mutiaratimur.net – Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (Kowappem) NTT melaporkan PT. Pembangunan Perumahan (PP) yang adalah Kontraktor Pelaksana Pembangunan PLTU Timor 1, Desa Lifuleo, Kec. Kupang Barat, Kabupaten Kupang, NTT ke Polda NTT terkait adanya dugaan suap/gratifikasi senilai Rp 125 Juta kepada Oknum Aparat Pegawai Negeri Sipil (ASN) pada TVRI NTT, Thimotius Mirulewan alias Tomi yang bertugas sebagai reporter TVRI NTT.
Demikian saripati laporan tertulis Kowappem NTT dan Kuasa Hukumnya ke Polda NTT yang didapatkan tim media ini pada Senin (29/6/2020) di Mapolda NTT-Kupang.
Tim Kuasa Hukum Kowappem NTT, F. Jefry Samuel, SH dan Mardan Y. Nainatun, SH yang dijumpai tim media ini pada sesi jumpa pers di Depo Makasar 99 Kota Kupang pada Senin, (29/6/2020) pukul 19.20 Wita usai mendampingi laporan Kowappem ke Polda NTT, membeberkan bahwa langkah kliennya (Kowappem NTT, red) melaporkan PT. PP dan oknum PNS, Thimotius Mirulewan alias Tomi (reporter TVRI, red) ke Polda NTT karena dinilai melanggar hukum.
Menurut tim Kuasa Hukum Kowappem, Tomi dan PT. PP perbuatan keduanya melanggar pasal Pasal 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa: a)pegawai negeri atau penyelenggara negara yang diketahi menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.b)Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Lebih lanjut, F. Jefri Samuel, SH dan Mardan Y. Nainatun SH membeberkan bahwa dilihat dari segi nilai dugaan kerugian (akibat suap/gratifikasi, red) memang kecil atau tidak seberapa tetapi penekananannya bukan pada soal besar kecilnya nilai kerugian akibat tindakannya, melaingkan penekananannya lebih pada substansi atau materi tindakan/perbuatannya itu sendiri yakni suap atau gratifikasi yang melanggar hukum. “Tentu kalau dilihat dari nilai kerugiannya memang tidak seberapa atau kecil, tetapi bukan itu poin kita. Poin kita adalah soal substansi atau materi perbuatannya (Tomi dan PT.PP, red) yang menurut kami menyalahi aturan perundang-undangan atau melanggar hukum yakni pasal 11 dan 12 undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi,” jelasnya.
Sementara itu Ketua Kowappem NTT, Fabianus Latuan selaku pelapor, dalam kesempatan bicaranya (di depan wartawan,red) menegaskan bahwa alasan pihaknya melaporkan Tomi Mirulewan dan PT. PP ke Polda NTT karena menilai perbuatan keduanya selain melanggar hukum. Selain itu juga karena mencoreng nama baik profesi jurnalistik atau kerja kewartawanan. “Kita melaporkan Tomi Mirulewan terkait PT.PP bukan karena kita membenci manusianya, tetapi sikap atau perbuatanya yang mana mencoreng nama baik profesi kerja jurnalistik,”ujarnya.
Selaku wartawan dan praktisi media, lanjut Fabian, perbuatan Tomi dan PT.PP benar-benar melanggar kode etik jurnalistik dan bertentangan dengan UU Pers No.40 tahun 1999 Tentang Pers. “Perbuatan saudara kita Tomi memang melanggar kode etik jurnalistik, khususnya pasal 6 tentang larangan menerima suap yang mempengaruhi indepensi seorang wartawan. Ia bahkan dalam tugasnya sebagai wartawan seharusnya mentaati kode etik jurnalistik sebagaimana perintah pasal 7 undang-undang pers, tetapi ini malah sebaliknya yakni menerima suap pihak tertentu (PT.PP, red),” tegasnya.
Menurutnya, pihaknya melaporkan Tomi dan PT.PP berdasarkan adanya bukti yang kuat terkait laporan yakni screeshot percakapan WA antara Tomi dan perwakilan PT.PP, Eko Siswanto serta bukti tranfer keuangan Eko Siswanto ke Rekening Thimotius Mirulewan alis Tomi. “Kami melaporkan Tomi dan PT. PP tentu karena ada bukti yakni screenshot percakapan WA antara Tomi dan pihak PT. PP, Eko Siswanto dan bukti transfer keuangan dari Eko Siswanto kepada Tomi,” paparnya.
Lebih dari itu, Fabian membeberkan alasan lain laporanya yakni bahwa seseorang wartawan tidak kebal hukum. Hal yang berkaitan dengan produk jurnalistik wartawan dapat kebal hukum karena dilindungi undang-undang (Undang-Undang Pers, red). Tetapi jika wartawan melakukan tindak pidana, apalagi suap atau korupsi wartawan tidak kebal hukum.. “Terkait pekerjaan jurnalis atau produk jurnalistiknya, wartawan kebal hukum karena dilindungi undang-undang. Tetapi jika wartawan itu melakukan tindak pidana, maka ia tidak kebal hukum,” ujarnya.
Terkait laporanya, Fabian selaku Ketua Kowappem NTT mengaku siap memberikan kesaksian dan bukti dugaan suap yang melibatkan oknum wartawan TVRI NTT, Tomi Mirulewan dan PT. PP ke Polda NTT. “Kami siap memberikan keterangan sebagai saksi dan memberikan bukti transfer dari Eko Siswanto (PT. PP) ke Rekening Tomi Mirulewan serta bukti Screen Shoot percakapan via whats app antara Tomi Mirulewan dan pihak PT. PP yang print outnya kami lampirkan dalam laporan ini,” ungkapnya dalam laporan tertulisnya ke Polda NTT.
Sebagaimana diketahui, laporan Kowappem NTT terhadap oknum wartawan TVRI NTT, Tomi Mirulewan dan PT. PP ke Polda NTT bertolak dari dugaan adanya praktek suap/gratifikasi yang mencuat ke publik berdasarkan pemberitaan portal berita, Rakyat NTT.Com pada Selasa (23/6/2020) dan sejumlah media lain akhir-akhir ini serta bukti screenshot perkacapan Whatss App antara Tomi dengan perwakilan PT. PP, Eko Siswanto yang menguraikan kronologi terjadinya dugaan penyuapan ditambah bukti transaksi keuangan antara Tomi dan Ekosiswanto.
Berikut kronologinya sesuai keterangan Team Creative PT. PP, Tommy yang didampingi rekannya Eko Siswanto, pada Sabtu (20/6/20):
Pada Kamis (18/6/2020), Tomi Mirulewan (reporter TVRI NTT bersama beberapa wartawan lainnya datang ke lokasi proyek untuk bertemu dengan manajemen PT. PP namun Satpam menolak Tomi Mirulewan, cs karena pimpinan sedang rapat.
Keesokan harinya, Jumat (19/6/2020), lanjut Tommy, muncul pemberitaan di media online Obor Nusantara (judul berita ‘Pakai Dinamit Bongkar Galian, Puluhan Rumah Warga Rusak, PT. PP (Persero) Diminta Tanggungjawab’).
Menurut PT. PP, Isi berita tidak sesuai dengan fakta. PT. PP dituding tidak bertanggungjawab. Faktanya kita sudah melakukan sosialisasi dan pendataan. Tapi yang diberitakan seolah-seolah pihak PT PP tidak melakukan apa-apa. Pihak PT. PP juga heran karena pemberitaan di Obor Nusantara justru ditulis oleh Tomi Mirulewan yang adalah wartawan TVRI.
Kemudian Pihak PT. PP mencari tahu wartawan yang menulis berita tersebut dan Tomi Mirulewan mengaku sebagai penulis dan pemilik portal Berita Obor Nusantara. Pihak PT. PP kemudian mengundang Tomi Mirulewan, cs untuk mengklarifikasi pemberitaan. Beberapa wartawan televisi yang sudah melakukan peliputan bersama dengan Tomi Mirulewan juga diundang.
Pada Jumat (19/6/2020) sekitar Pukul 14.00 Wita, datang beberapa wartawan televisi, ke lokasi proyek pembangunan PLTU 1 Timor. Saat klarifikasi itu hadir juga pihak owner dari PLN, Pak Wildan Firdaus (Manager Bagian Proyek PLTU Timor 1), Pak Hidayat (konsultan), Pak Eko Siswanto (perwakilan PT PP) dan lain-lain. Sehingga setelah diklarifikasi, masalah itu sudah dianggap selesai.
Namun beberapa jam setelah dilakukan klarifikasi kepada wartawan di lokasi proyek, Tomi Mirulewan (reporter TVRI) menghubungi Manager Bagian Proyek PLTU Timor 1, Wildan Firdaus untuk mengajak makan-makan. Pihak PT. PP kemudian menghubungi Tomi Mirulewan, cs untuk bertemu di Resto Nelayan Kupang.
Sekitar Pukul 18.00 Wita, datang lima orang ke Resto Nelayan, yakni Tomi Mirulewan (reporter TVRI, Eman Suni (kontributor termasuk RCTI), Juven Nitano (kontributor Net TV) dan portal berita Merdeka.Com, dan Charles Kolo (kontributor Metro TV) dan seorang perempuan yang hingga saat ini belum diketahui nama dan asal medianya (seorang perempuan lainnya tetap tinggal di mobil Tomi Mirulewan karena pusing). Pertemuan sore itu berlangsung dari pukul 18.30 sampai Pukul 20.00 Wita.
Di Resto Nelayan, pihak PT. PP sempat meminta agar berita yang sudah ditayangkan (di portal Obor Nusantara.Com dan Merdeka.Co dapat dicabut. Tapi para wartawan lain yang hadir di situ menolak dan meminta PT. PP untuk menggunakan hak jawab.
Namun Tomi Mirulewan mengatakan bahwa proses pencabutan berita di Obor Nusantara.Com memang ribet karena ada admin di Jakarta dan harus melalui beberapa langkah.
Setelah dari Resto Nelayan, sekitar Pukul 21.00 Wita, Tomi Mirulewan kembali menghubungi dan mengajak perwakilan PT. PP untuk bertemu di salah satu kafe yang terletak dekat Princes Mart. Di cafe itu, Tomi Mirulewan mengatakan bahwa ia dengan mudah dapat mencabut berita di Obor Nusantara.Com.
Tomi kemudian men-delete berita tersebut dengan permintaan uang sebesar Rp 10 juta. Saat itu pihak PT. PP (Eko Siswanto dan Tommi/tim creative) memberikan uang tunai sebesar Rp 5 juta.
Pada Sabtu (20/6/2020) sekitar Pukul 10.26 pagi, Tomi Mirulewan melalui percakapan via whatsapp, masih meminta uang sebesar Rp 125 juta untuk 5 wartawan televisi lainnya (masing-masing Rp 25 juta). Tomi Mirulewan mengaku disuruh oleh wartawan televisi lainnya untuk agar pemberitaannya tidak dikirim ke redaksi. Ia bahkan mengirim nomor rekeningnya. ***(MT/tim KOWAPPEM)