KUPANG,MT. - KAPAN NTT punya PCR? Sebuah kalimat pertanyaan yang tentunya menggugat pihak penangan Covid-19 di NTT. Dalam hal ini tentunya Pemerintah NTT bersama Gugus Tugas Covid-19. Pertanyaan ini lebih pada bentuk keprihatinan soal menyelamatkan nyawa manusia, warga Nusa Tenggara Timur. Pertanyaan itu ada karena merasa begitu pentingnya PCR untuk memberi kepastian negatif atau positipnya Covid-19 pada sesorang sehingga penangganya pula tidak dalam sesuatu kerja tanpa pas sasaran. PCR adalah sebuah keharusan perlu ada supaya mempercepat proteksi dini.
Menurut Isidorus Lilidjawa, tokoh politisi muda parpol Gerindra Kota Kupang, bahwa
PCR itu akronim dari Polimerase Chain Reaction. PCR merupakan pemeriksaan dengan menggunakan teknologi amplifikasi asam nukleat virus, untuk mengetahui ada tidaknya virus / DNA virus, untuk memperkirakan jumlah virus dalam tubuh, untuk mengetahui jenis virus (genotipe atau subgenotipe) yang menginfeksi.
Penjelasan ini didapatkannya dari om google karena Isidorus basic pendidikannya bukan kesehatan. Iso sapaan manisnya meneruskan dengan pernyataan, lalu apa pentingnya NTT memiliki PCR dalam perang melawan corona virus? Pernyataan dalam pertanyaan sebagai sebuah alat analisisnya untuk menyampaikan beberapa perspektif di bawah ini:
1. Selama ini di NTT kita melakukan karantina campuran. Org yg datang dari red zone diharuskan ikut karantina khusus 14 hari sesudah itu dilepas dan karantina mandiri di rumah selama 14 hari. Pertanyaanya, apakah ini efektif untuk memutus rantai penularan Covid-19? Jawabannya, tidak. Karena pasca karantina ini, hampir semua pergi tanpa ada "kejelasan status" (apakah positif/negatif Covid-19), meski semua tanpa gejala. Idealnya, karantina dilakukan 14 hari sambil cepat memastikan statusnya melalui PCR. Dengan adanya data yang lengkap hasil PCR untuk semua pendatang, maka bisa dibuat tracking dan tindakan pengendaliannya.
2. Kita di NTT punya kendala terhadap poin 1 di atas. Laboratorium kita di NTT tidak mampu melakukan PCR. Saya tidak tahu, apakah tentang ini Pemerintah sudah sampaikan secara jujur dan terbuka kepada masyarakat atau biarkan masyarakat mencari tahu sendiri. Apa akibatnya? Akhirnya kita terperangkap dalam kecurigaan dan ketidakpastian yang relatif lama. Saat ini jumlah ODP dan PDP terus bertambah. Dari data publikasi Gugus Tugas Covid-19 NTT update tanggal 15 April 2020, sebanyak 55 sampel masuk uji lab. Hasilnya: 1 positif, 35 negatif dan 19 belum ada hasil lab. Artinya kita terus menunggu hasil yg 19 sampel ini. Ini akibatkan kita selalu terlambat respon dalam perang lawan corona. Andai saja kirim hari ini, mungkin seminggu lagi baru dapat hasil statusnya. Terlambat mengetahui status itu sama dengan membuka ruang terjadinya penularan karena mungkin saja ada kelonggaran dalam pengawasan atau keteledoran sendiri.
3. Sejak kurang lebih 2 bulan lalu, Indonesia terpapar corona, belum ada kemajuan signifikan dalam cara, kebijakan dan respon kita terhadap Covid-19 di daerah. Sampai hari ini misalnya APD untuk tenaga medis pejuang di garda terdepan saja belum terpenuhi maksimal. Apalagi kalau kita bicara soal PCR. Padahal ini sangat urgen dan prioritas. Dari 72 lab PCR yg mau dibangun pemerintah pusat, yg sudah terbangun sekitar 29 unit dan itu kebanyakan di Pulau Jawa, dan beberapa di Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan. Provinsi NTT tidak punya laboratorium yang memadai untuk PCR. Akhirnya hampir sebagian besar beramai-ramai kirim sampel ke Surabaya dan atau Jakarta. Apa yang terjadi di sana? Penumpukkan dan antrean sampel. Jika mereka saja harus memeriksakan sampel dari daerahnya, lantas urutan ke berapakah pemeriksaan sampel dari NTT? Belum lagi untuk 1 sampel saja mungkin dilakukan pemeriksaan minimal beberapa kali.
4. Apakah kita NTT ini sudah begitu miskin dan tidak berdaya sampai memiliki 1 lab PCR saja belum bisa? Kita mau menunggu sampai kapan? Jika hitungan BIN, wabah corona itu berpuncak bulan Mei - Juni, lalu ada penelitian lain katakan sampai akhir tahun ini, apakah kita masih menggantungkan terus pemeriksaan sampel pada daerah lain? Bapak Presiden, bapak Ketua Gugus Tugas Covid Nasional, NTT ini masih Indonesia. Jika proses dari bawah masih lamban, bapak-bapak pakai prosedur dari atas saja. Bapak-bapak kepala daerah dan wakil rakyat di NTT, jangan anggap ini urusan sepele. Mau tahu kerusakan akibat meletusnya gunung es covid-19 di NTT? Sayangnya, sampel adalah nyawa manusia yg tidak dijual cadangannya di toko, supermarket bahkan apotik di rumah sakit. Jadi, berteriaklah sekuatnya agar NTT punya lab PCR. So, if there is one you must speak, speak louder, Mr. NTT. ***(isidro)