Waingapu – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur (NTT) resmi memiliki pemimpin baru. Dalam Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup (PDLH) ke-IX yang digelar di Uma Bara, Kampung Adat Prailiu, Sumba Timur, pada 25 September 2025, Yuvensius Stefanus Nonga terpilih sebagai Direktur WALHI NTT periode 2025–2029, menggantikan Umbu Wulang Tanamah Paranggi.
Selain memilih direktur, forum ini juga menetapkan lima anggota Dewan Daerah WALHI NTT, yaitu Triawan Umbu Uli Mehakati, Carolus Winfridus Keupung, Lalu Paskalis, Sarah Lery Mboeik, dan Ewaldina Soro. Mereka menggantikan dewan daerah sebelumnya: Pantoro Tri Kuswardono, Farida Padu Leba, dan Marselinus Ali Asang.
Visi: Keadilan Ekologis untuk Rakyat NTT
Dalam pidatonya, Yuvensius menyampaikan visinya: “Mewujudkan gerakan keadilan ekologis di NTT dengan membangun konsolidasi gerakan inklusif untuk memastikan kedaulatan rakyat atas tanah, air, dan sumber kehidupannya.”
Menurutnya, krisis ekologi di NTT tidak bisa dilepaskan dari rapuhnya demokrasi yang sering tunduk pada kepentingan oligarki dan modal besar. Karena itu, perjuangan lingkungan harus ditempatkan dalam kerangka memperjuangkan demokrasi substantif yang benar-benar menjamin hak-hak rakyat, bukan sekadar demokrasi prosedural yang berhenti pada pemilu.
Yuvensius menegaskan bahwa perjuangan keadilan ekologis harus melibatkan semua kelompok terdampak, termasuk masyarakat adat, petani, nelayan, perempuan, kaum muda, buruh, dan kelompok marginal lainnya. Solidaritas lintas sektor menurutnya penting untuk membangun kekuatan kolektif menghadapi dominasi oligarki.
Tantangan Lingkungan di NTT
Provinsi Nusa Tenggara Timur dikenal memiliki kekayaan ekologis yang unik sekaligus kerentanan tinggi. Mayoritas penduduk menggantungkan hidup pada pertanian lahan kering, peternakan, dan perikanan tradisional, sehingga sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Namun, tantangan semakin berat dengan hadirnya investasi pertambangan, monokultur, ekspansi pariwisata skala besar, hingga proyek strategis nasional. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan, banyak kebijakan justru memperparah krisis ekologis dengan merampas ruang hidup rakyat dan memicu konflik sosial.
Komitmen WALHI NTT
Melalui kepemimpinan baru ini, WALHI NTT menegaskan komitmennya memperjuangkan keadilan ekologis sekaligus kedaulatan rakyat atas tanah dan sumber kehidupannya. Bagi Yuvensius, perjuangan lingkungan bukan hanya tentang menyelamatkan alam, tetapi juga tentang merebut kembali makna demokrasi sejati yang berpihak pada rakyat.
“NTT memiliki kearifan lokal dalam mengelola alam dan solidaritas sosial yang kuat. Itu menjadi modal besar untuk membangun kekuatan kolektif dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat dan melawan dominasi oligarki,” pungkasnya. *(go)