Dr. Jonnire Bukit, PH Christine Natalia Chandra Hargai Proses Hukum dan Harapkan Restorative Justice

 

Kupang, mutiaratimur.net// Dr. Jonneri Bukit, S.H., M.H., M.Kn., Penasehat Hukum (PH) Christine Natalia Chandra, tetap hargai proses hukum dan menaruh harapan akan adanya restorative justice pada penuntutan nanti.

Demikian hal ini disampaikan Penasehat Hukum Christine Natalia Chandra ketika memberikan keterangan kepada media pada Rabu, (20/4) di Resto Bondie Kota Kupang.

“Sebagai Penasehat Hukum Christine, saya ingin menjelaskan, bahwa legal standing PH saya berdasarkan surat kuasa dari Christine, karena Christine ini sudah ditetapkan sebagai tersangka yang diduga dan diancam dengan pasal 44 ayat 1 undang-undang nomor 23 tahun 2024 tahun 2004 tentang KDRT oleh Polsek Kelapa Lima berdasarkan Surat Penyidikan tertanggal 28 Januari 2022, yang lalu,” ungkap Bukit.

Jonnire Bukit yang telah dipercayakan dalam kapasitasnya tersebut, jelas melaksanakan perannya sesuai kepercayaan dari Christine untuk mengikuti semua proses dan menyatakan pendapat dengan berbagai argumentasi hukum. Semua yang dilakukan tentunya demi rasa keadilan dan penegakan hukum dan juga pemulihan kebaikan klien.

“Karena statusnya (Christine -red) tersangka, maka saya selaku PH mendampinginya di Polsek Kelapa Lima. Saya juga mendapat surat kuasa sebagai PH Christine, atas pelaporan yang dilakukan Christine pada Polresta Kupang Kota pada tanggal 22 November tahun 2021, jam 22.14 dengan terlapor atas nama mamanya dari Christine yaitu, ibu Norma.

Menurut Bukit, kedua laporan ini baik di Kelapa Lima ataupun di Polresta Kupang Kota, kedua-duanya telah ditetapkan penyidik sebagai tersangka. Oleh sebab itu berdasarkan pasal 184 ayat 1 KUHAP, maka penyidik sudah menaikkan status keduanya sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti yang cukup.

Sekarang dua berkas LP (Laporan Penyidik) tersebut sudah diberikan SPDP atau Surat Perintah Dimulainya Penyidikan Kejaksaan Negeri Kupang.

Selaku kuasa hukum, Jonnire Bukit sangat apresiatif dan mengakui pada pihak kepolisian dalam menjalankan tugas terhadap perkara ibu dan anak ini. Dia juga sangat menyayangkan informasi yang terkesan tidak percaya pada apa yang tangani polisi.

“Saya tidak bisa menerima pemberitaan-pemberitaan yang beredar di luar seakan-akan mencari panggung atau opini di masyarakat, bahwa tindakan tindakan penyidik ini menurut mereka tidak berjalan semestinya.
Tidak mungkin seorang penyidik dari negara dalam hal ini yang diwakili oleh Polisi tidak menetapkan dua orang jadi tersangka tanpa dipenuhinya dua alat bukti,” ujar advokat yang telah berulangkali menangani berbagai perkara pidana yang tejadi negara ini.

Beliau juga berpandangan terhadap masalah hukum, setiap orang sebagai warga negara punya hak yang sama di muka hukum, sehingga jalan yang ditempuh kliennya melapor ke Polresta juga merupakan haknya perlu dihargai, dan terkait dengan hal tersebut berdasarkan hukum pidana, perkara yang sedang didampingi ini termasuk pada rana delik pidana umum atau delik aduan.

Karena itu siapa pun subjek hukum yang merasa dia sudah mendapat perlakuan yang bertentangan dengan undang-undang, dia berhak melaporkan. Sedangkan untuk
masalah pembuktian itu diproses hukum pada tahap penyidikan dan penyelidikan.

“Oleh sebab itu saya meminta kepada pihak-pihak yang melakukan pemberitaan yang tidak berdasar, untuk menghentikan semua pendapat yang di luar hukum,” tegas PH Christine tersebut.

Beliau memberikan kesannya, tidak sejalanlah dengan ruang permasalahan yang seharusnya kepastian ada pada proses dan mekanisme hukum bukan berkoar-koar untuk dapat dukungan atau opini tak dapat dipetanggungjawsbkan secara hukum.

“Kita kembalikan kepada hukumnya bahwa kita punya kepolisian negara RI yang diberikan kewenangan untuk menangani bila ada dugaan pidana. Oleh sebab itu kita tidak bisa memvonis mereka tidak peduli baik terhadap pelapor maupun terlapor dalam masalah ini.
Rasanya kurang pantaslah mencari media atau suara dari NGo -NGo untuk mencari pembenaran diri di satu sisi, lalu mempersalahkan pihak lain pada satu sisi,” kritiknya.

Kritikan PH Christine ini mempertegas akan jati dirinya sebagai penasehat hukum dan profesinya sebagai orang hukum.

“saya hanya bisa menyampaikan pendapat saya yang berhubungan dengan hukum acara yang ada di negeri kita,” tegasnya lagi.

Beliau melihat proses hukum yang dilakukan kepolisian itu sudah benar dan tepat, tidak menyimpang.

“Sejauh yang saya amati tidak ada penyimpangan Penyidik baik Polsek Kelapa Lima maupun Polresta Kupang Kota,” ucapnya lagi.

Terkait alat bukti CT scan dari kasus hukum tersebut, Bukit pada kesempatan ini ingin menyampaikan bahwa ada informasi yang beredar di luar seakan-akan ini menjadi bukti pidana dalam laporan Ibu norma di penyidik Polsek Kelapa Lima.

“Perlu saya jelaskan bahwa hasil CT Scan yang beredar di luar yang katanya digunakan oleh Polsek Kelapa Lima sebagai visum atau alat bukti kekerasan yang dihadapi Ibu Norma, itu tidak beralasan hukum. Karena kejadian perkara di TKP itu pada tanggal 22 November 2021, sedangkan CT scan
itu terbaca secara elektronik pada tanggal 17 Januari 2022. Sesuai dengan KUHAP itu sudah kadaluarsa dan tidak ada hubungan kausalitas antara barang bukti dengan kejadian tempus delictusnya, tanggal 22 November 2021,” papar pakar hukum pidana Dr. Jonnire Bukit.

Kasus ini menurut Buki, kuasa hukum Natalia Christine karena ini sudah masuk dalam proses penyidikan dan penyelidikan serta penetapan tersangka sehingga biarlah hukum ini berjalan sebagaimana yang berlaku dalam KUHAP. Sekarang berkasnya sudah diperiksa oleh jaksa pemeriksa berkas, dalam hal ini jaksa penuntut umum yang akan menyidangkan perkara ini. Oleh sebab itu tidak diberikan kewenangan kepada kita atau siappun unutk dapat dapat berintervensi, memberikan pendapat di luar ketentuan yang ada.

“Contoh seperti yang ada di media sosial Ibu Norma Bannae seakan-akan mengatakan dia adalah korban, seakan-akan penyidik tidak berempati kepada dia. Nah di sini semua pendapat ini sudah menyimpang. Penyidik itu berjalan sesuai dengan aturan yang ada, jadi ibu Norma ditetapkan sebagai tersangka karena penyidik sudah menemukan dua alat bukti. Buktinya sudah di SPDP, sudah dinaikkan statusnya ke tingkat proses penyidikan dimulainya perkara ini,” urainnya kembali.

Perkara ini sebenarnya Internal Keluarga, yang dilihat secara kasat mata bisa diselesaikan di tingkat keluarga. Sehigga sebagai pendamping hukum, Dr. Jonnire Bukit mengharapkan kasus ini bisa diselesaikan secara damai.

Karena kliennya sendiri sejak awal masalah dilaporkan sampai dengan melaporkan balik ke pihak kepolisian di Polresta Kupang Kota tetap meminta supaya diselesaikan secara damai, tetapi ibu Norma tetap bersikeras dengan prinsipnya.

“Klien saya Christine setelah melaporkan balik ke Polresta Kupang Kota dan beberapa hari kemudian meminta melalui Polresta agar persoalan ini diselesaikan secara damai, namun Ibu Norma tidak membuka hati tetap dengan pendiriannya untuk terus dalam proses hukum. Jadi saya sendiri sebagai kuasa hukum berharap agar kasus ini tetap dalam koridor koridor hukum, agar kasus ini bisa direstorative justice di tingkat penuntutan kelak. Mudah-mudahan itu bisa tercapai,” tutupnya.

Harapan damai menurut Bukit, dibenarkan oleh Christine. Kepada awak media, ia mengatakan
awal mulanya mamanya melaporkan dia ke Polsek Kelapa Lima. Dari situlah ia datang ke Polsek meminta untuk berdamai dan minta maaf tetapi dari Mamanya menolak. Setelah itu proses ini berjalan akhirnya Christine melaporkan balik mamanya ke Polresta Kupang Kota.

“Ini sebenarnya masalah keluarga tidak ada masalah yang besar. Awal kejadiannya adalah keributan antara papa sama mama, saya cuma menegur kejadian itu lalu terakhir kita jadinya ada ribut kecil dan tarik-menarik. Karena tarik menarik, mama mendorong saya dan akhirnya saya pun jatuh. Mama mendorong saya lalu tangannya terlepaskan, mama pun terjatuh. Saya jatuh dan tangan terluka, luka robek di tangan saya. Saat itu mama langsung lari keluar ke rumah adik saya, “ungkap Chirtine.

Setelah kejadian itu menurut Christine datanglah polisi karena mamanya sudah melaporkan dia di Polsek Kelapa Lima.

“Ketika datang polisi menyampaikan laporan mama, saya ke sana berniat untuk minta maaf dan mau berdamai, tapi mama bersikeras untuk tidak berdamai. Minta ini proses dilanjutkan. Selaku anak saya datang meminta maaf dan berusaha agar proses damai. Polisi juga telah berusaha untuk ada jalan keluar yaitu proses damai tetapi mama tetap menolak harus diproses secara hukum dan dilanjutkan,”tuturnya lebih lanjut.

Chistine menyampaikan, kejadian ini sudah di berjalan sebenarnya di tanggal 22 November 2021, selang kejadian itu setelah dua hari kemudian mamanya ke rumah dan berjalan normal, keadaan sehat seperti biasanya, itu dibuktikan dari rekaman CCTV rumah.

“Dari rekaman CCTV rumah, mama datang dalam keadaan sehat sehat karena waktu itu datang mau ambil barang, menjadi pertanyaannya apakah orang yang mengalami tulang patah bisa datang mengambil barang tapi kenyataannya sehat layaknya orang normal,”kata Chritine dalam tanya.

Chistine pun mengukapkankan, hasil visum yang ada di kepolisian menunjukkan mamanya tidak ada tulang patah, atau luka apapun. Sehingga ia sangat menyayangkan
yang lagi viral dalam berita di media hasil CT scan pada tanggal 17 Januari 2022. Sebab rekaman itu terbaca berdasarkan pemeriksaan hari dan tanggal itu juga. Sementara kejadian sebenarnya pada tanggal 22 Nopember 2021.

Walaupun Christine menyesal dengan pemberitaan itu, tetapi ia tetap tegar dan mempercayakan sepenuhnya pada penasehat hukumnnya serta tetap berharap masalah ini diselesaikan secara damai, karena masalah itu adalah masalah keluarga, antara dia dengan mamanya. Semoga ada keterbukaan hati untuk saling menerima.*(go)

Iklan

Iklan