DARI STOVIA, BUDI UTOMO, KEBANGKITAN NASIONAL, HINGGA COVID-19

Oleh: John de Deo Suba
Pengajar SMA Katolik Frateran St Gabriel Nunukan

KUPANG,MT.NET- MENGAIS catatan sejarah dalam "Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918" buah karya Akira Nagazumi, tertulis kisah temu para tokoh lulusan STOVIA (School tot Opleiding von Inlandsche Artsen) sebuah sekolah kedokteran yang berada di Batavia (Jakarta) kala itu. 

Sebuah temu kebetulan terjadi. Soetomo dan Soeradji mengundang Wahidin untuk sebuah rapat tertutup ketika Wahidin sedang dalam perjalanan mengampanyekan cita perjuangannya demi kesetaraan pendidikan bagi anak pribumi. 

Ternyata pertemuan ini kemudian berdampak besar bagi Soetomo yang dipengaruhi gagasan Wahidin tentang "perkembangan yang harmonis" yakni usaha untuk melestarikan budaya tradisional sambil menyelaraskannya dengan politik kolonial agar tercipta kesejahteraan sosial bagi pribumi. 

Akhirnya Oetomo berhasil mewujudkan citanya dengan mendirikan Boedi Oetomo (BO) yang diresmikan pada 20 Mei 1908 bersama sembilan orang temannya yang juga lulusan STOVIA. Tanggal inilah yang sekarang kita peringati sebagai Hari Kebangkitan Nasional, tepat hari ini 112 tahun silam. 

Saat ini dunia, termasuk Indonesia sedang digoncang wabah pandemi Covid-19 yang mematikan. Semua orang, tanpa terkecuali berjuang mati-matian agar dapat "menghindar-menghindari" terpapar wabah ini. Gaung seruan untuk selalu di rumah saja, selalu mencuci tangan dengan sabun di air yang mengalir, dan selalu memakai masker menggema di mana-mana. 

Pemerintah dan seluruh jajarannya beraksi sesuai tupoksinya untuk menyelamatkan nyawa manusia bangsa ini dari kejar bayang-bayang kematian di tangan Covid-19.

Demikian juga masyarakat biasa, dengan cara masing-masing telah berusaha untuk melakukan tindakan kemanusiaan yang sama. 

Satu hal menarik dalam kaitannya dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional pada hari ini adalah perjuangan menyabung nyawa oleh paramedis baik di kota maupun pelosok. 

Mereka adalah pejuang garda terdepan yang telah berusaha sekuat nyali untuk mengubur rasa takutnya agar sesama saudaranya tidak masuk kubur. 

Mereka rela meninggalkan keluarganya - anak, istri, suami, orang tua - bahkan dalam jangka waktu yang lama agar sesama saudaranya tidak meninggal begitu saja tanpa terlebih dahulu mendapat pertolongan. 

Mereka berjuang tanpa pilih dan pilah dalam rasa kemanusiaan yang lahir dari nurani murni untuk melanggengkan keharmonisan lahir dan batin, tetapi juga keharmonisan relasi antar manusia Indonesia yang beragam ini. 

Ternyata darah Budi Utomo 112 tahun silam masih mengalir deras dalam darah juang mereka. Mari kita semua bercermin pada para pejuang garda terdepan ini sebagai cerminan refleksi perjuangan kita bersama melanjutkan dan mewujudkan perjuangan Budi Utomo. 

Mari kita tingkatkan semangat nasionalisme kita dalam segala lini perjuangan demi bersama membangun bangsa ini menjadi bangsa besar, terkenal beradab dan bermartabat di mata dunia. 

Selamat memperingati Hari Kebangkitan Nasional ke-112!

Nunukan, 20 Mei 2020***(DS)

Iklan

Iklan