Wakil Wali Kota Kupang, Serena Cosgrova Francis, menegaskan komitmen pemerintah membangun layanan kesehatan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Akses kesehatan yang layak bukan lagi pilihan, tapi kewajiban.
Kupang – Wakil Wali Kota Kupang, Serena Cosgrova Francis, S.Sos., M.Sc., menegaskan komitmen Pemerintah Kota Kupang dalam menghadirkan layanan kesehatan yang adil dan inklusif, khususnya bagi penyandang disabilitas. Hal ini disampaikannya saat membuka kegiatan Peningkatan Kapasitas Perspektif Disabilitas dan Review SOP Puskesmas di Hotel Sahid T-More, Rabu (21/05).
Acara ini dihadiri oleh Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Pusat, Revita Alvi, Ketua III HWDI Walin Hartati, Ketua DPD HWDI Provinsi NTT, Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kota Kupang, perwakilan FITRA, Direktur Bengkel Advokasi Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung, serta seluruh Kepala Puskesmas se-Kota Kupang.
Dalam sambutannya, Wawali Serena menyebut kegiatan ini sebagai langkah konkret menuju Kota Kupang yang lebih humanis, setara, dan inklusif. Ia menyoroti angka 9,4% perempuan penyandang disabilitas yang masih kesulitan mengakses layanan kesehatan reproduksi sebagai bentuk ketimpangan nyata yang harus segera diatasi.
"Ini bukan sekadar angka, tapi gambaran tantangan yang harus kita benahi bersama,” ujarnya.
Ia mengapresiasi HWDI yang terus menjadi suara bagi kelompok rentan dan menyampaikan bahwa Pemkot Kupang tengah mengkaji pengangkatan staf khusus dari kalangan disabilitas untuk mendampingi proses penyusunan kebijakan publik.
Wawali juga menekankan pentingnya layanan kesehatan yang ramah disabilitas, tidak sekadar simbolik. Ia menyebutkan fasilitas seperti ramp untuk kursi roda, pendampingan untuk tunanetra, dan running text untuk tunarungu wajib tersedia di puskesmas dan rumah sakit.P
"Pelayanan harus benar-benar inklusif, bukan hanya indah di atas kertas,” tegasnya.
Selain itu, pemerintah juga sedang menjajaki kerja sama dengan Kementerian UMKM guna memberikan pelatihan keterampilan dan dukungan ekonomi bagi perempuan serta penyandang disabilitas, dalam upaya menciptakan kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.
Sementara itu, Ketua Umum HWDI Revita Alvi menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program advokasi yang dijalankan HWDI di seluruh Indonesia. Ia menegaskan pentingnya membangun perspektif yang tepat di kalangan tenaga kesehatan agar mereka dapat berinteraksi secara etis dan profesional dengan penyandang disabilitas.
"Kami ingin memastikan bahwa pengalaman langsung dari penyandang disabilitas menjadi dasar penyusunan kebijakan dan SOP,” katanya.
Pelatihan yang digelar selama empat hari ini juga melibatkan observasi di enam puskesmas di NTT untuk mendorong aksesibilitas dan akomodasi yang lebih layak. Revita menyebut tiga tujuan utama dari kegiatan ini: membangun pemahaman, mencegah tumpang tindih kebijakan, dan meningkatkan sensitivitas terhadap ragam kebutuhan disabilitas.
Diharapkan, kegiatan ini menjadi tonggak penting dalam mewujudkan pelayanan publik yang adil, setara, dan inklusif, di mana seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali, merasa dilayani dan dihargai. *()