Kupang, Mutiaratimur.net// PARA Guru SMA Katolik Giovani Kota Kupang mengikuti sosialisasi kurikulum Merdeka dan Platform Mengajar yang diberikan oleh dua orang nara sumber dari sekolah penggerak dan Dinas P dan K Kota Kupang.
Demikian Kepala Sekolah SMA Katolik Giovani, RD. Stefanus Mau ketika ditemui media ini pada hari Selasa (12/4) di Kantor Sekolah.
"SMA Giovani tahun ajaran 2022/ 2023 akan mulai menerapkan kurikulum Merdeka sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi sekarang yang telah ditetapkan oleh Kemeneterian Pedidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemenristek). Karena itu guru-guru harus dipersiapkan dulu dengan sosialisasi kurikulum merdeka dan platform mengajar, " ungkap Romo Kepala Sekolah.
Persiapan guru-guru di lingkup sekolah swasta katolik ini dilaksanakan selama dua hari melalui sosialisasi untuk memberikan pemahaman lebih mendalam kepada guru sebagai pengajar dan pendamping peserta didik di sekolah swasta yang sangar favorit di Kota Kupang ini .
"Kegiatan Sosialisasi dilaksanakan dari tanggal 11 sampai 12 April, selama dua hari bermaksud memberikan pemahaman lebih jauh kepada para guru di sekolah ini. Guru harus memahami sebenarnya maksud dan tujuan, materi, proses penerapannya, outputnya bagi peserta didik dalam menghasilkan pribadi didik yang unggul, yaitu mandiri dan berkarakter,"ujar Kepala Sekolah.
Atas spirit perserta didik yang unggul baik dari kompetensi dan karakter termiliki nanti, maka sekolah SMA Katolik Giovani sangat respek dan antusias agar kurikulum merdeka dan platform mengajar itu terlihat penting oleh Kepala Sekolah agar para gurunya harus dibekali terdahulu walaupun lembaga pendidikan menegah atas swasta katolik tersebut bukan sebagai sekolah penggerak pada program terkini.
"Kami di Sekolah ini tidak tergolong sebagai sekolah penggerak. Menjadi sekolah penggerak itu ada berbagai syarat yang harus dipenuhi, salah satu adalah usia kepala sekolah. Hal lain bisa terpenuhi tapi usia kepala sekolah menentukan harus 55 tahun ke bawah baru menjadi sekolah penggerak. Di kota Kupang ada banyak Sekolah baik negeri atau swasta dari aspek usia kepala sekolah tidak memenuhi syarat. Jadi kita di Giovani mengambil jalur mandiri sebagaimana ada ruang disiapkan pemerintah," ulas Kepala Sekolah, Stef Mau yang sering mengikuti giat seminar, diskusi rapat koordinasi seputar kurikukum merdeka baik melalui webinar, darlng ataupun luring
Sementara itu Nara sumber dari Pengawas Provinsi Sekolah Penggerak, Tiwi Sri Utami memberikan keterangannya, Kurikulum Merdeka menempatkan guru dengan otoritas sebagai penyusun materi pembelajaran yang harus sesuai dengan kebutuhan dari peserta didik.
"Kurikulum merdeka yang dicanangkan pemerintah sekarang sangat baik, karena berorientasi kepada perserta didik. Pada kurikulum merdeka pembelajaran tidak seperti kurikulum 2013 sebelum, peserta didik belajar setiap mata pelajaran harus tuntas," ucap Tiwi Pengawas Provinsi Sekolah Penggerek dari SMAN 5 Kota Kupang.
Kurikulum 2013 itu menuntut peserta didik harus tuntas sesuai standar kumululatif nilai yang telah ditargetka. Jika peserta didik tidak mencapai nilai sesuai ditentukan maka dinyata tidak tuntas maka harus remedial kembali. Tapi di kurikulum merdeka beda sama sekali, lebih pada proses itu harus di selesaikan semua oleh guru dan keaktifan peserta didik untuk mengikuti semua materi yang disiapkan guru.
"Kurikulum merdeka itu tidak demikian, guru sebagai pengajar punya tugas dan kewajiban menyelesaikan semua materi atau KD (kompetensi dasar-red) dengan memilah atau memisah materi yang esensial untuk diberikan pengajaran kepada peserta didik, siswa," ujar nara sumber sosialisasi itu.
Menurutnya semua materi harus disampaikan ke siswa, entah siswa paham atau tidak. Siswa sebagai peserta belajar diberi kemerdekaan dengan kewajiban mengikuti semua mata pelajaran tanpa ada yang tertunda.
"Di kurikulum merdeka bukan soal tuntas atau tidak, memahami atau tidak tetapi seluruh proses harus diikuti perseta didik. Guru pun harus menyampaikan semua materi yang telah disiapkan tak perlu harus memaksakan perserta itu wajib mengerti semuanya sesuai dengan yang telah dirancangnya berdasarkan kebutuhan siswa yang dipelajari guru terdahulu," tambah ibu Tiwi.
Pada Kurikulum Merdeka ditambahkanya, ada desain waktu antara penerapan teori dan praktek dengan pesertase 20 dan 30 persen. Waktu dialokasikan oleh guru misalkan pembelajaran 3 jam dipilah 2 jam teori dan 1 jam praktek. Selain itu ada pula lebih pada proyek pemahaman dan pengamalan pancasila.
" Ini adalah otoritas guru yang mengatur sesuai dengan petunjuk yang telah diatur dari kurikulum merdeka, guru yang alokasikan waktu, bila 3 jam 2 jam teori dan 1 jam praktek. Dan disini yang dilaksanakan adalah proyek pemahaman dan pengamalan pancasila yang dinilai guru terhadap perserta didik. Siswa itu akan terlihat tumbuh sikap pengorbanan, ada kerjasama atau gotong royong, toleransi, dan sebagai. Ini yang diharapkan dari kurokulum merdeka, ada keseimbangan atara asepek pengetahuan dan keterampilan serta karakteristik."jelasnya lagi.
Sedangkan Suwandi Narasumber dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menambahkan soal program sekolah penggerak (PSP) dan kurikum merdeka.
Menurutnya di Indonesia tahap pertama ada dua puluh lima ribu dan pada tahap kedua ada sepuluh ribu sekolah yang sudah mendaftar dan hendak menerapkan PSP.
"Ada dua puluh lima ribu sekolah tahap pertama dan ada sepuluh ribu sekolah tahap kedua telah mendaftar dan menerapkan PSP di sekolahnya, tapi ini bukan dipilih dan ditetapkan begitu saja oleh pemerintah dalam hal ini kementerian (kemendikbudristek), melainkan hal itu harus dilalui dengan berkompetensi untuk merebut quota menjadi Sekolah Penggerak Kurikulum Merdeka. Karena itu dalam berkompetisi sekolah-sekolah itu harus mempersiapkan diri secara baik sehingga bisa lolos menjadi Sekolah penggerak," ungkap Suwandi.
Pemerintah dalam menerapkan PSP tambahnya tidak serta merta langsung diperbolehkan pada semua sekolah tapi melalui proses sesuai standar kualifikasi sekolah pada ukuran layak dan tidaknya menjadi sekolah penggerak.
Ini terlihat dari berbagai aspek sesuai kriteria yang ditetapkan pemerintah, sehingga PSP itu sangat tergantung dari kesiapan sekolah.
"Karena itu dalam mengembangkan pendidikan di sekolah pada kondisi sekarang ada tiga kurikulum dilaksanakan pada sekolah-sekolah, yaitu kurikulum 2013, kurikulum kedaruratan dan kurikulum merdeka," tutur Suwandi.
Di NTT tahap awal sekolah penggerak itu terdapat di beberapa daerah saja, seperti Kota Kupang, Rote Ndao, Sumba Timur, Manggarai Timur dengan Manggarai.
Kurikurikulum merdeka belajar inilah sekarang pada tahap dua yakni sepuluh ribu sekolah di NTT ada pengembangan lagi dari 22 kabupaten/kota.
Sistem pengembangan itu tidak serentak itu, karena pertimbangan pemerintah mungkin dari sisi anggarannya dan juga kesiapan sekolah karena harus kompetisi.
Kesiapan itu, antara lain Kepala sekolah dan guru-gurunya. Sebab untuk menjadi sekolah penggerak kepala sekolah dan guru-guru harus dilatih, dibekali atau sosialisasikan tentang kurikulum tersebut.
"Pembekalan Kepala sekolah dan guru untuk penerapan kurikulum merdeka itu sangat perlu dan terlihat cepat untuk kelayakan sebuah sekolah sebagai Sekolah Penggerak, tidak seperti kurikulum 2013 itu sistemnya berjenjang dan lama untuk penerapannya," jelasnya.
Suwandi mengatakan, sekarang bila pihak sekolah sudah dilatih, dibimtek, sosialisasi atau ikuti seminar dan lain-lain maka kementerian akan turun langsung untuk mendampingi selama setahun berupa poaching untuk perencanaan kedepan demi perubahan sekolah itu, dan PMU yang lebih kepada program yang sudah dilaksanakan lalu dikaji permasalahan yang dihadapi sekolah untuk menemukan jalan keluarnya yang akan diusul kepada kementerian supaya bisa dibantu sesuai kebutuhan.
Dalam hal pengimplementasiannya dijelaskan pula, bahwa pemerintah berniat agar penerapan kurikulum merdeka ke sekolah menjadi sekolah penggerak itu ada tiga jalur, yaitu jalur mandiri belajar, jalur mandiri berubah dan jalur mandiri berbagi.
"Untuk sekolah SMAK Giovani tidak masuk dalam sekolah penggerak melalui kompetisi karena ada faktor tertentu sekolah ini tidak memenuhi lagi, namun ada ruang melalui Jalur Berubah sehingga Kepala Sekolah melihat peluang tersebut,"ucap Pengawasa P dan K Kota Kupang ini.
Disampaikan juga pada Jalur Mandiri Berubah yang perlu dilengkapi, diusul dan dapat disetujui adalah instrumen-instrumen sesuai dengan petunjuk Kementerian dan kemungkinan dari pihak kementerian akan membantu memfasilitasi sesuai tuntutan kurikulum merdeka untuk menjadi sekolah penggerak.
Sebagai narasumber pada kegiatan sosialisasi, Suwandi memberikan kesan tersendiri terhadap perserta.
"Guru-guru di sini luar biasa, mandiri dan memiliki daya kritis yang hebat, kemampuan untuk belajar beradaptasi akan cepat bila kurikulum merdeka diterapkan. Mereka memiliki kompetensi, skill yang tidak diragukan apa lagi ada punya pengalaman sebagai instruktur yang sering dipakai oleh LPMP," kesan Suwandi menutup keterangannya.
Respon Guru Atas Sosialisasi
Kegiataan sosialisasi kurikulum di SMA Katolik Giovani pun mendapat respon atau kesan tersendiri bagi guru sebagai peserta. Ada 2 guru yang memberikan pandangannya akan materi yang disajikan oleh kedua nara sumber.
Pertama, Yoram Enggelina Koi, SP, MPG mengatakan, "kami membuat sosialisasi ini untuk mendapatkan informasi tentang Kurikulum Merdeka itu seperti apa. Dari informasi sosialisasi ini kami akan melakukan tindak lanjut melalui pembahasan di sekolah untuk persiapan implementasi Kurikulum Merdeka di sekolah ini pada tahun ajaran 2022/2023," ungkapnya.
Yoram pun menjelaskan, namanya sosialisasi itu berarti memberikan informasi terhadap apa yang mau disampaikan sehingga dalam sosialisasi Kurikulum Merdeka para guru pada umumnya merespon, ingin berubah terhadap apa yang diterapkan oleh pemerintah tentang kurikulum merdeka.
"Kami berniat untuk angkatan peserta didik angkatan 2022/2023 menggunakan kurikulum itu, kami guru-guru merespon positif terhadap kurikulum ini," ujarnya.
Dalam kegiatan sosialisasi ini ketika materi dipaparkan oleh narasumber guru-guru sebagai peserta punya kecenderungan untuk mencari tahu sangat tinggi sehingga mereka cenderung mengajukan pertanyaan-pertanyaan supaya informasi ini menjadi jelas.
"Kami memang tidak termasuk sekolah penggerak, tetapi ada ruang membuat kami menjemput bola sehingga dengan harapan kami pun akan mampu sebagai sekolah penggerak. Soal materi kelihatan dari narasumber yang dipaparkan sangat komplit dan itu baik sekali bagi kami dan kami yakin itu materi yang akan kami gunakan dalam sekolah ini nanti," terangnya.
Kurikulum ini dari sisi materi menurut Yoram tidak jauh berbeda, masih ada kaitan dengan kurikulum 2013 ada praktek dan ada teori tentunya. Ia juga mengakui materi yang disajikan oleh narasumber sama persis dengan materi yang pernah diperolehnya ketika mengikuti kegiatan nasional menyangkut kurikulum merdeka. Hanya di tingkat nasional pada aspek penyelarasan sedangkan disini masih pada sosialisasi.
Kedua, guru Agnes Sadipun ketika dimintai keterangnya, menuturkan bahwa kegiatan sosialisasi yang dilakukan ini sesuai dengan arahan Kepala Sekolah sebelumnya.
"Tahun ini sekolah kita akan diterapkan kurikulum merdeka. Memang sekolah kami bukan termasuk sekolah penggerak tapi kami mencoba untuk ikut terlibat melaksanakan kurikulum merdeka. Ini hal baru bagi kami," ungkap Agnes.
Menurut Agnes guru-guru pun sudah banyak mendapat input dari Kepala Sekolah tentang kurikulum ini dan bahkan mereka sendiri berusaha browsing, mencari tahu dari berbagai media tentang Kurikulum Merdeka.
Dia pun berpendapat sosialisasi dilakukan ini sebagai bentuk penguatan bagi mereka.
"Sosialisasi ini merupakan penguatan bagi kami. Apakah kami siap menerapkan Kurikulum Merdeka," ujarnya tegas.
Guru Agnes Sadipun mengatakan, "ini hari kedua, dari sisi materi mulai hari pertama bagi saya sangat bagus karena membuka wawasan bagi kami akan kurikulum merdeka dan juga sampai hari kedua saya melihat sangat baik dan bermanfaat."
Sebagai guru lanjutnya, "tentang program kurikulum ini saya melihat sebagai perubahan yang sangat baik. Karena kurikulum ini pembelajaran berorientasi pada peserta didik. Di mana kita guru juga harus mampu mengarahkan perserta didik bukan hanya pengetahuan, intrakurikuler. Tetapi kita juga dituntut mampu mengarahkan peserta didik membuat projek-projek yang penerapnya harus bisa mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Hal ini sangat bagus bagi generasi kita sekarang."*(go)