Yayasan NAF Lakukan Penelitian Tokoh Adat (Gaen Wongko) Penjaga Eksistensi Budaya Riung Untuk Penguatan Pangan

Ketua Yayasan NAF, Nancy Florida (tengah) bersama Pembina Dr. Gebriel Ndawa, MM, SE, ( kiri) dan Sekretaris Vinsesius Simau da Gomes, S.Fil (kanan). Foto: Dokumentasi mutiara-timur.com

Kupang, mutiara-timur.com // YAYASAN Nancy Agatha  Florida (NAF) didirikan pada tanggal 19 April tahun 2021. Yayasan ini sejak berdirinya telah melakukan program kegiatan dalam hal, kursus Bahasa Inggris bagi anak-anak, lomba menggambar untuk anak PAUD kerjasama dengan bank NTT pada tahun 2021.

Di tahun 2022 ini Yayasan NAF akan melakukan sebuah kegiatan  dokumentasi karya maestro yang berjudul,  "Tokoh Adat (Gaen Wongko) Sebagai Penjaga Eksistensi Budaya Riung Dalam Upaya Penguatan Ketahanan Pangan".

Penelitian ini dilakukan berkat kerjasama Yayasan NAF dengan Direktorat Jendral Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Dirjen Kebudayaan Kemendikbud dan Ristek RI) dan didukung oleh lembaga  dana Indonesiana dan Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan ( LPDP).

Demikian Ketua Yayasan, Florida Agatha bersama pembina Yayasan, Gabriel Ndawa dan Sekretaris, Vinsensius Simau da Gomes di kantor Yayasan yang  beralamat di Jalan Thamrin gang Corolla nomor 7 pada hari Jumat (18/11/2023) memberikan keterangan kepada media mutiara-timur.com.

"Yayasan Nancy Agatha Florida berdiri sejak 19 April tahun 2021 dengan kegiatan programnya yaitu  pendidikan, kebudayaan, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan ekonomi kreatif.

Sejak tahun 2021 setelah yayasan ini didirikan dan dengan usia yang boleh dibilang belum seumur jagung, yayasan kami sudah mendapat kerja sama dengan BANK NTT melalui kegiatan meningkatkan kreativitas dan kecerdasan anak usia dini berupa lomba menggambar. 

Di tahun 2022,  bulan November ini kami akan melakukan penelitian  dengan kegiatan berjudul Dokumentasi Karya Maestro toko adat (Gaen Wongko) sebagai penjaga eksistensi budaya Riung dalam upaya penguatan ketahanan pangan. Kegiatan ini merupakan kerjasama kami dengan dirjen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi yang didukung oleh dana Indosiana dan LPDP. Penelitian tersebut berlokus di Riung Kabupaten Ngada," ungkap Ketua Yayasan Nancy Florida.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Yayasan NAF mengatakan, bahwa tim Yayasan akan beraksi turun ke lapang untuk melakukan penelitian. 

"Mulai hari senin minggu depan, tanggal 21 Nopember 2022 tim kami akan turun untuk penelitian. Penelitiannya di Riung pada 3 desa, Bentengtawa 1, desa Bentengtawa dan Wolomeze, Kecamatan Riung Barat dengan alokasi waktu selama 1 bulan. Di sana kami akan mewawancarai maestro di bidang budaya, ada 10 orang. Mereka adalah tokoh kunci,  selaku narasumber. Kami kami ingin melihat peran mereka sebagai tokoh-tokoh adat di bidang pertanian melakukan ritual adat di saat pembukaan kebun, masa musim tanam serta ritual adat sebelum kegiatan panen hasil pertanian maupun ritual syukuran atas hasil," ucap Florida sapaan harian bagi Ketua Yayasan NAF.

Menurut Ketua output dari penelitian adalah adanya dokumentasi baik berupa bukuyang dicetak, maupun dalam bentuk video.

"Kegiatan penelitian ini keluaranya akan kami dokumentasikan dalam bentuk tulisan buku dan video yang disimpan dalam CD. Hasil dokumentasi berupa buku  setelah dicetak akan dilakukan kegiatan launching di Kota Kupang dengan mengundang pihak Dirjen Kementerian dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, perangkat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota," tutur Florida calon mahasiswa S3 pada salah satu Perguruan Tinggi di Luar Negeri tahun depan.

Ketua Yayasan NAF, Nancy Fllorida saat presentasi Proposal Penelitian di Kantor Dirjen Kebudayasn, Kemendikbudristek RI  (foto:dokumentasi Yayasan NAF)

Selain keterangan Ketua Yayasan, Pembina Yayasan, Dr. Gabriel Ndawa, MM, SE menambahkan,  metode penelitian yang akan dilakukan tim Yayasan berupa wawancara, fokus dikusi grup atau FGD dan pleno berdasarkan hasil penelitian di daerah Riung.

"Penelitian ini akan menggunakan metode wawancara, FGD dan pleno. Hal ini sesuai langkah-langkah penelitian secara aukurat dengan validasi serta verifikasi demi menghasilkan data yang objektif, sehingga bermanfaat bagi output yang diharapkan  sesuai rencana adalah penulisan buku," kata Dr. Gabriel Ndawa Wakil Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen dan Informatika Komputer (STIMIK) Kupang.

Sementara itu Vinsen Simau, S.Fil, Sekretaris Yayasan NAF menambahkan lebih lanjut baik dari sisi metode, dan juga informasi penting yang hendak dicapai, serta output lebih jauh dari penelitian tersebut.

"Metode wawancara, FGD dan pleno dipilih, karena penelitian yang baik adalah penelitian yang berdasarkan pertama dari informasi itu masyarakat sendiri. Kedua Informasi itu yang disampaikan oleh masyarakat merupakan ungkapan kebiasaan atau pola tindak yang mereka lakukan setiap hari di masyarakat yang berkaitan dengan upaya-upaya pelestarian budaya terutama dalam hal tanaman-tanaman berkaitan dengan pencarian kehidupan mereka sebagai petani-petani di kampung itu," ungkap Vinsen.

Sekretaris Yayasan NAF, melanjutkan ulasan logis, bahwa latar belakang atau  dasar pemikiran kenapa mereka menggunakan metode wawancara atau juga FGD lalu pleno. 

"Penelitian semacam ini dilakukan tidak hanya sekedar mengambil data, tetapi penelitian tersebut yang  sedikit dianggap sebagai penelitian partisipatif. Penelitian di mana para narasumber itu juga sebagai penulis atau pencetus dari gagasan hasil penelitian itu. Oleh karena itu setelah penelitian hasil penelitian itu akan diplenokan untuk diklarifikasi, apakah  benar yang diperoleh oleh peneliti itu pada tahap pertama dan  untuk dituliskan dalam bentuk buku atau divideokan dalam CD. Itulah tujuan dari kegiatan penelitian ini dibuat," ulas Vinsen sang sekretaris.

Menurut Vinsen, hasil dari penelitian yang dibukukan atau di videokan tidak hanya sekedar dokumentasi, tetapi buku dan video itu akan disebarkan pada lembaga-lembaga pendidikan, perpustakaan-perpustakaan, sebagai media atau sumber bacaan bagi generasi-generasi berikut agar budaya pertanian yang baik itu bisa dipahami dan dapat diteruskan oleh generasi selanjutnya. 

"Karena hasil pengamatan dari teman-teman lembaga ini adalah pola budaya yang selama ini diturunkan oleh nenek moyang di Riung, generasi muda semakin hari,  makin lama  tidak memahami lagi. Sehingga banyak informasi,  kebiasaan budaya dan ritual-ritual adatnys sendiri, mereka tidak memahaminya. Padahalnya bila saja kebiasaan itu dipahami maka keberlanjutan  ketahanan pangan itu bisa tersedia," ujar Sekretaris.

Sekretaris Yayasan ini pun meneruskan, bahwa di Riung ada tiga lumbung pangan yang  menjamin kehidupan masyarakat, yaitu lumbung yang ada di kebun sendiri, di dalam tanah dan di hutan. 

"Di kebun itu hasil padi, jagung, sorgum dan lain-lain biasanya tersimpan di lumbung yang ada di rumah, atau kebun. Lumbung di tanah adalah ubi-ubian yang ada dalam tanah, dan lumbung hutan adalah ubi-ubian hutan dan sebagainya. Lumbung-lumbung itu yang disiapkan saat mereka paceklik. Budaya-budaya seperti ini sudah semakin tergerus oleh adanya kemajuan zaman. Hal itulah teman-teman Yayasan, LPDP dan  Kementerian Pendidikan,  Kebudayaan, Riset Teknologi melihat kalau kearifan lokal tidak dilestarikan, maka kemudian akan hilang," urainya  menegaskan.

Lebih lanjut Vinsensius Simau, pakar dunia pengembangan masyarakat ini mengatakan, "jika kearifan lokal seperti ini tidak dilestarikan maka sustainable, keberlanjutan ketahanan pangan akan tidak ada, hilang.  Maka hasil penelitian yang dibukukan itu akan menjadi bahan bacaan, bahan ingatan sebagai sumber untuk melestarikan kembali kearifan lokal masyarakat Riung tersebut." *(go)

Iklan

Iklan