Sikka, 22 Mei 2025 – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) secara resmi membentuk KPA Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam upaya memperkuat gerakan reforma agraria dan mempercepat penyelesaian konflik tanah yang kian meningkat di provinsi kepulauan ini.
Pembentukan yang diumumkan langsung oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPA, Dewi Kartika, dilangsungkan pada Rapat Konsolidasi Wilayah (Rakonwil) yang digelar pada 15 Mei 2025 di Kabupaten Sikka. Menurut Dewi, langkah ini merupakan wujud komitmen nyata dalam mendukung perjuangan masyarakat atas hak agraria mereka.
“Terbentuknya KPA Wilayah NTT menjadi katalisator baru bagi penguatan gerakan reforma agraria yang sejati di wilayah ini,” ungkap Dewi. Ia menyoroti bahwa proyek-proyek strategis nasional (PSN) yang dicanangkan beberapa tahun terakhir telah memicu eskalasi konflik akibat penggusuran dan perampasan lahan rakyat.
KPA mencatat dalam Catatan Akhir Tahun 2023 bahwa NTT menjadi salah satu episentrum konflik agraria nasional, dengan 10 letusan konflik seluas 2.209 hektar yang berdampak pada 2.623 rumah tangga di 16 desa.
Dewi juga menegaskan perlunya konsolidasi dan solidaritas antarwilayah dalam menghadapi krisis agraria yang belum menunjukkan perubahan signifikan di bawah pemerintahan baru. “Pemerintahan Prabowo sejauh ini masih melanjutkan kebijakan agraria era Jokowi, hanya berganti nama tanpa perubahan mendasar,” jelasnya.
Sebagai bagian dari konsolidasi, Honorarius Quintus Ebang dari Wahana Tani Mandiri (WTM), ditunjuk sebagai Koordinator Wilayah (Korwil) KPA NTT. Karena pengalaman yang mumpuni dalam perjuangan hak atas tanah dan kapasitas pontesial dalam pengorganisasian Gerakan Desa Maju Reforma Agraria (Damara) di wilayah seperti Bu Utara dan Pulau Komodo.
“Setelah Rakonwil, kami akan memperkuat pengorganisasian dan mendorong wilayah konflik ke dalam skema Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) nasional,” ujar Intus.
Rakonwil ini juga menjadi ruang konsolidasi organisasi rakyat dan NGO anggota KPA di NTT, antara lain Sunspirit for Justice and Peace (Labuan Bajo), Wahana Tani Mandiri (Sikka), Perkumpulan Bantuan Hukum Nusa Tenggara (PBH Nusra, Sikka), dan LBH Timor.
Dengan terbentuknya KPA Wilayah NTT, diharapkan gerakan reforma agraria semakin mengakar dan mampu menjadi jembatan solusi di tengah kompleksitas konflik tanah yang membelit masyarakat NTT. *(hqe)