Penentuan Peserta AN Kewenangan Kementerian P dan K RI, Tindakan Pergantian Peserta Berdampak Hukum

Kota Kupang, mutiara timur.com, - Assesmen Nasional (AN) dalam dunia Pendidikan merupakan program pemerintah dengan sistem untuk mengevaluasi mutu pendidikan bagi peserta didik.   Kesepertaan AN tidak semua siswa tetapi keterwakilan yang ditentukan oleh Kementerian P dan K RI bukan kewenangan  Satuan Pendidikan Tingkat Daerah (STPD). Jika STPD melakukan pergantian itu berarti manipulasi, atau penipuan yang berdampak hukum.

Hal ini disampaikan Kepala bidang Pendidikan Dasar (Kabid) Oktovianus Naitboho, SPd., MSi ketika ditemui awak media pada Selasa (21/9) di ruang Kadis P dan K Kota Kupang.

"Assesment Nasional bagi siswa sesuai penetapan kementerian P dan K RI itu memiliki aturan yang jelas sekolah atau satuan pendidikan tidak berwewenang menggantikan dimana telah ditetapkan pada prosedur operasional standar dalam bentuk pakta integritas. Jika ada tindakan mengganti itu adalah penipuan dan bisa kena sanksi hukum sebagai tindakan pidana. Ada sanksi bagi guru, siswa dan penyelenggara di tingkat sekolah dan dinas jika melakukan pelanggaran. Sanksi berupa administrasi dan pidana. Jadi ada resiko atau konsekuensi hukumnya, " ungkap Okto.

Okto  kabid yang terlihat sangat mengusai persoalan AN ini, menyampaikan AN sebagai  Episode Merdeka Belajar yang merupakan program Menteri Pendidikan  yang seharusnya terrealisasi sejak tahun 2020. Tetapi tidak jadi akibat halangan global dari corono virus deases-19.

 "Assesmen nasional itu adalah program yang berasal dari Kemeneterian Kebudayaan dan Pendidikan RI, Pak Nadim Makarim. Salah satu episode dari program Merdeka Belajar. Assesmen Nasional itu rencananya dilakukan pada tahun 2020 tapi karena ada masa pandemi covid-19, maka ditunda tahun ini 2021,"tutur beliau.

Pada kesempatan itu juga Okto memberikan gambaran atau sudut pandang perbedaan antara AN dan Ujian Nasional (UN).

 "Assemen nasional berbeda dengan ujian nasional. Kalau ujian nasional itu lebih pada kompetensi individu, uji kemampuan perorangan yang berakhir dengan lulus atau tidak lulus, juara atau tidak juara. Sementara Assesment Nasional itu tekankan pada mutu satuan pendidikan berbasis  secara kompherensif, misalnya SMP Negeri 1 itu dari sisi kompetensi numerasi itu kira kira siswa di situ pada level mana. Literasinya kurangkah, cukupkah, baikkah  atau amat baik. Atau kompetensi numerasi pada level kira kira sangat baik, baik, cukup atau kurang. Demikian juga pada sisi karakter kira-kira perilaku atau karakter di sekolah itu seperti  apa. Itu esensi dari Assesment Nasional," tambahnya untuk menerangkan perbedaan UN dan AN.

Corak pembeda lain menurut Kabid Pendidikan Dasar Kantor P dan Kota Kupang itu adalah AN yang  pada prinsipnya bersifat ingin memotret mutu satuan pendidikan secara kompherensif dan  pelaksanaannya dilakukan secara sampel dengan sasarannya bukan siswa kelas enam dan siswa kelas sembilan, tetapi kelas tengah, kelas empat dan delapan.

Dalam hal jumlah peserta AN disampaikannya,untuk SMP  45 peserta utama dan 5 cadangan, sedangkan SD Peserta 30 utama dan 5 cadangan. Sedangkan tujuan  adanya AN adalah setelah ada  hasil dari proses tersebut disampaikan ke pemerintah, dan bila ada yang kurang baik nanti tahun berikutnya akan dilakukan perbaikan. 

"Nah diinilah ketika ada kegiatan melakukan intervensi perbaikan hasil kerja siswa, siswa itu masih  ada di Sekolah tersebut, baik pada saat kelas enam SD, maupun kelas sembilan SMP. Siswa itu bisa diberi kesempatan  berjuang untuk memperoleh hasil yang lebih bagus. Sedangkan peserta  cadangan, itu juga ditentukan dari pusat karena mereka ingin peserta diambil dari populasi anak didik yang benar benar representatif," ulasnya berapi-api.

Lebih lanjut dikatakan pula kalau sekolah yang pilih bisa saja subyektifnya ada, karena yang ditampilkan siswa yang pintar saja. Padahal di Sekolah itu selain yang pintar, ada yang pas-pasan  dan ada pula yang  lemah kemampuannya.Sehingga   proses peserta itu dari kementerian melakukan melalui penelitian ilmiah agar benar- benar terwakili atau merepresentasikan keadaan populasi di Sekolah.

"Penentuan peserta itu dilakukan secara acak dari Dapodik untuk SD ke-35 orang siswa itu benar-benar mewakili kriteria pintar sekali, sedang, cukup  dan ekstrim bisa kita sebut bodoh sekali. Nanti hasilnya diukur, jika dari 30 orang utama itu misalnya ada sepuluh orang sedang, ada lima orang di bawah, maka tarulah sangat bodoh, tiga orang sangat pintar, nanti hasilnya itu benar benar akumulasi dari realitas keadan kompetensi siswa di sekolah itu," beber kabid itu.

Tambahnya pula, "karena itu di kementerian yang mengacak sendiri data siswa itu dari Dapodik dan menetapkan peserta baik utama maupun cadangan. Mereka tidak memberi kesempatan kepada sekolah karena mereka tau jika kewenangan di tingkat sekolah nanti sekolah memilih 10 orang paling parah kemampuannya, maka pada saat kegiatan mereka bisa bermain sepuluh orang ini bisa direkayasa sakit  supaya diganti dengan sepuluh orang yang pintar semua. Itu juga menjadi pertimbangan karena mereka sudah membaca kemungkinan besar hal itu terjadi. Jadi antisipasinya telah disiapkan dalam sitem termasuk cadangannya yang diambil untuk diganti bila dari utama ada yang berhalangan. Cadang sudah ada tidak keluar dari format yang tersedia secara aplikatif dan di luar itu tidak berlaku."

Oktovianus juga menekakan kembali mekanisme penggantian perserta AN.

"STPD atau satuan pendidikan tidak diberi wewenang untuk melakukan pergantian siswa peserta AN sesuai prosedur operasi standar yang dikeluarkan olek Kementerian (P dan K RI- red). Jadi jika ada perubahan nama sekolah bersurat ke Dinas (P dan K-red), Dinas bersurat ke Direktorat dengan alasan bisa dipertanggungjawabkan. Misalnya siswa ini telah pindah, atau meninggal. Jika terdapat kurang dari lima maka masih ada cadangan. Atau lebih dari lima, tujuh juga satuan pendidikan tidak berwewenang menggantikan peserta AN. Karena itu jauh jauh hari daftar nominasi peserta sudah ditetapkan," tegasnya.*(bung marmin)

Iklan

Iklan