Sumba Timur — Upaya menjaga warisan leluhur kini mendapat dukungan nyata dari negara. Masyarakat Desa Tandula Jangga, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, menjadi contoh bagaimana tradisi dan hukum modern bisa berjalan seiring lewat program sertipikasi tanah ulayat dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Staf Khusus Bidang Reforma Agraria ATR/BPN, Rezka Oktoberia, menyampaikan bahwa sertipikasi tanah ulayat bukan untuk mengambil alih hak masyarakat, tetapi untuk memastikan tanah adat tetap terlindungi secara hukum. “Negara hadir agar warisan tanah leluhur tidak hilang, tidak diklaim pihak luar, dan tetap menjadi identitas budaya masyarakat adat,” tegasnya dalam sosialisasi di Sumba Timur pertengahan September 2025 lalu.
Berdasarkan hasil verifikasi awal Kementerian ATR/BPN, terdapat 822,3 hektare tanah ulayat di Desa Tandula Jangga yang dinyatakan clear and clean dan siap didaftarkan. Sertipikat tanah ulayat menjadi bukti kuat bahwa negara memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat adat atas tanah yang diwariskan turun-temurun.
Program sertipikasi tanah ulayat ini merupakan bagian dari Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) yang dilaksanakan di delapan provinsi, termasuk Nusa Tenggara Timur. Di Sumba Timur, program ini menjadi langkah penting untuk menjaga eksistensi adat sekaligus memastikan kepastian hukum bagi masyarakat adat.
Rezka Oktoberia menegaskan bahwa hukum adat dan hukum nasional kini dapat berjalan berdampingan. Melalui sertipikat tanah ulayat, tanah adat tidak hanya menjadi simbol budaya, tetapi juga memiliki kekuatan hukum yang sah di mata negara.
“Kita ingin memastikan tanah ulayat tetap menjadi milik masyarakat adat, menjadi bagian dari identitas, dan terus diwariskan dari generasi ke generasi,” tutup Rezka. Dengan sertipikat tanah ulayat, warisan budaya masyarakat Sumba Timur kini terlindungi secara resmi dan berkelanjutan. *(go)