Air Mata Bahagia di Naikolan: Rumah Baru, Harapan Baru dari Wali Kota Kupang, dr.Christian Widodo

Kota Kupang,Mutitara-Timur.com — Bukan karena bencana, bukan karena musibah—tapi karena kebahagiaan. Itulah alasan Agustina Joni dan Nitanael Baimnune menitikkan air mata saat berdiri di depan rumah baru mereka, Kamis (10/7). Rumah yang bukan mereka beli, tapi mereka terima sebagai bentuk kasih dan kepedulian dari Wali Kota Kupang, dr. Christian Widodo.

Tanpa seremoni besar, tanpa gembar-gembor kamera, 30 unit rumah layak huni diserahkan kepada warga kurang mampu di Kelurahan Naikolan, hasil kolaborasi Pemkot Kupang dan Bank NTT lewat program CSR 2024. Dari jumlah itu, 28 unit untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 2 unit bagi korban bencana.

Pembangunan dikerjakan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dengan pendekatan profesional, transparan, dan berorientasi manfaat.

"Saya tidak sangka. Tuhan kirim berkat lewat Bapak Wali Kota. Terima kasih banyak. Saya cuma bisa doakan beliau sehat terus," kata Agustina dengan suara bergetar.

Sementara Nitanael, yang berdiri memandangi pintu rumah barunya dengan mata berkaca, berkata: "Terima kasih... ini lebih dari yang saya impikan. Semoga banyak warga lain juga bisa merasakan seperti saya."

Selain Agustina dan Nitanael, tiga penerima lainnya adalah Jefri A. Kune, Jens Ayub Dudu, dan Daniel Babu.

Di hadapan warga, Wali Kota dr. Christian Widodo tak banyak beretorika. Ia hanya menegaskan satu hal:

 "Memimpin itu bukan soal duduk di kursi kekuasaan. Memimpin berarti melayani. Dan melayani itu harus nyata."

Program bantuan rumah ini bukan satu-satunya inisiatif Pemkot Kupang. Ada juga liang lahat gratis untuk warga miskin, lengkap dengan blok dan nomor, serta dana darurat medis bagi warga yang belum memiliki BPJS namun mengalami kondisi gawat darurat.

"Kalau ada anak dehidrasi atau orang tua sesak napas tapi belum punya BPJS, jangan disuruh pulang. Keselamatan dulu, administrasi belakangan," tegas dr. Christian.

Dalam keheningan, kerja pemimpin yang satu ini terus berjalan. Tidak banyak bicara, tapi banyak bekerja. Tidak memburu tepuk tangan, tapi menjemput doa-doa diam dari warga kecil yang merasa diperhatikan.

" Kota Kupang tidak sedang bermimpi. Ini nyata. Rumah-rumah berdiri.  Harapan pun tumbuh kembali." *(go)


Iklan

Iklan