Kupang – Polemik mencuat di SMKN 2 Kupang setelah 11 guru honor yang baru diangkat pada 13 Januari 2025 diberhentikan secara mendadak. Salah satu dari mereka kini melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Kupang atas dugaan pemutusan kontrak sepihak dan menuntut ganti rugi materiil.
Yang menghebohkan, dalam gugatan itu disebutkan bahwa seorang guru honor menerima gaji hingga Rp. 6 juta baru dalam empat hari mengajar. Jumlah ini memicu pertanyaan besar: dari mana dana sebesar itu berasal, dan bagaimana bisa melebihi gaji kepala sekolah?
Plt. Kepala SMKN 2 Kupang, Lazarus Dara Nguru, membantah keras informasi tersebut. Menurutnya, sistem pembayaran honor di sekolah dihitung berdasarkan jam mengajar dengan tarif Rp.70.000 per jam. “Kalau mengajar 24 jam dalam seminggu, totalnya hanya sekitar Rp. 1.680.000. Ditambah uang transfer Rp. 500.000, ya jadi sekitar Rp.2.180.000. Tidak benar kalau sampai Rp.6 juta,” ujarnya.
Pihak sekolah pun menyatakan bahwa pengangkatan guru honor tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2023 dan Surat Edaran Dinas Pendidikan NTT tertanggal 11 September 2024, yang menegaskan larangan pengangkatan tenaga honorer baru.
Dengan dasar tersebut, SK pengangkatan dibatalkan, dan kontrak para guru diputus. Namun kini, salah satu dari mereka memilih jalur hukum. "Sayangnya, satu orang yang menggugat ini justru menyeret nama 10 guru lainnya yang sebenarnya sudah mulai mengajar dan berniat menyelesaikan secara baik-baik," imbuh Plt. Kepala Sekolah.
Bendahara Komite SMKN 2 Kupang, Thomson Huki, juga angkat bicara. Ia menyesalkan adanya pengangkatan guru honor baru tanpa sepengetahuan komite, apalagi dengan menggunakan dana komite yang telah memiliki RAP yang jelas.
“Kami tidak pernah membahas penerimaan guru honor baru, apalagi menyetujui anggaran untuk itu. Tiba-tiba muncul SK tertanggal 13 Januari 2025, dan empat hari kemudian nama-nama guru baru itu sudah masuk dalam daftar penerima honor,” jelas Thomson.
Ia mengaku baru mengetahui nama-nama guru baru tersebut saat proses realisasi pembayaran honor berlangsung. “Saya pertanyakan, kenapa nama-nama yang belum pernah dibahas dan tidak ada dalam data sebelumnya bisa muncul dan langsung menerima pembayaran. Ini sudah jelas pelanggaran prosedur,” tegasnya.
Komite sekolah sempat menyampaikan keberatan secara resmi kepada pihak sekolah dan meminta agar pembayaran tidak dilanjutkan hingga ada kejelasan. Namun realisasi honor sudah terlanjur dilakukan untuk bulan Januari.
“Sebagian guru sempat menandatangani surat pernyataan bahwa jika SK mereka bermasalah, mereka siap mengembalikan dana yang telah diterima. Tapi sekarang mereka malah menggugat. Ini bukan lagi urusan internal, ini sudah masuk ranah hukum,” ujar Thomson.
Pihak sekolah pun menyatakan bahwa pengangkatan guru honor tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2023 dan Surat Edaran Dinas Pendidikan NTT tertanggal 11 September 2024, yang menegaskan larangan pengangkatan tenaga honorer baru.
Dengan dasar tersebut, SK pengangkatan dibatalkan, dan kontrak para guru diputus. Namun kini, salah satu dari mereka memilih jalur hukum. "Sayangnya, satu orang yang menggugat ini justru menyeret nama 10 guru lainnya yang menerima dengan iklas karena kesalahan prosedur dan berniat menyelesaikan secara baik-baik," imbuh Plt. Kepala Sekolah.
Komite sekolah dan pihak manajemen kini menunggu proses hukum berjalan dan mempertimbangkan langkah lanjutan, termasuk kemungkinan meminta pengembalian dana yang telah diterima secara tidak sah. *(go)