Putusan PN Oelamasi Rugikan YAPENKAR Kupang: Pilar Batas Kabupaten-Kota Diabaikan, 43 Tahun Pendidikan Terancam

Kupang — Sengketa lahan antara Yayasan Pendidikan Katholik Arnoldus (YAPENKAR) Kupang dan Drs. Andreas Sinyo Langoday terkait tanah seluas 10.686 meter persegi di Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, memasuki babak baru. Namun, bukan keadilan yang dirasakan, melainkan rasa dirugikan.

YAPENKAR, sebagai badan pengelola Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, resmi menggugat Drs. Andreas Langoday ke Pengadilan Negeri Oelamasi dalam perkara Nomor: 30/Pdt.G/2025/PN.OLM. Gugatan ini didasarkan pada dugaan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, menyusul pembangunan kos-kosan oleh tergugat di atas lahan yang diklaim milik yayasan.

Pada tanggal 28 Juli 2025, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Oelamasi menjatuhkan putusan sela dengan menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang secara relatif mengadili perkara ini. Putusan tersebut mengabulkan eksepsi tergugat dan menyatakan objek sengketa berada di wilayah Kota Kupang, bukan Kabupaten Kupang.

Kuasa Khusus YAPENKAR Urusan Perkara Tanah, P. Egidius Taimenas, SVD menegaskan bahwa objek sengketa secara sah berada dalam wilayah Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang berdasarkan: Pilar Batas 041 dan 042 yang secara fisik dan administratif ditetapkan dalam Permendagri No. 46 Tahun 2022.

Data koordinat geografis yang menunjukkan batas antara Kelurahan Lasiana (Kota Kupang) dan Desa Penfui Timur (Kabupaten Kupang)

Menurut YAPENKAR, keputusan PN Oelamasi mengabaikan bukti fisik pilar batas, peraturan resmi Kemendagri, dan fakta pemeriksaan setempat, yang menunjukkan lokasi sengketa masih di wilayah Kabupaten Kupang.

"Jika keputusan ini dibiarkan, maka ke depan, sebagian wilayah Kabupaten Kupang akan tergeser masuk ke Kota Kupang hanya karena tafsir keliru terhadap batas administratif. Ini bukan hanya soal lahan, tapi soal kedaulatan wilayah hukum dan pendidikan," ungkap Kuasa Khusus YAPENKAR Urusan Permasalahan Tanah dalam rilis resmi Rabu, (30/7/2025).

YAPENKAR menilai putusan ini dapat menciptakan preseden berbahaya, di mana pilar batas resmi seperti PBU-041 dan PBU-042 tak lagi dihargai. Akibatnya, wilayah pendidikan yang telah beroperasi selama 43 tahun bisa terancam legalitas dan eksistensinya.

Sebagai respons, YAPENKAR menyampaikan 3 rekomendasi penting: Mendesak Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Pengadilan Tinggi Kupang untuk mengevaluasi putusan yang dinilai mengabaikan norma hukum dan keadilan substantif; Menginstruksikan kuasa hukum untuk menempuh seluruh jalur hukum banding maupun kasasi; Berkomitmen mempertahankan hak atas lahan pendidikan, demi keberlangsungan Universitas Katolik Widya Mandira dan masa depan pendidikan tinggi di Nusa Tenggara Timur.

YAPENKAR menegaskan bahwa pihaknya menghormati hukum, namun juga berhak mengkritisi putusan yang dinilai keliru, sejalan dengan asas Res Judicata pro veritate habetur.

Dalam konteks ini, hukum seharusnya tidak hanya menimbang formalisme yuridis, tetapi juga kemanfaatan dan keadilan—terutama ketika menyangkut lembaga pendidikan yang telah berjasa mencerdaskan anak bangsa selama lebih dari empat dekade. *(go)

Iklan

Iklan