Kupang – Di tengah komitmen sekolah dalam mendukung program Kota Kupang Bersih, SD GMIT Oesapa menghadapi persoalan serius terkait fasilitas dasar. Dari lima unit MCK yang tersedia, tiga di antaranya mengalami kerusakan parah dan tidak bisa digunakan, menyisakan hanya dua unit aktif untuk melayani 217 siswa serta tenaga pengajar.
Kepala Sekolah SD GMIT Oesapa, Sri Mariani, mengungkapkan kondisi ini saat diwawancarai media pada Selasa (27/5/2025). Ia menilai, meskipun sekolah terus diasosiasikan dengan edukasi dan gerakan kebersihan, realitas di lapangan kerap bertolak belakang.
“Sekolah kita sudah mulai menjalankan edukasi lingkungan, seperti pemilahan sampah dan kerja bakti. Tapi kenyataannya, tiga dari lima MCK kami rusak dan tidak bisa digunakan. Sekarang hanya dua yang aktif, itu pun harus dipakai bergantian oleh ratusan siswa,” jelas Sri.
Sebagai bentuk dukungan terhadap program pemerintah, SD GMIT Oesapa telah mengambil beberapa langkah penting:
- Menyediakan tempat sampah terpilah: organik, non-organik, dan B3, lengkap dengan label dan gambar yang memudahkan siswa;
- Melakukan edukasi pemilahan sampah setiap hari, baik melalui apel pagi oleh guru piket maupun di dalam kelas; Mengadakan kerja bakti rutin setiap Jumat. Meski siswa belum terlibat karena sedang ujian, guru dan pegawai tetap melaksanakan kegiatan tersebut;
- Mendorong gerakan pungut sampah setiap sore sebelum siswa pulang, untuk menjaga kebersihan lingkungan sekolah.
“Kami terus membiasakan anak-anak agar buang sampah pada tempatnya. Awalnya mereka masih salah, karena terburu-buru atau belum paham jenis sampah. Tapi dengan sosialisasi terus-menerus, mulai ada perubahan,” terang Sri.
MCK menjadi tantangan besar saat ini. Menurut Sri, tiga unit yang rusak telah penuh dan tertimbun tanah, sehingga tidak bisa disedot atau dibersihkan dengan cara biasa. Pihak sekolah berencana membongkarnya saat masa libur agar dapat digunakan kembali.
“Kami sudah upayakan penyedotan, tapi ternyata bagian dalamnya tertimbun tanah. Jadi harus dibongkar total. Itu akan kami lakukan saat libur nanti, supaya tidak mengganggu aktivitas belajar,” jelasnya.
Dari lima unit MCK yang dimiliki, empat sebenarnya diperuntukkan bagi siswa dan satu untuk guru. Namun kini semua digunakan bersama karena keterbatasan jumlah unit yang layak pakai.
Sri Maryani juga menyampaikan bahwa para orang tua siswa tidak mempermasalahkan keterlibatan anak-anak dalam kerja bakti. Bahkan mereka mendukung penuh kegiatan kebersihan yang dilakukan sekolah.
“Selama ini tidak ada komplain dari orang tua. Mereka paham bahwa ini bagian dari pendidikan karakter. Hanya saja kami memang butuh tambahan fasilitas, terutama tempat sampah dan MCK, agar semua berjalan maksimal,” tegasnya.
Dengan jumlah siswa 217, enam ruang kelas, dan 17 tenaga pengajar, sekolah ini menjalankan proses belajar dalam dua shift: enam kelas di pagi hari dan lima di siang hari.
Kepala sekolah menegaskan, sekolah yang bersih dan hijau harus ditunjang oleh fasilitas yang layak. Menjadikan gerakan bersih sebagai rutinitas positif memang penting, tapi tidak boleh mengabaikan kebutuhan dasar seperti MCK.
“Gerakan bersih tidak cukup hanya dengan apel dan kerja bakti. MCK yang rusak harus jadi prioritas. Kalau tidak, anak-anak akan tetap kesulitan, meski lingkungan tampak bersih dari luar,” tutup Sri Mariani. *(go)