Oleh
Germanus S. Attawuwur
KUPANG,MT.NET- HARI-hari menjelang Yesus naik ke Surga, adalah hari-hari yang semakin penting bagi Yesus untuk mengetahui dengan jelas dan pasti soal kwalitas kegembalaan dan kwalitas kemuridan dari para murid-Nya, sehingga injil minggu lalu berbicara tentang Yesus sebagai Gembala Yang Baik. Yesus mengajarkan dengan memberikan contoh bahwa barangsiapa
yang hendak menjadi gembala/pemimpin, dia harus menjadi gembala yang baik seperti diri-Nya sendiri, yakni rela mengorbankan nyawa-Nya demi keselamatan kawanan domba.
Untuk itu maka gembala harus berjalan ”di depan” sebagai penuntun dan penunjuk jalan,
menghantar kawanan domba ke padang rumput yang hijau dan membimbingnya ke sumber
air yang tenang.
Setelah kwalitas kegembalaan benar-benar “disiapkan,” oleh Yesus, berikutnya adalah Yesus
hendak mengetahui kwalitas kemuridan murid-murid-Nya. Kwalitas kemuridan menjadi
point penting juga karena bila Yesus sudah naik ke Rumah Bapa dan meninggalkan mereka,
murid-murid kemudian tidak menjadi pecundang dan pengkhianat Yesus. Karena itu maka, Yesus kembali “menyeleksi” murid-murid-Nya untuk mengetahui seberapa jauh mereka mengenal-Nya, seberapa luas mereka mengerti ajaran-ajaran-Nya dan seberapa dalam mereka
beriman kepada-Nya. Bagi Yesus, dua aspek, kegembalaan dan kemuridan Ini menjadi hal urgen yang harus diperhatikan-Nya, sebelum Dia pergi ke Rumah Bapa. Maka, injil hari ini tentang Rumah Bapa. Kutiban injil yang langsung didahului dengan peneguhan baru kemudian dialog Yesus dengan murid-murid-Nya.
“Janganlah gelisah hatimu, percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di Rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang
kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu
pun berada (Yoh.14:1-3).”
Setelah Yesus menyelesaikan pembicaraan-Nya, Thomas dalam kebingungan langsung
bertanya:” Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?” Yesus menjawabnya:” Akulah Jalan, Kebenaran dan Hidup. Tidak ada seorang pun
yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti
kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia
(Yoh. 14:6-7).Rupanya Filipus dan murid lainnya belum mengenal Bapa, karena itu dia meminta kepada Yesus:”Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami. Maka Yesus menjawab:” Sudah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku ia telah melihat Bapa; bagaimana mungkin
engkau berkata:” Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau bahwa Aku
di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan
dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya.
Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku (Yoh. 14:9-11a).”
Tujuan dialog Yesus dengan murid-murid-Nya adalah untuk mengukur kwalitas kemuridan
murid-murid-Nya yang tidak saja percaya kepada Yesus, tetapi harus juga percaya kepada Bapa-Nya.
Dialog ini dilakukan sebelum Yesus pergi ke Rumah Bapa. Rumah Bapa dilukiskan
sebagai Bukit Sion, Kota Allah yang hidup, Yerusalem Sorgawi sebagaimana digambarkan
dalam Surat kepada orang Ibrani 12:22 atau sebagai “Yerusalem yang Baru” sebagaimana
dilukiskan dengan sangat indahnya dalam KItab Wahyu 21:9-22:5. Ke Rumah itulah Yesus
pergi untuk menyiapkan tempat bagi para murid-Nya.
Apakah Rumah Bapa yang dikatakan Yesus, bahwa ada banyak tempat tinggal di sana,
dimaknai sebagai tempat yang banyak “kamar/ruangannya”atau “dikapling-kapling” atau
“dipetak-petak,” atau “disekat-sekat?” Tidak!! Tidaklah demikian. Rumah Bapa semata-mata
adalah representasi tempat transendensi Allah, sebagaimana dilukiskan dalam Surat Ibrani
dan Kitab Wahyu tadi. Karena di Rumah Bapa banyak tempat tinggal, maka apakah secara otomatis, karena sebagai
murid Yesus, sebagai pengikut Kristus kita lantas akan mendapat tempat di Rumah Bapa? Tidak!! Tidak serta-merta! Banyak tempat di Rumah Bapa, hanya tersedia bagi “orang-orang yang sudah terseleksi.” Karena itu maka Rumah Bapa akan menjadi tempat reuni indah kaum terseleksi, bersama Yesus dan Bapa-Nya.
Maka pertanyaan adalah, indikator apa yang digunakan untuk menyeleksi manusia agar di Rumah Bapa, kita, dapat memperoleh tempat di sana? Hemat saya, untuk mendapat
tempat di Rumah Bapa sangat ditentukan oleh kwalitas “kegembalaan/kepemimpinan” dan kwalitas kemuridan kita. Kwalitas kegembalaan tidak hanya berhenti pada penggembalaan
“kawanan domba” tetapi juga harus nampak dalam kwalitas “penggembalaan” terhadap
lingkungan hidup. Kegembalaan ekologis yang bersumber dari mandat Sang Pencipta sendiri, sebagaimana kita baca dalam Kitab Kejadian 1:28b:” Penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut, dan burung-burung di udara, dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” Terminologi taklukanlah dan berkuasalah adalah mandat penggembalaan ekologis.
Maka sampailah di sini, kita, anda dan saya memeriksa diri, selain menggembalakan kawanan domba, pengikuti Kristus dengan baik, apakah sebaik itu pula kwalitaspenggembalaan” kita terhadap lingkungan hidup? Jika kita jujur maka mandat penggembalaan ekologis yang kita dapatkan sejak awal penciptaan manusia pertama, sudah melenceng jauh dari kehendak Sang Pemberi Mandat. Buktinya, praktek pembabatan alias
penggundulan hutan-hutan dunia, ilegal logging, penggunaan rumah kaca, pembuangan sampah plastik di berbagai belahan dunia, telah mengakibatkan Bumi sebagai Rumah Bersama telah sakit bahkan terluka. Akibatnya, Bumi sebagai Rumah Bersama, mulai
semakin kelihatan seperti suatu tumpukan raksasa sampah buangan (Enskiklik Paus Fransiskus, Laudato Si, terj. Uskup Petrus Turang, hal. 15).
Selain itu, kita telah melukai bumi bahkan memerasnya habis-habisan, sehingga saudara kita alam tidak sanggup lagi memberikan keindahan, tidak sanggup lagi menjamin kesejahteraan kita, bahkan sakitnya alam telah mengancam kesehatan dan kehidupan kita, manusia. Bumi tidak lagi
memposisikan dirinya sebagai rumah kita yang aman dan nyaman, karena dia sendiri
sedang sakit dan menjerit. Celakanya, sakitnya bumi sekaligus menjadi ancaman bagi
manusia yang mendiaminya.”
Pemanasan global, perubahan iklim, naiknya air laut, banjir
bandang disertai longsor (Komkat Keuskupan Manado, Rosario Laudato Si, pada halaman
pengantar), adalah fakta-fakta yang tak terbantahkan bahwa saudara kita bumi benar-benar
sedang terluka. Bahkan merebaknya pandemi corona virus adalah respons atau tanggapan bumi atas ulah manusia yang selama ini kurang peduli pada ekologi, demikian kata Paus Fransiskus (Doa Rosario Laudato Si, Al. Andang, L. Binawan, SJ, cs, hal.2-3). Karena takut terserang corona virus, manusia pun harus “mengurung diri di rumah saja, menjaga jarak
sosial dan melindungi diri dengan masker serta mencuci tangan. Maka bolelah saya katakan
bahwa di luar bumi tidak ada keselamatan (extra mundus nulla salus). Jadi, pandemi covid-19 adalah masa untuk menguji diri, menseleksi diri dengan mengacu
pada tiga aspek: kwalitas kegembalaan terhadap kawanan domba dan pertobatan ekologis
menuju Perlindungan “Rumah Bersama” serta percaya teguh pada Yesus sebagai Jalan,
Kebenaran dan Hidup. Bila kita telah lulus ujian itu maka Rumah Bapa, yang disediakan oleh
Yesus akan menjadi Tempat Terindah Reuni Kaum Terseleksi.***