillus.

Kamillus menambahkan, peraturan yang dibuat PT SBC selaku developer MTC tidak jelas dan kabur. Apabila hanya disewakan, kliennya tidak berminat untuk menyewa di MTC karena sudah memiliki tempat usaha di Blok A, Blok B dan Pusat Grosir, Tanah Abang.

“Peraturan tentang syarat-syarat dan berbagai ketentuan konfirmasi unit dan peraturan tentang syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan surat pemesanan juga tidak jelas dan campur aduk antara peraturan jual beli rumah kantor atau rukan, jual beli satuan rumah susun atau sarusun (kios/apartemen), atau tanah kavling. Apakah peraturan tersebut sengaja dibuat seperti itu atau tidak, tetapi yang jelas sangat merugikan klien-klien kami,” tegasnya.

Selain itu, menurut Kamillus, dalam ketentuan Pasal 1 syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan unit pesanan disebutkan bahwa konfirmasi unit pesanan bukan merupakan bukti peralihan yang sah untuk tanda jadi pemesanan atas unit pesanan (rumah tinggal, rumah kantor atau rukan, satuan rumah susun atau sarusun, atau tanah kavling) tersebut dan harus ditukar dengan surat pemesanan dan/atau perjanjian pengikatan jual beli atas unit pesanan. 

Peraturan ini, urai Kamillus, diberikan kepada kliennya saat mengisi form pemesanan unit kios di MTC Tanah Abang. Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 1 syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan surat pesanan disebutkan bahwa harga pengikatan (harga pengikatan) dan cara pembayaran (termasuk jadual pembayarannya) atas unit pesanan (rumah tinggal, rumah kantor atau rukan, satuan rumah susun atau sarusun (kios/apartemen), atau tanah kavling) yang telah disepakati, mengikat terhadap pemesan dan penerima pesanan. Peraturan ini, kata Kamillus, diberikan kepada kliennya saat menerima surat pesanan dan jadwal pembayaran unit kios.

Kamillus menegaskan, PT SBC hanya ingin memberikan surat hak pakai tempat usaha (SHPTU) kepada kliennya sebagaimana tercantum dalam surat pemesanan bahwa harga termasuk surat hak pakai tempat usaha (SHPTU) dan bukan sertifikat SHPTU. Apabila hanya berupa surat pakai tempat usaha, maka tidak bisa dijadikan jaminan utang atau jaminan pinjaman di bank.

“Lahan bangunan MTC juga milik pribadi Go Cahyadi berdasarkan sertifikat hak milik atau SHM Nomor 1623/Kebon Kacang. Izin mendirikan bangunan, IMB MTC pun atas nama Go Cahyadi, dan bukan atas nama PT SBC. Saudara Go Cahyadi juga adalah Direktur PT SBC pada saat jual-beli unit kios ini. Saat ini Go Cahyadi juga menjabat sebagai Direktur PT Moiz Hotel Group yang mengelola MTC,” ujar Kamillus.

Kamillus mengatakan, Go Cahyadi selaku Direktur PT SBC berperan sebagai sales marketing sekaligus general manager penjualan unit kios di MTC. Kliennya mengaku kaget, menyesal, dan kecewa ketika mendapat informasi maupun undangan dari PT SBC untuk menandatangani akta perjanjian sewa-menyewa dan bukan akta perjanjian jual beli (AJB) seperti yang dijanjikan. 

“Ada beberapa klien yang sudah menandatangani akta perjanjian sewa-menyewa, namun klien kami tidak mengerti, apalagi memahami isi perjanjian itu karena tidak dibacakan dan tidak dijelaskan oleh notaris. Klien kami yang sudah tanda tangan pun tidak diberikan salinan akta perjanjian sewa-menyewa. Bahkan mereka tidak boleh foto atau rekam isi perjanjian dalam akta sehingga klien kami tidak tahu tentang isi dari akta perjanjian sewa-menyewa tersebut,” ujar Kamillus.

Ia menambahkan, saat ini kliennya diwajibkan membayar service charge setiap bulan. Termasuk klien belum menandatangani berita acara serah terima atau belum menandatangani akta perjanjian sewa-menyewa walaupun kios-kios itu belum digunakan. Denda tidak membayar atau terlambat membayar service charge berjalan terus. Hal tersebut sangat merugikan kliennya.

“Klien kami sudah melaporkan langsung masalah ini kepada Pj. Gubernur DKI, Pak Heru Budi Hartono dan Kepala Bagian Hukum Walikota Jakarta Pusat, Ibu Ani Suryani pada 5 Januari 2023. Pak Walikota Jakarta Pusat menindaklanjutinya dengan mengundang klien kami dan pejabat terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, termasuk BPN Jakarta Pusat dan PD Pasar Jaya untuk rapat pada Selasa (28/2),” kata Kamillus.

Menurutnya, pada 9 Maret 2023, Walikota Jakarta Pusat mengundang lagi pejabat terkait, Go Cahyadi, notaris, Law Office Adi Darmawansyah & Partner selaku tim hukum PT Moiz Hotel Group dan para klien melalui tim hukum dari Kamillus Elu & Partners Law Firm untuk rapat Bersama. Namun, ujar Kamillus, Go Cahyadi bersama tim hukumnya dan notaris tidak menghadiri undangan tersebut tanpa informasi.

“Klien kami sangat dirugikan dengan tindakan sewenang-wenang, tidak jujur, tidak transparan dan tidak profesional dari PT SBC sebagai developer MTC Tanah Abang. Klien kami berjuang keras untuk memiliki kios sendiri walaupun harus utang atau pinjam sana-sini untuk membayar angsuran setiap bulan. Apalagi situasi sulit saat Covid-19. Harapan klien kami untuk memiliki kios hilang ketika mengetahui bahwa akta yang harus ditandatangani bukan akta perjanjian jual-beli, melainkan akta perjanjian sewa-menyewa,” kata Kamillus. *(sung)


Iklan

Iklan