Kupang, mutiaratimur.net
Masalah DBD di Sikka telah menjadi masalah yang serius dan genting bagi kondisi kehidupan masyarakat Sikka khususnya dan juga NTT umumnya. Kini masyarakat Sikka berada dalam bayangan rasa cemas, galau dan takut akan nyamuk maut yang menyebarkan virus DBD. Tercatat sudah ada 13 nyawa yang melayang dan 1.190 kasus penderita DBD.
Situasi Sikka yang memprihatinkan dengan tingkat DBD sangat gawat telah mendorong Pemerintah Pusat, Menteri Kesehatan RI, dr. Terawan Agus Putranto pada hari Senin (09/03) datang melihat dari dekat kasus DBD di Kabupaten nyiur melambai ini.
Kedatangnya sebagai bentuk kepedulian dan wujud negara hadir untuk mengambil langkah penyelesaian bersama Pemerintah Kabupaten Sikka dan Provinsi NTT.
Walaupun dengan hadirnya Pemerintah Pusat melalui Menteri Kesehatan RI, dr. Terawan bukan berarti masalah ini akan segera tuntas. Tetapi masalah DBD butuh upaya yang ekstrim atau radikal dengan langkah inovatif agar bisa memulihkan masyarakat dari kecemasan akan nyamuk maut, DBD.
Melihat realita DBD di Sikka, Dr. Frans Sales, S.Pd., MM, Putera Kabupaten Sikka yang tinggal di Kupang memberikan pandangannya tersendiri yang diuraikannya melalui satus WA-nya group Wartapedia.id , Senin (09/03). Frans Sales terlihat mempunyai kecintaan dan perhatian khusus dalam peristiwa kelabu DBD Sikka, karena beliau sering menyoroti melalui pokok pikirannya sebagai masukan untuk diperhatikan pemerintahan Kabupatens Sikka dan warga yang menetap di seluruh pelosok daerah kabupaten dimaksud terhadap Demam Berdarah.
Kali ini Frans Sales menawarkan pendapatnya sebagai berikut:
Pertama, Penangan Demam Berdarah, DBD harus radikal/menyeluruh berdasarkan kondisi empirik yang terjadi. Data terbaru korban penderita DBD sampai sekarang sudah sekitar 1.190 orang dan meninggal 13 orang. Perlu ada gerakan penangan dan penanggulangan bersama, antara semua stakeholders, yakni pemerintah, legislatif, NGO, masyarakat dan dunia usaha. Gerakan yang radikal/ menyeluruh ke semua pelosok wilayah Kabupaten Sikka.
Kedua, dibutuhkan sikap responsif Pemerintah, DPRD Sikka, NGO dan masyarakat Sipil untuk segera membentuk tim guna merumuskan kebijakan penanganan DBD. Mulailah dengan melakukan evaluasi dan analisis terhadap sejumlah proyek yang menangani DBD selama ini dan memformulasikan kembali pendekatan yang tepat dalam mengimplementasikan gerakan pencegahan yang berkelanjutan, yang menjadi habitus baru bagi kehidupan masyarakat.
Ketiga, membentuk sentra - sentra pencegahan dan penanggulangan DBD. Pemerintah, NGO dan Masyarakat Sipil perlu membentuk sentra penangan DBD mulai dari Kecamatan, Desa/Kelurahan, RW dan RT. Sentra penanganan DBD itu dapat menjadi wadah permanen yang secara kontinyu, terus menerus dan berkelanjutan dalam memantau dan mencegah pelbagai tindakan yang memungkinkan ada potensi berkembangbiaknya nyamuk DBD.
Keempat, Alokasi anggaran yang sesuai untuk biaya penanggulangan kasus DBD . Dalam penanganan kasus tersebut anggaran biaya perlu juga diperhitungkan. Karena itu Pemerintah dan DPRD Sikka harus memiliki komitmen anggaran untuk masalah DBD ini.
Dengan demikian semuanya dapat berjalan dengan baik serta memberi output kepada masyarakat kedepan dapat terhindar dari virus DBD yang mematikan itu. ***