Kupang, Mutiara-Timur.com – KETUA Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Dr. Semuel Haning, SH., MH., C.Me.,CPArb., CPLC menyampaikan keprihatinan dan kecaman keras terhadap peristiwa dugaan keracunan yang dialami puluhan siswa SMP Negeri 8 Kota Kupang usai menyantap makanan bergizi gratis yang disediakan pemerintah. Ia menilai program yang semestinya menyehatkan anak bangsa justru berpotensi menjadi ancaman nyata.
"Saya sangat terpukul. Ini sangat menyedihkan. Program pemerintah yang niatnya baik untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah stunting justru menjadi bumerang yang membahayakan anak-anak sekolah,” kata Dr. Sam Haning dalam keterangannya, Senin (22/7).
Ia menilai, program makan bergizi gratis seharusnya menjadi bagian dari komitmen negara dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan anak-anak. Namun, pelaksanaannya yang buruk di lapangan membuat program ini rawan menimbulkan risiko kesehatan.
“Masalah ini bukan pertama kali terjadi. Di Rote sudah pernah, di daerah lain juga pernah, dan sekarang di Kupang. Ini jadi alarm bahaya. Tidak bisa dianggap remeh,” tegasnya.
Dr. Sam Haning mendesak aparat penegak hukum untuk turun tangan mengusut tuntas kasus ini. Ia meminta agar semua pihak yang terlibat dalam rantai penyediaan makanan mulai dari penyedia jasa katering, pengelola dana, hingga pihak sekolah diperiksa secara menyeluruh.
“Sudah ada korban. Ini bukan main-main. Saya minta ada investigasi, interogasi, audit total terhadap pihak penyedia, pengelola, hingga pihak sekolah. Ini nyawa anak-anak taruhannya,” tegasnya.
Menurutnya, jika tidak ditindak secara serius, kasus seperti ini bisa terus berulang dan memperburuk citra program makan gratis yang sejatinya merupakan langkah mulia pemerintah pusat.
“Saya tidak menuduh siapa-siapa, tapi semua yang terkait harus diperiksa. Ini sudah menyangkut keselamatan generasi penerus bangsa. Tidak boleh ada pembiaran,” ucap Sam Haning.
Ketua PGRI NTT ini juga menyoroti dampak jangka panjang dari insiden ini terhadap kondisi psikologis siswa. Menurutnya, kejadian ini bisa menimbulkan trauma berkepanjangan terhadap siswa-siswi yang menjadi korban.
“Bagaimana mungkin anak-anak mau makan makanan bergizi gratis lagi kalau mereka sudah trauma? Ini bisa jadi gangguan psikologis yang berat bagi siswa. Dan jika dibiarkan, bisa berdampak pada proses belajar mereka di sekolah,” katanya dengan nada prihatin.
Ia juga meminta pihak rumah sakit yang menangani para korban untuk memberikan pelayanan terbaik dan menyampaikan dengan jujur kepada publik apabila memang ditemukan indikasi keracunan akibat makanan tertentu.
“Dokter dan rumah sakit harus berani menyatakan penyebab sakit para siswa ini. Jika memang makanan jadi penyebabnya, sampaikan dengan terbuka. Jangan lindungi pihak-pihak yang lalai,” pintanya.
Untuk mencegah insiden serupa di masa depan, Dr.Sam Haning meminta agar setiap program penyediaan makanan bergizi gratis di sekolah harus diawasi oleh tenaga medis, ahli gizi, dan dinas kesehatan. Ia menekankan bahwa makanan anak sekolah tidak boleh disamakan dengan makanan untuk orang dewasa.
“Ada perbedaan kebutuhan nutrisi dan ketahanan tubuh antara anak-anak dan orang dewasa. Maka dari itu, perlu pengawasan ketat dari tim kesehatan sebelum makanan dibagikan ke siswa,” jelasnya.
Selain itu, menurutnya, kolaborasi antara penyedia jasa makanan dengan dinas kesehatan harus menjadi syarat mutlak.
“Sebelum makanan dibagikan, harus ada uji kelayakan dan kebersihan dari dokter atau tenaga ahli. Jangan main asal masak lalu dibagikan. Ini menyangkut nyawa anak-anak,” tandasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa meskipun program ini adalah inisiatif baik dari Presiden Prabowo, namun pelaksanaannya di tingkat daerah sering kali menyimpang dari tujuan awal.
“Niat Pak Prabowo bagus. Tapi kalau pelaksanaannya di bawah amburadul, maka yang dirusak bukan hanya reputasi programnya, tapi juga kesehatan dan masa depan anak-anak kita,” katanya.
Ia menegaskan, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh, baik oleh pemerintah daerah, dinas pendidikan, maupun lembaga pengawasan internal.
“Harus ada evaluasi segera. Jangan tunggu ada korban lagi. Semua pihak yang lalai harus bertanggung jawab dan diberi sanksi tegas sebagai efek jera,” tegas Dr. Sam Haning.
Di akhir pernyataannya, Dr. Sam Haning menyampaikan harapan agar kasus ini dijadikan momentum untuk memperbaiki seluruh sistem penyediaan makanan bergizi gratis di sekolah.
“Saya tidak ingin melihat generasi bangsa jadi korban dari program yang seharusnya menyelamatkan mereka. Jangan ulangi kesalahan ini. Anak-anak kita butuh perlindungan, bukan ancaman,” tutupnya. *(go)