Kupang, mutiaratimur.net-
Masalah
agama di tanah air kita belakangan ini sangat sensitif, bahkan menjadi momok
yang berbahaya bagi kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perdebatan kebenaran ajaran agama yang dogmatis antara satu dan yang lain pun
tak kalah dipertontonkan di media massa. Terlebih lagi media sosial yang begitu ramai saling beradu argumen mana yang
sebenarnya.
Anehnya lagi
ada yang sampai mengumpat-umpat dengan kata-kata yang tak pantas untuk diperdengarkan
atau dibaca. Hujat menghujat, caci mencaci tak pantas ada atau seharusnya tiada. Sebuah degradasi
atau kemerosotan nilai-nilai toleransi yang dapat membawa pada situasi
disintegrasi bangsa. Fenomena demikian seolah-olah dari Sabang sampai Merauka, dari Sangihe Talaud sampai Rote tak ada lagi provinsi atau kabupaten/kota yang terdapat sikap saling hormat-menghormati
atau bertoleransi antar agama dan
kepercayaan.
Namun hal
ini bisa terbantahkan, ketika mahasiswa IAIN melakukan Kuliah Kerja Nyata/KKN
Nusantara di Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur
mengalami sendiri hidup, tinggal bersama warga yang mayoritas kristiani.
Pengalaman
yang dirasakan mahasiswa IAIN KKN Nusantara terdengar pada peristiwa kunjungan
Gubernur NTT, Viktor B. Laiskodat ke Desa Pitay, Kecamatan Sulamu, Kabupaten
Kupang untuk acara peletakan batu
pertama pembangunan Galangan Kapal PT. Industri Kapal Nusantara (13/1/2020). Di
sela-sela acara itu mahasiswa IAIN KKN Nusantara
yang turut hadir diminta untuk memberi kesan dan pesan selama merekan studi
lapangan di wilayah tersebut.
Mahasiswa
KKN Nusantara pun memberi kesaksian mengenai pengamalan nilai-nilai toleransi
di NTT. Mereka berpendapat dalam melakukan
studi lapangan tentang moderasi antar agama, provinsi NTT merupakan icon
toleransi di Indonesia.
“ NTT kata
orang, Nusa Toleransi Terindah adalah benar dan nyata yang kami alami. Awal
kehadiran kami, perasaan cemas, ragu, takut karena berada di daerah mayoritas Kisten akan menyulitkan kami ternyata tidak demikian. Kami diterima dan
diperlakukan sangat baik oleh semua keluarga di sini. Kami diperlakukan seperti
anaknya sendiri. Walaupun kami muslim tapi bapak mama dan keluarga semua benar-benar memahami
kebutuhan kami sebagai muslim. Ternyata apa yang kami peroleh di bangku kuliah
jauh berbeda dengan realita lapangan sebenarnya. Orang NTT mempunyai toleransi
yang sangat tinggi. Maka pantas bila berbicara toleransi antar agama di
Indenesia, NTT-lah icon toleransi negeri ini”, share para mahasiswa.
Selain
ungkapan hati mahasiswa tentang toleransi, mereka juga memberi kesaksian soal
alam NTT yang indah, potensi hasil pertanian, perternakan, kerajinan/tenun,
pariwisata dan perikanan. Mereka mengharapkan sentuhan pembangunan untuk
meningkatkan produktivitas usaha sangat dibutuhkan, seperti industri garam,
industri jagung dan sebagainya. Diakuinya, provinsi NTT bukan miskin, tapi
masalahnya adalah teknologi pembangunan kurang diperhatikan.
Kesaksian
Mahasiswa lewat kesan dan pesan menggugah Gubernur NTT, sampai menawarkan
setelah selesai masa KKN dan sebelum berangkat Mahasiswa IAIN KKN Nusantara untuk
jamuan makan malam bersama di rumah jabatan Gubernur NTT.***