Melawan Covid-19 di NTT, Ada 6 Pokok Pikiran Buat Pemerintah Terhadap Garda Terdepan


KUPANG,MT.- CORONA Virus Disease atau sebutan singkatnya Covid-19 kini merupakan musuh terbesar di dunia. Musuh bukan seperti di zaman imprealisme atau kolonialisme tapi musuh modern dalam gelap yang tak diketahui kapan dia menyerang. Karena itu yang perlu dilawan adalah kewaspadaan sesuai protap WHO, masyarakat di minta jaga jarak, isolasi diri, jangan saling bersentuhan fisik, pakai masker, cuci tangan selalu dan lain sebagainya. Maksud dari ini adalah untuk memutuskan mata rantai penyebarannya.
Hal tersebut dilihat sebagai strategi ampuh kekinian untuk mengalahkan Covid-19 di era peperangan gelap ini.

Sementara pada sisi lain, bila saja ada jatuh korban yang menjadi  pasien karena penyakit virus corona, maka para tenaga medis, dokter dan perawatlah sebagai pasukan terakhir. Mereka bagaikan Pasukan pengamanan  yang mengambil posisi paling depan. Posisi yang dengan sebutan kerennya Garda Terdepan.

Di NTT upaya melawan ini pun terus digalahkan. Sematan Garda Terdepan bagi para tenaga medis sangat familiar di publik. Garda Terdepan pun secara lahir bathin telah siap  bertempur all out. Di mata  Pemerintah terhadap garda terdepan bahkan telah dibuat kebijakan untuk memfasilitasi berbagai macan alat perlindungan diri (APD). Itulah kiat dan komitmen pemerintah  yang selalu didengungkan sejak merebaknya virus mematikan ini. Namun dalam perjalanan waktu di masa darurat ini realita lapangan nampaknya berbicara lain. Karena dukungan pemerintah untuk proteksi garda terdepan belum bisa terukur.

Isodorus Lilijawa, seorang tokoh muda Politisi Partai Gerinda dalam pengamatannya, menujukkan sebuah realita konkrit yang dihadapi oleh para pejuang garda terdepan.

Iso sapaan singkat mengatakan,"kemarin, puluhan perawat di RSU Atambua mogok. Mereka tidak mau berdinas karena tidak dilengkapi APD standar. Sementara di salah satu ruangan, mereka mesti melayani seorang pasien yg ciri-cirinya mengarah ke covid, pasien yg baru datang dari Papua. "

Melihat salah satu kenyataan di Atambua, Sekretaris Partai Gerindra Kota Kupang merasa prihatin dengan kondisi tersebut. Karena itu Iso memberikan catatan bagi para pemangku kepentingan untuk garda terdepan. Catatan sebagai beberapa buah pikir politisi Partai Gerindra Kota Kupang ini sebagai berikut:

1. Dalam pencegahan dan penanganan covid-19, para tenaga medis dibaptis sebagai 'pejuang di garda terdepan'. Memang karena merekalah orang-orang pertama yg harus berurusan dgn ODP, PDP bahkan pasien positif corona. Tidak tanggung2, mereka bekerja hingga korbankan nyawa. Indonesia menjadi salah satu negara yg dokter dan perawatnya terbanyak meninggal saat ini dalam urusan covid-19 (44 orang). Lalu adakah perlakuan khusus untuk mereka?

2. Kasus di Atambua, dan mungkin saja di daerah lain adalah bukti bahwa yg di garda terdepan ini kurang diperhatikan dan dibekali APD maksimal. Mereka diminta bekerja total tetapi dgn fasilitas minimalis. Bayangkan mereka memeriksa orang yg mungkin saja ada bawaan virus tetapi dengan modal masker saja misalnya ataupun APD yg dibikin sendiri. Miris kan?

3. Pemerintah kabupaten/kota ramai-ramai anggarkan dana untuk atasi covid-19. Ini baik. Tetapi jangan kelamaan diproses. Harus segera eksekusi. Minimal eksekusi yg prioritas fasilitas dan perlengkapan APD untuk garda terdepan dulu. Jangan sampai kelamaan di proses lelang, pemesanan dan administrasi lainnya. Ingat! Mereka melayani pasien yg bisa jadi ODP, PDP dan mungkin saja positif setiap hari. Jangan biarkan kecemasan dan kegalauan mereka dan keluarganya berkepanjangan.

4. Saat ini kita ibarat berperang dengan musuh yg tak kelihatan. Jika sebagai garda terdepan, bagaimana mungkin mereka berperang hanya dgn modal apa adanya. Sementara musuh itu ada di sekitar, tak kelihatan tetapi mematikan. Untuk urusan begini, perlengkapan senjata rohani tidak cukup. Harus dgn perlengkapan senjata medis yg maksimal karena tugas mereka memerangi kasus yg maximum risk.

5. Jangan jadikan terminologi 'pejuang di garda terdepan' sebagai lips service saja atau kata-kata pemanis. Mereka tidak butuh puja-puji itu juga. Yg mereka butuh fasilitas maksimal, perlakuan khusus dalam perang melawan covid-19 ini. Supaya mereka total melayani, keluarga di rumah juga nyaman dalam penantian.

6. The last but not least. Mengalirnya banyak dana tanggap bencana covid-19 ini, semoga tidak juga melahirkan tikus-tikus pencopet dana bencana. Bayangkan saja, banyak orang butuh dibantu, banyak tenaga medis butuh APD, sekian banyak keluarga miskin butuh insentif, lalu masih ada yg nekad korupsi dana bencana kemanusiaan ini? Semoga tidak terjadi.***(Isodr/Mm)



Iklan

Iklan