Berkat Kemitraan NTT Mampu Turunkan Stunting dan Tekan Angka KIA

 

Kupang,mutiara-timur.com // Stunting dan Angka Kemataian Ibu dan Anak (KIA) merupakan masalah kesehatan yang menjadi sorotan perhatian pemerintah baik di tingkat nasional maupun tingkat regional atau daerah seperti di Provinsi Nusa Tenggara Timur .

Dalam hal Stunting secara Nasional Presiden meminta di tahun 2023  setiap Provinsi wajib menurunkan stunting pada persentase 14, akan tetapi di Provinsi NTT dalam RPJMD-P Tahun 2023 dimana prevalensi stunting ditargetkan mencapai sebesar 12  %  di akhir tahun, bulan Desember 2023.

Target ini bukan tanpa alasan, karena memang sesuai data perkembangan penangan stunting  pemerintah NTT antara tahun  2018 pada posisi 35,4 % dan  terjadi trend turun dari 20,9 %  ditahun 2021 lalu menjadi 17,7 %  pada tahun 2022.  Grafik stunting menurun seperti tersebut  sebagai bentuk kerjasama strategis yang dibangun pemerintah NTT dengan organisasi perangkat daerah atau Forkopimda, Nakes, kader dan semua elemen serta insan pers.

Demikian Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Kepala Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT Ruth D. Laiskodat,S.Si.,APT.,MM  ketika  jumpa pers  di Aula Fatumnasi Dinkes NTT pada Senin, (6/3/2023).

Stunting  didefinisikannya  berdasarkan Perpres No 72. tahun 2021, yaitu gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan.

“Stunting itu dilihat dari kondisi anak saat tidur panjang dan pendeknya tubuh , atau saat berdiri tinggi dan rendahnya tubuh anak sebagai akibat dari kekurangan gizi, dan infeksi berulang,” ungkap Ruth Laiskodat.

Atas dasar tersebut maka  disampaikan Ruth, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menaruh perhatian yang serius terhadap masalah stunting ini untuk segera ditangani karena penyebab stunting ini adalah multi faktor sehingga penanganannya harus multi sektor. Penangan multi sektor  artinya semua Organisasi Perangkat Daerah dan pihak – pihak yang terkait wajib terlibat dalam mengupayakan terjadinya percepatan penurunan stunting, karena stunting menjadi indikator yang berkontribusi dan memberi dampak luas terhadap perubahan derajat kesehatan masyarakat.

“Kami telah mengupayakan penanganan hal ini dengan bekerjasama dalam pola kemitraan semua Organisasi Perangkat Daerah dan pihak – pihak berwajib lainnya, seperti Forkopimda, Nakes, kader, semua elemen masyrakat dan sekarang dengan insan pers untuk menyampaikan berita yang betul-betul sesuai dan benar  bahwa stunting di NTT ke depan akan terbebaskan.,” ujarnya.

Menurut Kadis Ruth Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan pencapaian target pada akhir periode RPJMD-P Tahun 2023 dimana prevalensi stunting sebesar 12%. Tahun 2022 merupakan tahun ke lima pelaksanaan operasi timbang di Provinsi NTT dan dari kerja keras yang telah diupayakan oleh pemerintah NTT dalam mewujudkan percepatan penurunan stunting telah membuahkan hasil yang optimal, hal ini terlihat dari prosentase stunting NTT turun signifikan 5 tahun berturut-turut dari tahun 2018 sampai tahun 2022 tren prosentase stunting turun rata-rata tiap tahun sebesar 4,4 %.

Pada kesempatan ini ia mengawali dengan menyampaikan persentase stunting tahun 2018 sebesar 35,4 % atau 81.434 balita tercatat mengalami stunting terus mengalami penurunan tiap tahun sampai dengan posisi terakhir menjadi 17,7 % pada tahun 2022 atau 77.338 balita stunting. Ruth  juga mengungkapkan Trend perkembangan data stunting periode bulan Agustus 2021 dan Agustus 2022 cenderung turun dari 20,9 % tahun 2021 menjadi 17,7 % tahun 2022.

Ditambahakannya juga grafik turun-naiknya persentase stunting di setiap Kabupaten yang terjadi pada tahun 2022 dan terhadap fenomena ini  telah dibuat langkah, upaya penangannya.

“Ada dua kabupaten yang mengalami peningkatan persentase stunting yaitu Kabupaten Manggarai Barat dan Kabupaten Sumba Tengah. Sedang kabupaten dengan stunting tertinggi adalah Kabupaten Timur Tengah Selatan yaitu 28,3 % atau 11.642 balita dan terendah adalah Kabupaten Nagekeo 8,4 % dengan balita stunting 946 balita. Selanjutnya  pada periode bulan Februari 2022 dan bulan Agustus 2022 juga terjadi penurunan persentase stunting sebesar 2,3 % yaitu dari 22,0 % periode bulan Februari menjadi 17,7 % pada bulan Agustus. Hanya Kabupaten Sumba Barat yang mengalami sedikit peningkatan stunting meskipun hanya 0.6 % yaitu dari 22,7 % periode Februari 2022 atau 2306 balita menjadi 23,3 % atau 2611 balita periode Agustus 2022,” urainya.

Ruth meneruskan soal langkah strategis agar target percepatan penurunan stunting terwujud  dengan  fokus pada kegiatan operasi timbang dengan   sasaran di seluruh  NTT   untuk ditimbang berat dan diukur panjang dan tinggi badan anak untuuk deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan balita. Strategi yang dilakukan pemerintah NTT antara lain adalah :

Pertama,  Gubernur NTT mengeluarkan Surat Edaran Nomor BU.440/63/Dinas Kesehatan/I/2022 kepada para bupati walikota se Provinsi NTT tentang Pelaksanaan Operasi Timbang

Kedua,  membentuk Tim Operasi Timbang di tingkat kabupaten dengan melibatkan OPD terkait juga di tingkat puskesmas dengan jumlah tim untuk tiap puskesmas sebanyak 3 tim dimana satu tim terdiri dari tiga orang yaitu Tenaga Gizi, Bidan dan Perawat atau Tenaga Kesehatan lainnya

Ketiga, peningkatan kapasitas dan ketrampilan petugas dalam penggunaan alat antropometri yang terstandart, dilakukan penguatan melalui zoom meeting, sebanyak dua kali dalam sehari selama tiga hari berturut-turut agar semua tenaga gizi, bidan serta tenaga kesehatan lainnya di 436 puskesmas mendapatkan informasi cara penggunaan alat ukur yang terstandart dan informasi lain terkait penginputan data serta pelaksanaan sweeping jika ada sasaran yang tidak datang saat operasi timbang. Selain secara online pelatihan penggunaan alat secara offline tetap dilakukan dengan memanfaatkan waktu ketika melakukan bimbingan ke kab/kota dan puskesmas atau pada saat diminta menjadi fasilitator dalam kegiatan sampai Desember 2022

Keempat, ketika pelaksanaan operasi timbang pada bulan Februari maupun Agustus di kabupaten/kota, petugas provinsi akan turun melakukan pendampingan , ikut serta terlibat langsung dibeberapa posyandu mengamati cara petugas kesehatan melakukan penimbangan dan pengukuran balita dan alat yang digunakan, juga melakukan croscek pengukuran untuk melihat ketelitian

Kelima, penggunaan alat ukur yang terstandart dan petugas yang melakukan penimbangan dan pengukuran di posyandu adalah tenaga kesehatan yang telah dilatih dan terampil menggunakan alat tersebut. Saat ini jumlah alat ukur terstandart yang ada di NTT adalah sebanyak 4.427 set dari 436 puskesmas yang tersebar di 22 kabupaten/kota dan di tahun 2023 ini akan ditambahkan lagi sebanyak 5.496 set, sehingga total menjadi 9.923 set alat terstandart, yang nantinya 1 posyandu bisa memiliki 1 set alat terstandar.  

Ruth  lebih jauh menambahkan, Badan Pusat Statistik telah merekomendasikan kegiatan pengumpulan data status gizi melalui operasi timbang di bulan Februari dan Agustus sebagai kegiatan statistik dari BPS setelah melakukan pengisian yang dipersyaratkan melalui Aplikasi e-Romantik (elektronik-Rekomendasi Kegiatan Statistik). Setelah melalui proses pengawasan dan penilaian dari BPS NTT maka pada tanggal 20 Januari 2023 melalui surat nomor B-015/53563/OT.130/01/2023 menetapkan bahwa Data Hasil Operasi Timbang di Provinsi NTT yang telah diolah menggunakan Aplikasi Elektronik Pencatatan Dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM) dinyatakan LAYAK. Berdasarkan surat tersebut maka Pemerintah NTT melalui Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil bersama Dinas Kominfo Provinsi NTT yang ditunjuk sebagai Wali Data Pemerintah NTT melakukan publikasi data stunting tahun 2022 pada tanggal 28 Februari 2023 yang termuat dalam website Dinas Kominfo Provinsi NTT.

Kadis Ruth  Laiskodat  disamping memaparkan materi stunting juga masalah Kematian Ibu dan Anak (KIA) di  NTT.  Kadis ini memulai dengan menyampaikan bahwa Program Kesehatan Ibu dan Anak memiliki cakupan yang sangat luas meliputi pelayanan Continum Of Care sejak bayi dalam kandungan sampai pada masa lansia.

“Penanganan masalah ibu dan anak juga  sangat diperlukan kolaborasi secara adekuat dan memadai oleh seluruh komponen yang peduli pada pelayanan Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat,” ucapnya.

Diutarakannya, jumlah kematian ibu di Provinsi NTT mengalami penurunan sebanyak 10 kasus dalam 2 tahun yaitu 181 kasus tahun 2021 turun menjadi 171 kasus tahun 2022. Kabupaten dengan jumlah kematian ibu tertinggi (selalu muncul dalam 2 tahun terakhir) adalah Timor Tengah Selatan, Kupang, Manggarai Timur, Manggarai, Sumba Barat Daya dan Sumba Timur.

Jumlah kematian bayi di NTT masih terus meningkat, terjadi peningkatan sebanyak 184 kasus yaitu 955 kasus kematian bayi tahun 2021 naik menjadi 1.139 kasus tahun 2022. Penyebab Utama Kematian Bayi adalah karena Asfiksia (27%), BBLR (18%), kelainan bawaan (8%), Pneumonia (7%), gangguan lainnya (6%), masalah sosial, budaya dan ekonomi masyarakat (34%). Kabupaten dengan jumlah kematian bayi tertinggi (selalu muncul dalam lima (5) tahun terakhir): Timor Tengah Selatan, Manggarai, Manggarai Barat, Kupang, Sikka, Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Timor Tengah Utara.

“ Data kematian Ibu dan Bayi diperoleh dari data program yang dikirim setiap tanggal 10-15 dalam bulan berjalan dari kabupaten/kota melalui laporan rutin form kematian ibu dan bayi serta aplikasi pelaporan kematian Maternal Perinatal Death Notification (MPDN). Kematian ibu dan anak yang masih tinggi dan selalu fluktuatif setiap tahun di NTT telah melatarbelakangi lahirnya Strategi Revolusi KIA. Pada tahun 2009,  jumlah kematian ibu dan bayi di NTT mulai mengalami penurunan secara signifikan walaupun untuk kemtian bayi masih sulit untuk ditekan. Kekuatan dalam upaya penurunan Kematian Ibu dan Bayi di Provinsi NTT adalah adanya payung hukum Peraturan Gubernur NTT No.42 Tahun 2009 tentang Strategi Revolusi KIA NTT, Perda No.1 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan KIA di Provinsi NTT, Pembentukan Pokja Pencegahan dan penanganan AKI-AKB dan Stunting di Provinsi NTT, serta berbagai pedoman dan petunjuk pelaksanaan pelayanan Kesehatan ibu dan anak,” ulas Ruth.

Kepala Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil  NTT juga  mengatakan Kebijakan dan payung hukum dari Pusat sampai daerah menjadi kekuatan yang sangat berdampak. Strategi Revolusi KIA NTT telah memberikan dampak yang sangat berarti melalui penggerakan kepada ibu hamil untuk melahirkan di fasilitas kesehatan yang memadai. Semangat juang Revolusi KIA telah memberikan spirit kepada semua lintas sektor untuk sama-sama berpikir dan bertindak meningkatkan kualitas pelayanan KIA guna menurunkan kematian ibu dan bayi di Provinsi. Tantangan aksesibilitas/geografis yang sulit masih menjadi faktor serius yang sering menjadi kendala dalam pelayanan KIA yang berkualitas. Salah satu tantangan berat lainnya adalah kemauan, kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. tutur Ruth.

“Penyelesaian persoalan ini sangat dibutuhkan kerja sama lintas sektor termasuk media cetak dan elektronik dalam memberikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi bagi masyarakat untuk menguatkan pengetahuan dan kemauan dalam mengubah perilaku hidup sehat agar kematian ibu dan bayi di NTT dapat ditekan,” tutur Ruth mengakhiri materinya. *(go)



Iklan

Iklan