SURAT TERBUKA UNTUK GUBERNUR NTT



Germanus Attawuwur, 
warga desa Warawatung-Lewopenutung,
Tinggal di Kota Kupang

Bapak Gubernur, mohon maaf atas kehadiran surat yang agak terlambat ini. Walau terlambat, tokh kami merasa penting untuk tetap menulis dan mengirimkannya, karena lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Surat ini sebagai apresiasi terhadap Safari
Perjalanan khusus dari Lewoleba menuju Lamalera, desa destinasi wisata. Apresiasi
diberikan karena Bapak telah berkenan melewati kampung halaman kami; tatkala
dilakukannya safari perjalanan Bapak ke Lamalera. Saat itu warga yang mendengar Bapak
akan melintasi jalan itu, mereka sudah berdiri di panggir jalan sekedar mau melihat dari dekat
gubernur mereka, walaupun hanya melintas di jalan itu, mereka menganggapnya sebagaibsebuah hadiah terindah. Karena hanya Bapak, satu-satunya pejabat negara yang berkenan menyusuri jejalanan yang sungguh menantang nyali.

Tentu Bapak Gubernur masih ingat ban mobil yang ditumpangi Bapak pecah pada tanjakan sebelum tiba pada dusun Lamanepa. Di tempat yang sama itu Bapak Gubernur, pernah oto jurusan Lewoleba-Lewopenutung, terbalik yang menimbulkan korban nyawa. Seorang ibu, Agnes Wenger Liman Unagolok, namanya, akhirnya meninggal dunia saat itu juga. Umumnya jalan itu sangat buruk, sebagaimana yang Bapak alami. Selain tanjakan di Idalolong, saya
mencatat ada beberapa titik yang sangat mengerihkan. Keluar dari dusun Lamanepa, kita langsung bertemu dengan tebing yang bernama Faher yang berhadapan langsung dengan laut. Di tempat itu setiap tahun di musim hujan, pasti saja terjadi longsoran. Maka akses jalan tertutup total. Kurang lebih satu kilo meter dari tempat itu, ada Tanjung Brongi. Oto harus melewati ujung tanjung itu, yang di bawahnya batu-batu pantai nan tajam seolah menunggu korban. Maka bila jalan di situ diperbaiki, tidak bisa tidak, tanjung dan bukit itu harus diratakan, agar jalannya lebar. Nyali tidak berhenti diuji di tempat ini Bapak Gubernur. Dua kilo meter sesudah itu, ada tempat yang bernama Waimalu. Itu air terjun, Bapak Gubernur.
Namun debitnya kecil. Setiap musim hujan, pasti saja ada batu besar terguling dari tebing
menuju pantai. Dari Air Terjun Waimalu, ada tempat yang namanya Lado Goli. Tempat
sebelum masuk desa Warawatung. Tempat itu sangat berbahaya. Di tempat ini, lagi-lagi pernah menelan korban nyawa, Bapak Yohanes Lebao, seorang guru muda yang baru saja diangkat menjadi ASN meregang nyawa, tatkala kembali dari Lewoleba. Oto TITEN, milik Bapa Herman Wutun, terjun bebas ke laut. Oto tertahan di antara bebatuan pantai yang berpermukaan tajam. Jika saja bukan pantai berbatu, oto itu tentu masuk laut. Singkat cerita
Bapak Gubernur, jalan yang tersisa 18 Km mulai dari ujung aspal desa Tadalakar sampai desa Lamalera, adalah jalan yang sangat buruk. Jalan itu adalah jalan yang dibuka oleh Penjabat Bupati Lembata, Bapak Drs. Piter Boli Keraf Kurang lebih 25 tahun silam.

Sudah hampir 25 tahun jalan itu ditelantarkan bahkan menurut saya benar-benar ditinggalkan. oleh bupati-bupati pasca beliau. Sepuluh tahun Bupati Andreas Duli Manuk menahkodai Lembata, jalan dibiarkan tidak terurus. Pasca rezimnya, Bupati Yantji Sunur. Jalan itu sungguh tidak diurusnya. Bupati Sunur benar-benar mengabaikannya, hingga tiba saatnya Bapak sendiri melalui ”jalan salib“ itu. Lintasan itu benar-benar tidak diperhitungkan dalam pemerataan pembangunan infrastruktur. Dengan kondisi jalan begitu Bapa Gubernur,
setiap tengah malam jam 01.00 wita, bila orang yang hendak ke Lewoleba, harus sudah
menunggu oto di pinggir jalan. Mereka ke Lewoleba dalam keadaan yang masih mabuk mengantuk.

Namun Bapak Gubernur, kondisi jalan itu perlahan berubah. Sejak orang-orang
Lewopenutung-Warawatung mempercayakan wakilnya untuk duduk di DPRD Provinsi. Di tangan putra mahkota kami inilah, jalan pesisir pantai Nagawutun perlahan tapi pasti mulai berubah rupa. Maka, jalan beraspal pun mulai meramba pesisir pantai Nagawutun hingga
berujung di desa Tewaowutung.

Mungin Bapak bertanya dalam hati, sudah kurang lebih 25 tahun Lembata jadi daerah
otonomi, tetapi mengapa begitu memiriskan kondisi jalan itu? Kondisi jalan itu, adalah bukti
yang tak terbantahkan yang hendak mengatakan kepada Bapak, bahwa orang-orang selatan Lembata adalah korban paling tragis, politik balas dendam, sejak diberlakukannya pemilihan langsung kepala daerah di Lembata. Orang Selatan (Kecamatan Nagawutun, Wulandoni, dan  Atadei) dianggap tidak mendukung calon-calon bupati/wakil bupati dari Utara Lembata
(Kedang dan Ileape), maka begitu jadi bupati, ruas-ruas jalan di daerah Selatan Lembata sama sekali tidak masuk dalam perhitungan pemerataan pembangunan dari zaman bupati  Andreas Duli Manuk, hingga bupati Yantji Sunur. Ternyata Bapak Gubernur akhirnya turut menjadi “korban” politik balas dendam tatkala melintasi jejalanan itu.
Bapak Gubernur, gara-gara politik balas dendam ini, konon ada kunjungan bupati ke desa-
desa di wilayah selatan Lembata. Bila masyarakat meminta perhatian pemerintah kabupaten untuk peningkatan status jalan, jawaban yang diberikan bupati itu malah dalam bentuk pertanyaan:” Kamu di sini kasih saya suara berapa?” Oh my God!! Bupati macam apa itu, Bapak Gubernur?

Bapak Gubernur yang terhormat, Bapak telah menyelesaikan safari panjang yang tentu sangat meletihkan. Safari perjalanan Bapak melintasi pesisir selatan Nagawutun, seolah membangkitkan kembali harapan kami yang sempat terkubur oleh ulah politik balas dendam. Safari pada lintasan itu, mungkin tercatat dalam memory Bapak sebagai salah satu lintasan yang menantang nyali. Itulah perjalanan penuh derita dan sengsara yang sudah 75 tahun dialami oleh warga penduduk desa Warawatung dan Lewopenutung.

Bapak Gubernur, begitu membaca head line news Warta-Nusa.com:” Gubernur Viktor Segera Perbaiki Jalan Ke Lamalera.” Bapak sempat mengatakan bahwa Bapak sudah ke Lamalera akhir bulan Juli dan tahu sendiri bahwa jalannya sangat buruk. “Kita sudah anggarkan dananya untuk segera perbaiki jalan itu.” Kami percaya apa yang sudah Bapak sampaikan dalam media itu. Bersama Bapak, ada Bapak Alex Ofong, putra kami, yang sudah kami titipkan untuk negeri ini. Kami secara khusus persembahkan beliau untuk daerah ini. Kepada Beliau kami titip segala suka dan duka kami, khusus tentang lintasan jalan itu. Bila sesekali beliau bisik Bapak tentang jalan itu, itu adalah bisikan kami, yang nun jauh di Lembata Selatan, yang masih dijuluki sebagai anak-anak “Lomblen.” Kami terus berharap dan merindukan untuk suatu ketika boleh menikmati jalan beraspal. Dan bila harapan itu terpenuhi pada masa Bapak menjadi Gubernur NTT, kami pasti tidak akan pernah melupakan jasa Bapak. Kami pasti ingat sampai mati. Bahkan sampai anak cucu kami, nama Bapak pasti masih tetap disebut tidak saja karena “Orang Besar” yang pernah melewati kampung ini, tetapi lebih dari itu, Bapak telah membuat jalan kami menjadi baik. Untuk itu, tidak
berlebihan bila kami sudah lebih dahulu mengucapkan terimakasih sembari mendoakan agar Bapak diberikan kesehatan untuk mewujudkan visi dan misi:” Menuju NTT Bangkit dan
Sejahtera.” ***()

Iklan

Iklan