"Meski aktif mengedukasi siswa soal kebersihan dan lingkungan, SMP Negeri 10 Kupang harus menghadapi masalah klasik: hewan ternak yang bebas masuk karena sekolah tak berpagar."
Kupang, — Ketika sebagian besar sekolah tengah berlomba mendukung program “Sekolah Hijau dan Bersih”, SMP Negeri 10 Kupang justru harus menghadapi tantangan yang membuat geleng kepala: kotoran kambing berserakan di halaman hingga ke lantai kelas.
Kepala Sekolah SMP Negeri 10 Kupang, John Watimena, menyebut sekolahnya aktif menjalankan berbagai inisiatif kebersihan dan lingkungan hidup. Mulai dari program edukasi pengelolaan sampah, hingga penanaman pohon dan pemanfaatan kebun sekolah secara gotong-royong bersama guru dan siswa.
"Setiap apel pagi, kami tekankan pentingnya buang sampah pada tempatnya. Kami bahkan sudah membagikan edukasi tentang sampah organik, anorganik, dan B3 ke seluruh siswa," jelas Watimena saat ditemui Senin, (5/5).
Ia menyebut, SMPN 10 Kupang telah menyediakan 9 unit tempat sampah berwarna—merah, kuning, dan hijau—serta keranjang sampah di dalam dan luar setiap kelas.
Namun, semangat itu belum sepenuhnya didukung infrastruktur yang memadai. Watimena mengaku, hingga kini sekolahnya belum memiliki pagar pembatas. Akibatnya, hewan ternak milik warga sekitar seperti kambing, sapi, hingga kerbau bebas keluar masuk.
"Beberapa pohon yang kami tanam di halaman sekolah habis dimakan hewan. Bahkan kotoran kambing berserakan di sekitar kelas. Itu sangat memprihatinkan, karena mencoreng semangat kami menjaga lingkungan," tuturnya.
Dalam pantauan langsung TimurNews, tampak beberapa daun berserakan di lantai sekolah, dan jejak kotoran hewan menghiasi beberapa titik. Sekolah yang memiliki 28 kelas dengan total 976 siswa dan 80 tenaga pendidik ini sebenarnya cukup aktif dalam memanfaatkan kebun sekolah untuk menanam pisang, tomat, dan tanaman produktif lainnya.
Air untuk penyiraman berasal dari sumur bor, dan pengelolaan dilakukan bersama-sama antara guru dan siswa. Namun semua itu terancam sia-sia karena hewan ternak kerap masuk dan merusak tanaman.
"Sudah kami tanam dengan pagar berduri agar tidak dimakan. Tapi tetap saja hewan masuk. Tanpa pagar pembatas, sekolah kami sangat terbuka," ujar Watimena.
Pihak sekolah sudah mengajukan proposal pembangunan pagar ke Dinas Pendidikan dan berharap adanya dukungan nyata dari pemerintah kota. Watimena juga berharap masyarakat sekitar ikut berperan aktif menjaga lingkungan sekolah dengan tidak membiarkan hewan peliharaan berkeliaran.
"Kami minta bantuan agar sekolah ini bisa dibangun pagar. Supaya hewan-hewan itu tidak masuk dan merusak tanaman atau lingkungan sekolah. Ini bukan sekadar tentang pagar, tapi tentang masa depan pendidikan dan kesehatan anak-anak kita," pungkasnya. *(go)