Kupang, mutiaratimur.com- Pater Markus Ture, Biarawan Katolik dari komunitas Ordo Carmelitarum Discalceatorum (OCD) atau Ordo Karmel Tak Berkasut mengakhiri studinya di bidang Teologi pada Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Naimata, Kupang dengan menyandang Doktor Teologi. Gelar doktor teologi ini akan diperoleh melalui ujian disertasi didepan para Profesor dan Doktor Penguji yang rencana akan digelar pada Hari Selasa, (27/7/2021) di Kampus IAKN.
Demikian rilis persiapan ujian Doktoral, P. Markus Ture, OCD yang diperoleh tim media ini pada Senin (26/7/2021).
Digambarkannya, untuk menyandang gelar tersebut akan dilalui dengan presentasi hasil karya penelitian selama studi. yang dilakukannya di kampung Bhela, Ladolima Utara, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo, Flores.
" Ya sesuai mekanisme proses studi formal untuk mencapai S3 atau gelar doktor tulisan disertasi wajib hukumnya dipertanggungjawabkan dalam ujian. Proses pertanggungjawaban disertasi akan kami lakukan dihadapan para guru besar melalui pesentasi hasil penelitian kualitatif dengan judul: KESATUAN DALAM FEDHI LEGI PERSPEKTIF INJIL YOHANES, " ungkap Pater Markus dirilisnya.
Biarawan OCD Kupang itu menguraikan kajian disertasinya berdasarkan judul tersebut seperti berikut.
"Kami menggunakan kajian baru, yaitu antropologi eksegetis di bawah terang Injil Yohanes 17:20-23, untuk menganalisis Fedhi Legi, terkhusus pada tema kesatuan. Sebagaimana lazim dalam karya eksegese, peneliti menarik keluar makna tersembunyi dalamnya fedhi melalui berbagai tahapan analisis," tulis beliau.
Dalam uraian analisis, Doktor Markus Ture memaparkan beberapa analisis karyanya itu.
"Ada analisis konteks dan historis yang mengaplikasikan pendekatan emik dalam antropologi. Ada analisis struktural teks, morfologis dan semantikal, gramatikal dan leksikal serta juga analisis symbol dan metafora,"ulasnya.
Menurut Pater Markus, dengan jalan atau metodologi ini peneliti memberi simpulan bahwa ada korelasi makna, kemiripan tema, sinonimitas simbol, kekayaan teknik ekspresi dan sangat banyak elemen menarik dalam doa Yesus yang terlihat dalam fedhi legi mencerminkan pandangan teologi, antropologi dan kosmologi yang mendalam. Semakin difokuskan pada ananlisis tema kesatuan, peneliti menampilkan konklusi multi dimensi, sebagai eksplisitasi kedalaman nilai untuk diwariskan dan dikembangkan demi keharmonisan hidup umat manusia, baik lokal maupun global.
Lebih jauh Pater Doktor Teologi asal Mundemi, Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, Flores itu menjelaskan, "Analisis atas ajektif numerikal ἓν (dari ἵνα πάντες ἓν ὦσιν) dalam konsep Yunani dan esa (dari kolo sa toko dan tali sa tebu) dalam pemahaman masyarakat adat Bhela serta seluruh analisis atas konsep dan simbolisasi verbal dan tata aksi dalam doa Yesus serta fedhi legi kini dideskripsikan dalam dimensi-dimensi. Ada 6 dimensi hasil refleksinya sebagai peneliti atas kajian atau analisa data dan fakta secara antropologi eksegetis yang berhubungan dengan persatuan dan kesatuan, seperti diekspresikan dalam fedhi legi dan doa Yesus."
Dijelaskannya pula, dengan ini enam dimensi eksegetis sebagai metode penemuan makna atas konsep dalam fedhi dan doa Yesus mencapai sasarannya.
Aplikasi dimensi eksegetis dalam penggalian dan penemuan makna tutur, dan tindakan semakin berdaya guna atau efektif, ketika ruang refleksi budi mampu membangun dan menyusun kebaruan konsep di atas pilar fakta dan data-data.
Sebagai peneliti dari disertasinya Pater Markus merilis bagian berikut sebagai kebaruan konsep yang ditawarkannya dan implementasi refleksi atas doa Yesus dan fedhi legi.
Dalam konteks ini, Pater sebagai peneliti menggambarkan dimensi-dimensi itu sebagai berikut:
Pertama, Dimensi Teologis. Dimensi Teologis di sini tidak dimaksudkan untuk membuktikan eksistensi Yang Ilahi, karena dengan memanjatkan doa kepadaNya, tampak jelas keyakinan akan eksistensi Yang Ilahi, baik oleh Yesus maupun masyarakat Bhela.
Dalam tataran diskursus teologi, kesatuan memiliki ciri khasnya bahwa kesatuan itu berasal dari Allah, terjadi di dalam dan dengan Allah, bermodelkan pada Allah, dan merupakan anugerah kepada manusia. Kesatuan itu menjadi kesaksian bagi keberlanjutan kehidupan komunitas.
Dijelaskan lebih lanjut, bahwa dalam fedhi legi, Eksistensi kesatuan ilahi sangat eviden dalam balutan metafora dan paralelisme membrorum fedhi legi yang mengindikasikan dimensi kesatuan ilahi sebagai Allah yang melingkupi. Ini nyata dalam ungkapan Dewa Yeta-Gaè Yale, Miu ta mata ulu, eè loè, atau juga meya papa daa (living in the light) dan “miu mutu sai mumu, miu pebhu sai seyu” yang berarti kamu bicarakanlah bersama, sepakatlah dalam kata. Dengan partikel komparatif καθώς dalam doa Yesus, dan partikel teknis examplaritas: bhila dalam fedhi legi, mau ditampilakn bahwa kesatuan itu bersumber dan bermodelkan pada yang ilahi. Dalam tataran teologis, karakteristik kesatuan ilahi mencakup kesatuan dalam cinta, kesatuan dalam kehendak, kesatuan dalam kemuliaan, kesatuan dalam pengetahuan dan kesatuan dalam misi.
Kedua, Dimensi Antropologis. Dalam doa yang dipanjatkan Yesus dengan harapan akan kesatuan para muridNya sungguh menyiratkan karakteristik antropologis yang kaya, teristimewa menyangkut relasiNya yang bersifat vertikal dan horisontal, mengarah kepada Yang Ilahi juga yang insani. Karakteristik relasi dua arah ini juga terkandung dalam fedhi legi pada masyarakat Bhela. Di dalam kedua doa dengan nilai kesatuan yang solid, yang mengarah pada yang ilahi di dalam kenyataan insani serta berorientasi antisipatoris yaitu mengantisipasi masa depan dengan persiapan masa kini.
Ketiga, Dimensi Sosiologis. Menurut Doktor Markus, doa manusia sebagai salah satu bentuk komunikasi dengan Yang Ilahi juga mengekspresikan ciri khas sosialitas manusia. Dalam konteks doa Yesus untuk kesatuan para muridNya, serta harapan akan kolo sa toko, tali sa tebu dalam fedhi legi di Bhela, tereksplisit dimensi sosiologis yang kental. Dimensi ini berhubungan erat dengan persekutuan, keharmonisan, dan kesatuan sebagai praksis iman yang didoakan. Beberapa elemen konstitutif yang membentuk dan menjamin kelangsungan relasi sosial manusia adalah kebenaran, keadilan, kejujuran, kepedulian dan kasih.
Keempat, Dimensi Kosmologis. Dimensi kosmologis dengan mereferensi dari pandangan P. Dr. Gregor Neonbasu SVD, bahwa fakta pentingnya keharmonisan kosmologis merupakan keharmonisan relasi dalam tataran kosmologis sungguh bersifat integral, yang mencakup makro kosmos dan mikro kosmos. Kunci keharmonisan kosmologi adalah menjaga keharmonisan relasi dengan alam, sesama dan dengan Yang Ilahi.
Kelima, Dimensi Eskatologis. Dimensi eskatologis ini menyangkut iman dan harapan akan kehidupan yang berlanjut setelah kehidupan di dunia sekarang ini. Kesatuan yang dimohonkan Yesus tidak hanya menyangkut realitas hidup di dunia ini, melainkan semoga terpenuhi secara paripurna dalam Bapa yang kekal, (Yoh 17:24).
Di dalam fedhi legi, para leluhur Bhela diyakini meya papa daa (tinggal di terang) di Saò Eda, yaitu rumah untuk mengenangkan terang. Kelanjutan hidup manusia adalah bahwa mereka akan tinggal di terang di rumah terang.
Keenam, Dimensi Soteriologis. Kajian soteriologis atas Injil Yohanes dan fedhi legi memperlihatkan, bahwa keselamatan itu berasal dari Allah. Cakupan keselamatan itu berkarakter hoslistik dan integral, lahiriah dan bathiniah atau material dan spiritual. Menyangkut waktu, keselamatan itu mulai sekarang dan terus berlangsung di masa depan. Menyangkut tempat, keselamatan itu diharapkan terjadi di segala tempat kehidupan. *(mt)