Tanam Harapan, Petik Kesadaran: SMPN 20 Kupang dan Ironi Lingkungan Sekitar

Kupang – Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 20 Kota Kupang tengah menunjukkan komitmen kuat terhadap program Sekolah Hijau dan Sekolah Bersih. Dipimpin oleh Plt Kepala Sekolah, Salomince K Watuwaya S.Pd, sekolah ini terus berupaya menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan ramah lingkungan, meski menghadapi tantangan serius dari perilaku masyarakat sekitar yang masih membuang sampah sembarangan di sepanjang jalan menuju area pendidikan.

Dalam keteranganmya kepada media ini Selasa, (29/04), PLT Kepala Sekolah menjelaskan bahwa sekolah mereka terletak di atas tanah berbatu karang yang tidak mudah diolah. Namun, keterbatasan itu tidak menjadi hambatan. Para guru dan siswa secara mandiri mengusahakan tanah dari rumah masing-masing dan melakukan penanaman menggunakan polybag di titik-titik yang memungkinkan.

“Kami tanam lombok, pepaya, tanaman yang memang bisa tumbuh dan sesuai dengan kondisi lingkungan kami. Kita tidak bermimpi muluk, tapi tetap berpijak pada realita,” ujar Lince sapaan akrabnya.

Selain tanaman produktif, sekolah juga memiliki taman-taman bunga di sepanjang koridor kelas. Pengelolaan kebersihan pun melibatkan semua warga sekolah. Siswa mendapat tanggung jawab merawat tanaman dan menjaga kebersihan harian di sekitar kelas mereka. Kegiatan kerja bakti juga dilaksanakan secara berkala, tergantung waktu belajar yang tersedia.

Dalam hal penanganan sampah, SMPN 20 telah memulai pemilahan sampah sesuai dengan kategori. Terdapat lima pasang tempat sampah berwarna merah (B3), hijau (organik), dan kuning (anorganik) yang tersebar di titik-titik strategis antar gedung. Sekolah ini memiliki tujuh bangunan dan seluruhnya telah difasilitasi tempat sampah yang memadai. Edukasi pemilahan dilakukan melalui video sederhana yang dimainkan oleh siswa sendiri, serta disosialisasikan dalam apel dan proses belajar.

Namun, permasalahan justru datang dari luar sekolah. Jalanan menuju sekolah yang juga menjadi akses ke SMA Negeri 4 Kupang dan perumahan warga, dipenuhi sampah dari masyarakat. Ironisnya, jenis sampah yang ditemukan seperti popok bayi, baju bekas, dan limbah makanan bukan berasal dari aktivitas sekolah.

“Kami tidak menghasilkan sampah seperti itu. Ini jelas dari masyarakat yang melewati jalan ini, terutama di malam hari. Akses terbuka dan minim penerangan membuat area ini rawan jadi tempat buang sampah,” tegas Lince.

Ia berharap pemerintah kota memberi perhatian lebih terhadap lingkungan pendidikan, termasuk kemungkinan pemasangan palang jalan di depan sekolah untuk mengontrol akses masyarakat. Palang tersebut bisa diturunkan pada pagi hingga sore untuk keselamatan siswa dan menjaga lingkungan tetap bersih.

“Kalau ada palang, kami bisa kerja bakti tanpa khawatir kendaraan lalu-lalang. Demi kenyamanan dan keselamatan anak-anak juga,” tambahnya.

Dengan jumlah siswa sebanyak 857 orang dan didukung 44 guru serta 2 pegawai, SMP Negeri 20 menjadi salah satu sekolah yang aktif menghidupkan semangat pelayanan publik dalam bentuk nyata. Prinsip “memerintah adalah melayani” bahkan sudah terpajang di berbagai sudut sekolah sebagai pengingat misi utama pendidikan: melayani siswa, guru, dan masyarakat dengan sepenuh hati. *(go)

Iklan

Iklan