Songsong PNLH WALHI XIV, Masyarakat Adat Sumba Barat Mantapkan Dukungan Sabana Jadi Ekosistem Esensial


Sumba Barat – Diskusi publik bertema “Urgensi Keadilan Ekologis di Pada Eweta Manda Elu” digelar di Kampung Rate Wana, Kabupaten Sumba Barat, Jumat (5/9/2025). Kegiatan yang diinisiasi oleh WALHI NTT dalam rangka Pekan Nasional Lingkungan Hidup-WALHI XIV ini menyoroti pelestarian lingkungan, adat istiadat, dan budaya lokal masyarakat Sumba.

Dalam diskusi tersebut, masyarakat adat, tokoh pemerintah, dan organisasi lingkungan menegaskan pentingnya menjaga sabana Sumba sebagai bentang alam unik yang sarat nilai ekologis, budaya, dan ekonomi.

Tokoh adat Rato Kornelis Bili menyoroti kerusakan hutan Porolombu yang kini kian gundul. “Kalau kita biarkan terus, bisa terjadi longsor. Kami sebagai masyarakat adat sangat terancam jika krisis iklim ini terus dibiarkan,” tegasnya. Ia mengajak generasi muda menjaga lingkungan dengan kearifan lokal, termasuk pemanfaatan kayu lapale yang bisa bertahan ratusan tahun tanpa harus menebang pohon setiap saat.

Sementara itu, Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi menegaskan bahwa ekologi dan adat istiadat Sumba saling berkaitan erat. “Menjaga lingkungan berarti menjaga identitas orang Sumba. Tradisi rotu, pengkramatan hutan, dan moratorium sumber air bukanlah sesuatu yang kuno, melainkan cara leluhur menjaga bumi Humba,” katanya.

Advokat masyarakat adat, Yulianto Behar Nggali Mara, menambahkan bahwa sabana merupakan ekosistem unik dengan biodiversitas tinggi namun masih terabaikan. Ia mendorong agar sabana ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) sesuai Permen LHK No. P.29/2016.

Diskusi diakhiri dengan deklarasi masyarakat adat Pada Eweta Manda Elu yang menyatakan dukungan untuk memperjuangkan sabana sebagai ekosistem esensial yang dilindungi Kementerian Lingkungan Hidup RI. Seruan ini dipertegas dengan yell-yell khas budaya Sumba sebagai simbol persatuan menjaga adat dan lingkungan. *(go)


Iklan

Iklan