Mutiaratimur.net- BENDUNGAN Lambo Kabupaten Nagekeo bila selesai dibangun akan menjadi Icon Wisata bagi Kabupaten Nagekeo. Karena itu Pemerintah Kabupaten Nagekeo dukungannya terhadap penyelesaian inventarisir dan validasi lahan adat atau suku sangat dinantikan pihak Balai Sungai untuk diproses ganti untung.
Demikian Kepala Balai Wilayah Sungai 2 Nusa Tenggara (Nusra) Kementerian PUPR Provinsi Nusa Tenggara Timur, Agus Sosiawan memberi keterangan kepada tim media saban waktu, Rabu (9/2).
"Posisi bendungan Lambo punya nilai tawar ecowisata bagi masyarakat, sehingga apabila sudah selesai kita bangun, kita akan memfasilitasi masyarkat untuk mendapat ijin dari kehutanan agar di sekitar green belt (ruang terbuka hijau-red), zona bebas bangunan, badan bendungan bisa dijadikan spot- spot usaha ekonomi. Seperti di Jawa umumnya di sekitar bendungan menjadi rebutan masyarakat dalam berusaha," ungkap Kepala Balai Wilayah Sungai 2 Nusra.
Dari soal letak diakui Agus Sosiawan bendungan tersebut, satu-satunya di NTT yang punya posisi strategis sebagai destinasi wisata.
"Karena posisinya berada dipersimpangan lintas singgah perjalanan antar desa, kecamatan bahkan antar Kabupaten, maka bendungan itu akan punya daya tarik tourisme luar biasa. Apalagi di tengah-tengah bendungan ini pun akan dibangun Kapela. Itu artinya Kabupaten Nagekeo memiliki bendungan selain penyedian air tapi juga icon destinasi wisata dan semuanya itu demi meningkatkan perubahan ekonomi masyarakat atau bisa tercapainya kesejahteraan secara ekonomis," ujar Agus.
Karena itu besar harapan dari Agus agar ada dukungan dari Bupati selaku pimpinan wilayah Kabupaten ini. Pembangunan Bendungan Lambo itu belum selesai dengan masalah pengadaan lahan. Dimana pengadaan lahan menjadi ranahnya BPN (Badan Pertanahan Nasional-red) di Kabupaten Nagekeo.
Agus Sosiawan mengatakan, masalah lahan hingga kini belum diselesaikan oleh pemerintahan daerah setempat. Sebenarnya sebelum tanggal 25 Desember 2021 BPN Kabupaten Nagekeo seharusnya sudah menyelesaikan dokumen yang sudah divalidasi yang selanjutnya akan diserahkan ke lembaga yang berwenang untuk pembayaran pengadaan lahan masyarakat di Kabupaten tersebut.
"Pembangunan bendungan Lambo masih sedikit karena kita masih berhadapan dengan kendala lahan. Informasi tentang telah diselesaikan pembayaran lahan warga masyarakat di akhir tahun 2021 sebenarnya bukan begitu. Tetapi masalah itu adalah antara tanggal 17 Desember sampai dengan tanggal 25 Desember 2021 proses penyelesaian dokumen pengadaan lahan diserahkan kepada Balai Sungai. Dengan harapan datanya sudah divalidasi," ulasnya tenang.
Agus Sosiawan membantah pengadaan lahan dan pembayaran ganti untung oleh Balai Wilayah Sungai. Tetapi ada lembaga tertentu yang berhak untuk menyikapi dan menyelesaikan pengadaan lahan bukan Balai Sungai. Karena fungsi Balai Sungai hanya sebagai pemakai lahan untuk membangun Bendungan tersebut dan tugas pengadaan dan penyelesaian lahan adalah BPN bersama pemerintah setempat.
"Kami hanya memfasilitasi biaya-biaya, seperti pengukuran lahan dan pembersihannya. Bila proses pengadaannya sudah selesai, dokumennya juga tervalidasi, dan BPN Kabupaten Nagekeo menyerahkan kepada kami lalu kami akan meneruskan ke LMAN atau Lembaga Manajemen aset Negara. LMAN adalah lembaga di bawah Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas untuk membayar tanah-tanah masyarakat yang dipakai untuk Proyek Strategis Nasional. Kami mau proses administrasinya kalau sudah sampai di kami, lalu kami akan meneruskan, tapi kenyataanya lain. Itulah yang menjada lama. Kami berkali-kali mendorong kegiatan BPN agar tepat waktu, nampaknya masih molor," ulas Agus.
Menurut Agus Sosiawan, Balai Sungai hingga kini tetap kerjasama dengan BPN tapi BPN-nya bukan dari sini (Provinsi-red). BPN Provinsi oleh Kakanwil (Kepala Kantor Wilayah-red) telah mendelegasikan kepada Kakanta (Kepala Kantor Pertanahan-red) di Kabupaten Nagekeo sehingga untuk memudahkan proses ini pemerintah Kabupaten, Bupati bisa memfasilitasi supaya biar cepat penyelesaian pengadaan lahannya.
Agus Sosiawan menjelaskan total lahan ada 555 bidang. Total luas lahan 670,17 hektar. Dari total yang ada, 134 bidang yang sudah siap dokumennya dan sudah diserahkan ke mereka dan telah di teruskan ke Kementerian lalu dilanjutkan ke LMAN, sehingga siap untuk dibayar, yaitu desa Lebo Lewa dan Ulu Pulu.
"134 bidang itu akan segera dibayar supaya masyarakat itu bisa percaya, karena pemerintah itu tidak bohong. Sedangkan yang belum itu karena hanya proses secara administrasinya saja yang perlu diselesaikan di tingkat masyarakat. Jika 134 telah dibayar tentu persepsi masyarkat akan percaya dan bisa mendorong percepata proses adaminitrasi bagi bidang bidang yang lain,"ucapnya.
Dalam hal pengerjaan bendungan akan dilaksanakan sesuai bidang tanah yang telah dibayar, sambil yang belum menyangkut tanah adat, suku diharapkan dari dukungan Bupati, Forkopimda bersama BPN setempat agar dapat membantu penyelesaiannya.
"Kami tetap mendorong penyelesaiannya, dan persoalannya adalah tanah komunal, milik bersama, tanah adat, suku siapa yang harus ditunjuk untuk menerima pembayaran. Ini yang masih rumit, andaikan tanah suku itu sudah terdaftar dipertanahan dan yang dipercayai sebagai penanggungjawab, seperti ada dewan tanah, itu tentu memudahkan untuk proses penyelesaiannya. Tetapi belum ada di negara kita, ini yang menjadi problemnya,"usulnya.
"Olehnya kami terus mendorong juga forkopimda (forum komunikasi pimpinan daerah-red) agar beritahu kepada BPAD (Badan Pengelola Aset Daerah-red) dan Kepala BPN agar menyelesaikan tahapan demi tahapan dengan memberi kepercayaan kepada suku-suku itu, siapa yang harus diwakili atau bertanggungjawab. Mereka harus bersepakat untuk proses lebih lanjut, perlu ada yang berperan mewakili suku-suku itu dan harus jelas siapa yang mewakili membangun kesepakatan. Bila ada yang sudah mewakili dan perIu diiventaris dan divalidasi kepemilikan lahan sebagai kepastian hukum, maka pembayaran akan diselesaikan,"tambah Agus.
Sementara Wilhelmus, Staf Balai Wilayah Sungai 2 Nusa Tenggara Kementerian PUPR Provinsi Nusa Tenggara Timur ketika diberi kesempatan, ia menambahkan bahwa Bendungan itu bisa dibangun lancar apabila ada kerjasama antara dua pihak baik di Balai Wilayah Sungai maupun dengan pemerintah daerah setempat.
"Pemerintah daerah itu yang mempunyai masyarakat sedangkan kita hanya sebagai eksekutor infrastrukturnya saja secara teknis. Kalau infrastrukturnya secara teknis sudah dipenuhi kriterianya, tinggal secara sosial kemasyarakatan bila Pemda Nagekeo mendukung secara penuh, maka semuanya bisa berjalan dengan baik dan lancar. Harapan kami seperti itu untuk Bendungan Lambo, " kata Wilem.
Staf ini pun meneruskan bila Pemda setempat mendukung, Balai Sungai akan bersama Pemda menjelaskan maksud dan tujuan pembangunan Bendungan ini, sehingga masyarakat bisa lebih memahami kira-kira apa yang akan dilakukannya. Karena ujungnya juga bendungan tersebut ada keuntungan secara ekonomis yang akan masyarakat menikmatinya.
"Bila ada masyarakat masih pro dan kontra itu biasa terjadi di setiap proyek pembangunan, tetapi tugas kita bersama pemerintah diharapkan bisa memberi penyadaran akan dampak positip pembangunan bendungan tersebut," urainya.
Wilem pun menyoroti soal power yang diandalkan untuk secara adat mengetahui metode pendekatan yang pasti adalah Pemda Kabupaten Nagekeo.
"Terutama pembangunan bendungan Lambo masalah tanah suku pemerintah kabupaten setempat perlu pertegas, karena pemda ini lebih tahu bagaimana penyelesaiannya adat secara detail karena masyarakat itu milik pemda sendiri. Kita punya kesulitan identifikasi dan menginventaris data lebih jauh soal jumlah suku yang memiliki lahan itu," kata Wilem.
Sikap Pemda Nagekeo
Pemerintahan Daerah Kabupaten(Pemda) Nagekeo dalam pembangunan bendungan Lambo sangat diharapkan dukungannya. Dukungannya mulai dari soal rencana pembebasan lahan dengan ganti untung sampai pada pembangunan bendungan dan pengelolaan usainya bendungan Lambo dikerjakan.
Berdasarkan keterangan Kepala Balai Sungai Agus Sosiawan, dalam hal pembangunan bendungan masyrakat sudah menyetujui dan bahkan bersedia untuk diganti untung. Dari 555 bidang lahan sasaran untuk bendungan, 134 bidang milik pribadi sudah terdata dan divalidasi untuk proses pembayaran. Sedangkan yang sisa terkendala pada tanah adat atau suku yang harus diselesaikan BPN setempat tapi masih belum tuntas, sehingga sangat diharapkan campur tangan Pemda dalam hal ini Bupati Nagekeo. Demikian harapan dari Kepala Balai Sungai, Agus Sosiawan kepada media ini disampaikannya.
Bupati Nagekeo dr. Johanes Don Bosco Do ketika dihubungi tim media via WA, hari Rabu(9/2) malam hanya membalas secara singkat dengan menulis pimpronya di Kupang. Karena jawaban terlalu singkat tim media berusaha menghubungi per telpon, kontak langsung beberapa kali selama hampir dua minggu tapi tidak terkoneksi dengan beliau. Bahkan lewat humas untuk membantu pun tak ada kabar sampai berita ini diturunkan. *(go/tim)